Pola napas tidak efektif

Pola napas tidak efektif adalah adalah inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.

Diagnosis ini diberi kode D.0005, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori respirasi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan pola napas tidak efektif secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari tanda dan gejala yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Tanda dan Gejala

Untuk dapat mengangkat diagnosis pola napas tidak efektif, Perawat harus memastikan bahwa minimal 80% dari  tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

DS:

Mengeluh sesak (dispnea)

DO:

  1. Penggunaan otot bantu pernapasan
  2. Fase ekspirasi memanjang
  3. Pola napas abnormal (mis. takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes)
  4. Adanya bunyi napas tambahan (mis. wheezing, rales)

Bila data diatas tidak muncul, atau yang muncul hanya satu atau dua saja (kurang dari 80%), maka Perawat harus mempertimbangkan adanya masalah lain, misalnya “gangguan ventilasi spontan” atau “gangguan pertukaran gas,” yang sama-sama masalah keperawatan pada sub kategori respirasi dalam SDKI.

Penyebab (Etiologi)

Penyebab (etiologi) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan.

Penyebab inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “berhubungan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan.

Penyebab (etiologi) untuk masalah pola napas tidak efektif adalah:

  1. Depresi pusat pernapasan
  2. Hambatan upaya napas (mis. nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan)
  3. Deformitas dinding dada
  4. Deformitas tulang dada
  5. Gangguan neuromuskular
  6. Gangguan neurologis (mis. elektroensefalogram [EEG] positif, cidera kepala, gangguan kejang)
  7. Imaturitas neurologis
  8. Penurunan energi
  9. Obesitas
  10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
  11. Sindrom hipoventilasi
  12. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 keatas)
  13. Cidera pada medula spinalis
  14. Efek agen farmakologis
  15. Kecemasan

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya menggunakan metode tiga bagian, yaitu:

[masalah] + [penyebab][tanda/gejala].

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Pola napas tidak efektif berhubungan dengan deformitas dinding dada dibuktikan dengan sesak napas, penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang, takipnea.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Pola napas tidak efektif b.d deformitas dinding dada d.d sesak napas, penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang, takipnea.

Perhatikan:

  1. Masalah = Pola napas tidak efektif
  2. Penyebab = deformitas dinding dada
  3. Tanda/gejala = sesak napas, dst.
  4. b.d = berhubungan dengan
  5. d.d = dibuktikan dengan

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis pola napas tidak efektif adalah: “pola napas membaik.”

Pola napas membaik diberi kode L.01004 dalam SLKI.

Pola napas membaik berarti inspirasi dan/atau ekspirasi telah memberikan ventilasi adekuat

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa pola napas membaik adalah:

  1. Dispnea menurun
  2. Penggunaan otot bantu napas menurun
  3. Pemanjangan fase ekspirasi menurun
  4. Frekuensi napas membaik
  5. Kedalaman napas membaik

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka pola napas membaik, dengan kriteria hasil:

  1. Dispnea menurun
  2. Penggunaan otot bantu napas menurun
  3. Pemanjangan fase ekspirasi menurun
  4. Frekuensi napas membaik
  5. Kedalaman napas membaik

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka pola napas
  2. Ekspektasi = Membaik
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis pola napas tidak efektif adalah:

  1. Manajemen jalan napas
  2. Pemantauan respirasi

Manajemen Jalan Napas (I.01011)

Intervensi manajemen jalan napas dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.01011).

Manajemen jalan napas adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen jalan napas berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
  2. Monitor bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling, mengi, wheezing, ronchi kering)
  3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik

  1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw thrust jika curiga trauma fraktur servikal)
  2. Posisikan semi-fowler atau fowler
  3. Berikan minum hangat
  4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
  5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
  6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
  7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
  8. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

  1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi
  2. Ajarkan Teknik batuk efektif

Kolaborasi

  1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

Pemantauan Respirasi (I.01014)

Intervensi pemantauan respirasi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.01014).

Pemantauan respirasi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan kepatenan jalan napas dan keefektifan pertukaran gas.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi pemantauan respirasi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
  2. Monitor pola napas (seperti bradypnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-stokes, biot, ataksik)
  3. Monitor kemampuan batuk efektif
  4. Monitor adanya produksi sputum
  5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
  6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
  7. Auskultasi bunyi napas
  8. Monitor saturasi oksigen
  9. Monitor nilai analisa gas darah
  10. Monitor hasil x-ray thoraks

Terapeutik

  1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
  2. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

  1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
  2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori respirasi adalah:

  1. Bersihan jalan napas tidak efektif
  2. Gangguan penyapihan ventilator
  3. Gangguan pertukaran gas
  4. Gangguan ventilasi spontan
  5. Risiko aspirasi

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

1 Comment

Leave a Reply