Bersihan jalan napas tidak efektif

Bersihan jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten.

Diagnosis ini diberi kode D.0001, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori respirasi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif dengan lengkap, mulai dari tanda dan gejala wajib yang harus muncul, cara menulis diagnosis, luaran, serta intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau cari bagian yang anda inginkan pada Daftar Isi berikut:

Tanda dan Gejala

Untuk dapat mengangkat diagnosis bersihan jalan napas tidak efektif, Perawat harus memastikan bahwa minimal 80% dari  tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

DS:

Tidak ada

DO:

  1. Batuk tidak efektif
  2. Tidak mampu batuk
  3. Sputum berlebih
  4. Mengi, wheezing, dan/atau ronchi kering
  5. Mekonium di jalan napas (pada neonatus)

Namun, bila data diatas tidak muncul, atau yang muncul hanya satu atau dua saja (kurang dari 80%), maka Perawat harus mempertimbangkan adanya masalah lain, misalnya “pola napas tidak efektif” atau “gangguan pertukaran gas,” yang sama-sama masalah keperawatan pada sub kategori respirasi dalam SDKI.

Berikut penjelasan masing-masing tanda dan gejala diatas:

Batuk tidak efektif

Batuk adalah mekanisme pertahanan mendasar untuk menjaga jalan napas bebas dari benda asing (Fernández-Carmona, 2018).

Batuk tidak efektif berarti respon batuk yang dilakukan oleh pasien tidak mampu menjaga jalan napas tetap bersih, atau tidak mampu mengeluarkan sputum.

Tidak mampu batuk

Refleks batuk biasanya dimulai oleh iritasi mukosa trakea atau laring (Standring, 2021). Batuk merupakan refleks defensif yang penting, dan diperlukan untuk menjaga kesehatan paru-paru (Polverino, 2012).

Pasien yang tidak mampu batuk berisiko mengalami atelektasis, pneumonia berulang, dan penyakit saluran napas kronis akibat aspirasi dan retensi sekret (Polverino, 2012).

Sputum berlebih

Tubuh manusia memproduksi lendir (mukus) untuk menjaga saluran pernapasan tetap lembab sehingga benda asing yang dapat menimbulkan ancaman dapat terperangkap dan dipaksa keluar dengan batuk.

Pada situasi tertentu, misalnya ketika ada infeksi di paru-paru, tubuh memproduksi mukus secara berlebihan.

Ketika mekanisme pertahanan tubuh mencoba untuk membuang kelebihan mukus tersebut dengan batuk, maka yang keluar adalah sputum atau dahak.

Mengi, wheezing, dan/atau ronchi kering

Ada banyak Perawat yang masih belum mengetahui bahwa mengi dan wheezing itu adalah hal yang sama.

Mengi adalah terjemahan Bahasa Indonesia untuk Wheezing. Dalam KBBI mengi diartikan seabgai penyakit sesak napas atau penyakit bengek.

Mengi (wheezing) dan ronki sama-sama dihasilkan oleh saluran jalan napas yang menyempit dan udara yang mengalir melaluinya jalan napas tersebut (Zimerman & Williams, 2021).

Mengi adalah suara napas tambahan yang disebabkan oleh gerakan udara melalui saluran udara kecil yang menyempit, seperti bronkiolus (Zimerman & Williams, 2021).

Contoh suara wheezing pada pasien COPD:

Contoh suara wheezing pada pasien COPD (Hawaii COPD)

Sedangkan ronchi adalah suara kasar dan keras yang disebabkan oleh penyempitan saluran udara yang lebih besar, termasuk saluran trakeobronkial (Zimerman & Williams, 2021).

Contoh suara ronchi:

Contoh suara ronchi pada pasien (Hawaii COPD)

Mengi atau ronchi dapat didengar selama fase ekspirasi, atau inspirasi dan ekspirasi, tetapi terdengar pada saat inspirasi saja (Zimerman & Williams, 2021).

Bandingkan suara wheezing dan ronchi diatas dengan suara napas normal berikut:

Contoh suara napas normal (Hawaii COPD)

Mekonium di jalan napas (pada neonatus)

Mekonium adalah zat awal yang ada pada usus janin yang sedang berkembang dan merupakan buang air besar pertama bayi baru lahir (Skelly, Zulfiqar, & Sankararaman, 2021).

Mekonium bisa berwarna hijau, coklat, atau kuning.

Bayi baru lahir (neonatus) yang sehat dan cukup bulan mengeluarkan mekonium antara 24 hingga 48 jam setelah lahir. Namun bayi prematur biasanya mengelurkan mekonium lebih lambat (Skelly, Zulfiqar, & Sankararaman, 2021).

Mekonium ini biasanya ditemukan di jalan napas pada saat persalinan, oleh sebab itu biasanya dibutuhkan penghisapan lendir (suction).

Penyebab (Etiologi)

Penyebab merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan.

Penyebab inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “berhubungan dengan ….” atau “b.d” pada struktur rumusan diagnosis keperawatan.

Adapun penyebab (etiologi) untuk masalah bersihan jalan napas tidak efektif adalah:

  1. Spasme jalan napas.
  2. Hipersekresi jalan napas.
  3. Disfungsi neuromuskuler
  4. Benda asing dalam jalan napas
  5. Adanya jalan napas buatan
  6. Sekresi yang tertahan
  7. Hyperplasia dinding jalan napas
  8. Proses infeksi
  9. Respon alergi
  10. Efek agen farmakologis (mis. Anestesi)
  11. Merokok aktif
  12. Merokok pasif
  13. Terpajan polutan

Berikut penjelasan dari masing-masing etiologi diatas.

Spasme jalan napas

Jalan napas yang menghubungkan tenggorokan ke paru-paru disebut bronkus.

Pada situasi tertentu (alergi atau penyakit), otot-otot yang melapisi bronkus tersebut dapat mengencang dan menyebabkan jalan napas menyempit. Kondisi ini disebut dengan bronkospasme (Cleveland Clinic, diakses 25 Juni 2022).

Bronkospasme dapat menyebabkan kelenjar bronkial menghasilkan lendir dalam jumlah besar, yang bisa sangat lengket dan sulit dikeluarkan, hingga akhirnya dapat menyumbat jalan napas.

Ketika mukus menumpuk di bronkus, paru-paru menjadi sangat teriritasi, dan mengaktifkan mekanisme pertahanan tubuh yaitu reflek batuk (DocDoc, diakses 25 Juni 2022).

Hipersekresi jalan napas

Mukus (lender) adalah produk sekretori normal dari lapisan epitel.

Dalam kondisi normal, mukus yang disekresikan ke jalan napas melindungi jalan napas dan melembabkan udara.

Kondisi hipersekresi atau sekresi yang berlebihan dapat disebabkan oleh berbagai jenis kondisi stres, antara lain (Shen, 2018):

  • Merokok
  • Infeksi
  • Faktor patogen (penyakit)
  • Stres oksidatif

Sekresi yang berlebihan menyebabkan mukus atau sputum menumpuk pada jalan napas.

Disfungsi neuromuskuler

Kondisi disfungsi neuromuskular mengurangi Gerakan paru saat pasien menarik dan menghembuskan napas, mengurangi kekuatan, dan kemampuan batuk (Morrow, Zampoli, van Aswegen, & Argent, 2013).

Berkurangnya fungsi tersebut mengakibatkan sekresi mukus yang normal terjadi di jalan napas menjadi menumpuk, dan menyebabkan kelebihan mukus.

Benda asing dalam jalan napas

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, mukus merupakan produksi normal saluran napas yang berfungsi untuk menangkap benda asing, termasuk mikroorganisme.

Adanya benda asing dalam jalan napas memicu sekresi mukus lebih banyak dari normal, yang akhirnya menyebabkan bertambahnya produksi sputum.

Adanya jalan napas buatan

Jalan napas buatan, seperti endotrakeal tube (ETT) dikenali oleh tubuh sebagai benda asing.

Seperti halnya penjelasan diatas, benda asing dapat memicu sekresi mukus.

Sekresi yang tertahan

Sekresi yang tertahan membuat penumpukan mukus yang banyak di jalan napas.

Ada beragam faktor yang dapat membuat sekresi ini tertahan, salah satunya adalah karena batuk tidak efektif, atau tidak mampu batuk.

Hiperplasia dinding jalan napas

Hiperplasia adalah peningkatan produksi sel dalam jaringan atau organ normal.

Hiperplasia mungkin merupakan tanda perubahan abnormal atau prakanker, yang disebut hiperplasia patologis. Namun bisa juga karena pertumbuhan sel normal, yang disebut hiperplasia fisiologis (A.D.A.M Medical Encyclopedia, diakses 25 Juni 2022).

Hiperplasia dinding jalan napas (mucous cell hyperplasia) dapat terjadi sebagai respons terhadap patogen, oksidan, racun, partikel, dan asap rokok, yang menyebabkan hipersekresi mukus sementara (Shaykhiev, 2019).

Disebut sementara karena hiperplasia tersebut biasanya menghilang setelah rangsangan tidak ada lagi.

Proses infeksi

Proses infeksi disebabkan oleh adanya patogen yang masuk ke dalam tubuh.

Di saluran pernapasan, patogen tersebut dianggap sebagai benda asing dan tubuh berespon dengan meningkatkan sekresi mukus.

Semakin lama patogen tersebut berada dalam tubuh, semakin banyak pula mukus yang disekresikan, yang meningkatkan produksi mukus menjadi berlebih.

Respon alergi

Sistem kekebalan tubuh biasanya merespon zat berbahaya seperti bakteri, virus dan racun dengan menghasilkan gejala seperti pilek dan hidung tersumbat, dan radang tenggorokan, serta telinga dan mata yang gatal.

Reaksi alergi dapat menghasilkan gejala yang sama sebagai respons terhadap zat yang umumnya tidak berbahaya, seperti debu, bulu, atau serbuk sari.

Sistem kekebalan yang peka menghasilkan antibodi terhadap alergen ini, yang menyebabkan bahan kimia yang disebut histamin dilepaskan ke dalam aliran darah, menyebabkan gatal, pembengkakan jaringan yang terkena, gatal-gatal, ruam, dan gejala lainnya, termasuk peningkatan produksi mukus (Vorvick, 2020).

Efek agen farmakologis (mis. Anestesi)

Pasien dengan anestesi selama operasi berisiko mendapatkan masalah bersihan jalan napas tidak efektif.

Ini terjadi karena spasme jalan napas atau bronkospasme.

Penyebab bronkospasme tersebut beragam, antara lain (Vojdani, 2018):

  • Anafilaksis yang dimediasi IgE
  • Mekanisme non-alergi yang dipicu oleh faktor mekanis (yaitu, intubasi orotrakeal),
  • Diinduksi oleh obat (yaitu, atracurium, morfin dan meperidine)
  • Bronkospasme pada pasien dengan jalan napas hiper-reaktif

Merokok (aktif dan pasif)

Asap rokok merupakan sumber utama paparan bahan kimia beracun dan merupakan penyebab utama penyakit yang dapat dicegah (Ueha, 2017).

Riwayat merokok yang lama secara signifikan meningkatkan risiko berbagai penyakit hipersekresi mukus pada organ pernapasan, seperti radang tenggorokan kronis dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) (Ueha, 2017).

Selain menyebabkan hipersekresi mukus, asap rokok mengganggu ekskresi mukus dengan menghancurkan silia yang berfungsi memindahkan mukus dari paru-paru ke tenggorokan (Ueha, 2017).

Akibatnya, mukus menumpuk di saluran pernapasan, mengiritasi jaringan sensitif di dalamnya dan menyebabkan ‘batuk perokok’ (Ueha, 2017).

Meskipun batuk penting untuk mengeluarkan lendir dari saluran pernapasan dan menjaga saluran udara tetap bersih, batuk kronis menyebabkan ketidaknyamanan fisiologis dan mengganggu kualitas hidup (Ueha, 2017).

Terpajan polutan

Polutan seperti sulfur dioksida dan ozon bereaksi secara kimia dengan permukaan paru-paru, menyebabkan peradangan yang menghasilkan mukus, batuk, dan masalah pernapasan yang serius (Hendrick, 2009).

Kondisi Klinis Terkait

Masalah bersihan jalan napas tidak efektif biasanya ditemukan pada penyakit-penyakit atau kondisi klinis berikut (PPNI, 2017):

  1. Gullian barre syndrome
  2. Sklerosis multipel
  3. Myasthenia gravi.
  4. Prosedur diagnostik (mis. bronkoskopi, transesophageal echocardiography [TEE])
  5. Depresi sistem saraf pusat
  6. Cedera Kepala
  7. Stroke
  8. Kuadriplegia
  9. Sindron aspirasi mekonium
  10. Infeksi saluran Napas

Meski dalam buku SDKI hanya dituliskan 10 kondisi klinis terkait, namun masalah bersihan jalan napas tidak efektif tidak terbatas pada 10 kondisi itu saja.

Berikut adalah penjelasan dari ke-10 kondisi klinis diatas:

Gulliain barre syndrome

Guillain-barre syndrome (GBS) adalah penyakit langka neuropati yang dimediasi imun pasca-infeksi (Nguyen & Taylor, 2022).

Sindrom ini hasil dari kerusakan autoimun saraf di sistem saraf perifer yang menyebabkan gejala seperti mati rasa, kesemutan, dan kelemahan yang dapat berkembang menjadi kelumpuhan (Nguyen & Taylor, 2022).

Patofisiologi multiple-barre syndrome sehingga pada akhirnya menyebabkan masalah bersihan jalan napas tidak efektif adalah karena disebabkan oleh disfungsi neuromuskuler.

Sklerosis multiple

Sklerosis multiple atau multiple sclerosis (MS) adalah penyakit autoimun pada sistem saraf pusat (SSP) yang ditandai dengan peradangan kronis, demielinasi, gliosis, dan kehilangan fungsi saraf (Tafti, Ehsan, & Xixis, 2022).

Multiple sclerosis adalah penyakit autoimun kronis pada sistem saraf pusat (SSP) yang ditandai dengan peradangan, demielinasi, gliosis, dan hilangnya saraf.

Secara patologis, infiltrat limfositik perivaskular, dan makrofag menghasilkan degradasi selubung mielin yang mengelilingi neuron.

Gejala neurologis bervariasi dan dapat mencakup gangguan penglihatan, mati rasa dan kesemutan, kelemahan fokal, inkontinensia kandung kemih dan usus, dan disfungsi kognitif.

Sama seperti multiple-barre syndrome, hubungan antara sklerosis multiple dengan masalah bersihan jalan napas tidak efektif juga disebabkan karena adanya kondisi disfungsi neuromuskuler.

Myasthenia gravis

Myasthenia gravis adalah gangguan autoimun yang mempengaruhi sambungan neuromuskular.

Manifestasi klinis myasthenia gravis antara lain kelemahan otot umum yang dapat melibatkan otot-otot pernapasan dan dapat menyebabkan krisis miastenia, yang merupakan keadaan darurat medis.

Hubungan myasthenia gravis dengan masalah bersihan jalan napas tidak efektif adalah karena adanya kondisi disfungsi neuromuskuler.

Prosedur diagnostik (mis. bronkoskopi, transesophageal echocardiography [TEE])

Hubungan antara prosedur diagnostik dengan masalah bersihan jalan napas tidak efektif adalah karena adanya benda asing dan anestesi.

Prosedur diagnostik dimana jalan napas pasien dimasukan suatu benda seperti bronkoskopi dapat memicu sekresi mukus lebih banyak dari normal, yang akhirnya menyebabkan bertambahnya produksi sputum.

Selain itu, prosedur diagnostic ini juga menggunakan anestesi, dimana pasien dengan anestesi berisiko mendapatkan masalah bersihan jalan napas tidak efektif, karena spasme jalan napas atau bronkospasme.

Depresi sistem saraf pusat

Depresi sistem saraf pusat (SSP) adalah bentuk depresi yang disebabkan oleh penyalahgunaan depresan SSP (Ohwovoriole, 2021).

Depresan SSP adalah zat yang dapat memperlambat sistem saraf pusat, misalnya opioid, obat penenang, dan hipnotik (Ohwovoriole, 2021).

Obat-obat tersebut digunakan untuk mengobati rasa sakit, kecemasan, gangguan tidur, dan stress (Ohwovoriole, 2021).

Pasien dengan depresi SSP mengalami berbagai gejala. Beberapa gejala paling umum yang ringan antara lain (Ohwovoriole, 2021):

  • Bicara cadel
  • Refleks melambat
  • Toleransi rasa sakit yang lebih tinggi
  • Mengantuk
  • Sakit kepala
  • Kepala terasa ringan.

Dalam situasi di mana kondisinya pasien semakin parah, gejala yang muncul dapat berupa (Ohwovoriole, 2021):

  • Kebingungan
  • Kelelahan yang ekstrem
  • Kesulitan bernapas
  • Kesulitan untuk tetap terjaga
  • Jari dan bibir yang mulai membiru (sianosis)
  • Tekanan darah rendah
  • Masalah memori

Depresi SSP dapat menyebabkan masalah bersihan jalan napas tidak efektif karena tertahannya sekresi pada jalan napas efek dari ketidakmampuan mengeluarkan sekret.

Cidera Kepala

Cidera kepala atau traumatic brain injury (TBI) adalah presentasi umum di unit gawat darurat, yang menyumbang lebih dari satu juta kunjungan setiap tahun (Shaikh & Waseem, 2021).

Cidera kepala diklasifikasikan sebagai ringan, sedang, dan berat berdasarkan skor Glasgow Coma Scale (GCS) (Shaikh & Waseem, 2021):

  • Ringan = GCS 14 hingga 15, juga disebut gegar otak
  • Sedang = GCS 9 sampai 13
  • Berat = GCS 3 hingga 8

Cidera kepala dapat menyebabkan disfungsi neuromuskuler dan tertahannya sekresi yang pada akhirnya menimbulkan masalah bersihan jalan napas tidak efektif.

Stroke

Stroke, atau cerebrovascular disease, adalah kondisi medis darurat yang ditandai dengan gangguan perfusi akut atau pecahnya pembuluh darah otak (Khaku & Tadi, 2021).

Stroke menyebabkan disfungsi neuromuskuler yang merupakan salah satu etiologi diagnosis bersihan jalan napas tidak efektif.

Kuadriplegia

Kuadriplegia (Quadriplegia, juga dikenal sebagai tetraplegia), adalah bentuk kelumpuhan yang mempengaruhi keempat anggota badan, ditambah batang tubuh (Kuriakose, 2020).

“Quad” berasal dari kata Latin untuk empat.

Kebanyakan pasien dengan tetraplegia mengalami kelumpuhan yang signifikan di bawah leher, dan banyak yang sama sekali tidak dapat bergerak (Kuriakose, 2020).

Disfungsi neuromuskuler adalah faktor yang menghubungkan penyakit ini dengan masalah bersihan jalan napas tidak efektif.

Sindrom aspirasi mekonium

Sindrom aspirasi mekonium terjadi ketika bayi baru lahir menghirup campuran mekonium dan cairan ketuban ke dalam paru-paru sekitar waktu persalinan (Hopkins Medicine, diakses 25 Juni 2022).

Sindrom aspirasi mekonium, penyebab utama penyakit parah dan kematian pada bayi baru lahi (terjadi pada sekitar 5 hingga 10 persen kelahiran).

Hubungan penyakit ini dengan masalah bersihan jalan napas tidak efektif adalah benda asing pada jalan napas (mekonium).

Infeksi saluran napas

Infeksi saluran pernapasan, terdiri dari infeksi saluran atas (seperti flu), dan infeksi saluran bawah (seperti pneumonia, bronkitis, dan TBC) (Roche, diakses pada 25 Juni 2022).

Penyakit infeksi saluran napas berakhir dengan banyak etiologi yang menjadi masalah bersihan jalan napas tidak efektif, termasuk:

  • Spasme jalan napas.
  • Hipersekresi jalan napas.
  • Benda asing dalam jalan napas
  • Sekresi yang tertahan
  • Proses infeksi
  • Respon alergi

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya menggunakan metode tiga bagian, yaitu:

[masalah] + [penyebab][tanda/gejala].

Sehingga contoh rumusan penulisan diagnosisnya menjadi seperti ini:

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas dibuktikan dengan batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan dapat menjadi:

Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan nafas d.d batuk tidak efektif, sputum berlebih, mengi, dyspnea.

Perhatikan:

  1. Masalah = Bersihan jalan napas tidak efektif
  2. Penyebab = spasme jalan napas
  3. Tanda/gejala = Batuk tidak efektif, dst.
  4. b.d = berhubungan dengan
  5. d.d = dibuktikan dengan

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis bersihan jalan napas tidak efektif adalah: “Bersihan Jalan Napas Meningkat.”

Bersihan jalan napas diberi kode L.01002 dalam SLKI.

Bersihan jalan napas meningkat berarti kemampuan pasien membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten meningkat.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa bersihan jalan napas meningkat adalah:

  1. Batuk efektif meningkat
  2. Produksi sputum menurun
  3. Mengi menurun
  4. Wheezing menurun
  5. Mekonium (pada neonatus) menurun

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Berdasarkan komponen tersebut, contoh rumusan penulisan luarannya menjadi:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka bersihan jalan nafas meningkat, dengan kriteria hasil:

  1. Batuk efektif meningkat
  2. Produksi sputum menurun
  3. Mengi menurun
  4. Wheezing menurun

Perhatikan!

  1. Label = “Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka bersihan jalan nafas”
  2. Ekspektasi = “Meningkat”
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis bersihan jalan napas tidak efektif adalah:

  1. Latihan batuk efektif
  2. Manajemen jalan napas
  3. Pemantauan Respirasi

Latihan Batuk Efektif (I.01006)

Intervensi Latihan batuk efektif pada Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.01006).

Latihan batuk efektif adalah intervensi yang dilakukan untuk melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara efektif agar dapat membersihkan laring, trakea, dan bronkiolus dari sekret atau benda asing di jalan napas.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi Latihan batuk efektif berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

Terapeutik

Edukasi

  • Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
  • Anjurkan Tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
  • Anjurkan mengulangi Tarik napas dalam hingga 3 kali
  • Anjutkan batuk dengan kuat langsung setelah Tarik napas dalam yang ke-3

Kolaborasi

Manajemen Jalan Napas (I.01011)

Intervensi manajemen jalan napas dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.01011).

Manajemen jalan napas adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen jalan napas berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
  • Monitor bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling, mengi, wheezing, ronchi kering)
  • Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik

Edukasi

Kolaborasi

Pemantauan Respirasi (I.01014)

Intervensi pemantauan respirasi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.01014).

Pemantauan respirasi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan kepatenan jalan napas dan keefektifan pertukaran gas.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi pemantauan respirasi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
  • Monitor pola napas (seperti bradypnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-stokes, biot, ataksik)
  • Monitor kemampuan batuk efektif
  • Monitor adanya produksi sputum
  • Monitor adanya sumbatan jalan napas
  • Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
  • Auskultasi bunyi napas
  • Monitor saturasi oksigen
  • Monitor nilai analisa gas darah
  • Monitor hasil x-ray thoraks

Terapeutik

  • Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
  • Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

  • Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
  • Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis, dan subkategori respirasi adalah:

  1. Gangguan penyapihan ventilator
  2. Gangguan Pertukaran Gas
  3. Gangguan ventilasi spontan
  4. Pola napas tidak efektif
  5. Risiko aspirasi

Formulir Diagnosis Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif

Gunakan formulir diagnosis bersihan jalan napas tidak efektif ini untuk melatih dan mempermudah perawatan pasien anda.

Anda bebas untuk mengunduh (download), mencetak (print), menggunakan, dan menyebarkan formulir ini secara gratis.

Referensi

  1. A.D.A.M. Medical Encyclopedia. Hyperplasia. Diakses 25 Juin 2022 di https://medlineplus.gov/ency/article/003441.htm  
  2. Cleveland Clinic. Bronchospasm. Diakses pada 25 Juni 2022 di https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/22620-bronchospasm
  3. DocDoc. What is bronchospasm: symptoms, causes, diagnosis, and treatment. Diakses pada 25 Juni 2022 di https://www.docdoc.com/id/info/condition/bronchospasm
  4. Fernández-Carmona, A., Olivencia-Peña, L., Yuste-Ossorio, M. E., Peñas-Maldonado, L., & Grupo de Trabajo de Unidad de Ventilación Mecánica Domiciliaria de Granada (2018). Ineffective cough and mechanical mucociliary clearance techniques. Tos ineficaz y técnicas mecánicas de aclaramiento mucociliar. Medicina intensiva, 42(1), 50–59. https://doi.org/10.1016/j.medin.2017.05.003
  5. Hendrick, B. (2009). Outdoor pollution and lung function effects. Diakses pada 25 Juni 2022 di https://www.webmd.com/lung/features/outdoor-pollution-and-lung-function-effects
  6. Hopkins Medicine. What is meconium aspiration syndrome. Diakses pada 25 Juni 2022 di https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/meconium-aspiration-syndrome
  7. Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring. Mengi. Diakses pada 25 Juni 2022 di https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/mengi
  8. Khaku AS, Tadi P. Cerebrovascular Disease. [Updated 2021 Sep 29]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430927/
  9. Kuriakose, D.C. (2020). What is quadriplegia/what is tetraplegia?. Diakses pada 25 Juni 2022 di https://www.spinalcord.com/quadriplegia-tetraplegia
  10. Morrow, B., Zampoli, M., van Aswegen, H., Argent, A. (2013). Mechanical insufflation‐exsufflation for people with neuromuscular disorders. Cochrane Database of Systematic Reviews 2013, Issue 12. Art. No.: CD010044. DOI: 10.1002/14651858.CD010044.pub2
  11. Nguyen TP, Taylor RS. Guillain Barre Syndrome. [Updated 2022 May 2]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532254/
  12. Ohwovoriole, T. (2021). What is central nervous system (CNS) depression?. Diakses 25 Juni 2022 di https://www.verywellmind.com/cns-depression-definition-symptoms-and-treatment-5194826
  13. Polverino, M., Polverino, F., Fasolino, M., Andò, F., Alfieri, A., & De Blasio, F. (2012). Anatomy and neuro-pathophysiology of the cough reflex arc. Multidisciplinary respiratory medicine, 7(1), https://doi.org/10.1186/2049-6958-7-5
  14. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  15. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  16. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  17. Roche. Respiratory tract infections. Diakses pada 25 Juni 2022 di https://diagnostics.roche.com/global/en/article-listing/health-topics/infectious-diseases/respiratory-tract-infections.html
  18. Shaikh F, Waseem M. Head Trauma. [Updated 2021 Nov 7]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430854/
  19. Shaykhiev R. (2019). Emerging biology of persistent mucous cell hyperplasia in COPD. Thorax, 74(1), 4–6. https://doi.org/10.1136/thoraxjnl-2018-212271
  20. Shen, Y., et al. (2018). Management of airway mucus hypersecretion in chronic airway inflammatory disease: Chinese expert consensus (English edition). International journal of chronic obstructive pulmonary disease, 13, 399–407. https://doi.org/10.2147/COPD.S144312
  21. Skelly CL, Zulfiqar H, Sankararaman S. Meconium. [Updated 2021 Jul 26]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK542240/
  22. Standring, S. (2021). Brainstem. In Stranding, S (Ed). Gray’s Anatomy, 42th Edition. P. 442 – 464. Elsevier. Available at https://www.elsevier.com/books/grays-anatomy/standring/978-0-7020-7705-0
  23. Hawaii COPD. Suara mengi dan ronkhi. Diakses pada 25 Juni 2022 di https://hawaiicopd.org/lung-sounds/
  24. Tafti D, Ehsan M, Xixis KL. Multiple Sclerosis. [Updated 2022 Apr 9]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499849/
  25. Ueha, R., et al. (2017). Laryngeal mucus hypersecretion is exacerbated after smoking cessation and ameliorated by glucocorticoid administration. Toxicology Letters, Vol 264 (4), p. 140 – 146. https://doi.org/10.1016/j.toxlet.2016.11.023
  26. Vorvick, L.J (2020). A.D.A.M. Medical Encyclopedia [Internet]. Allergy symptoms. Disitasi pada 25 Juni 2022 pada https://medlineplus.gov/ency/imagepages/19316.htm  
  27. Zimmerman B., Williams D. Lung Sounds. [Updated 2021 Aug 30]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537253/

Leave a Reply