Risiko aspirasi

Risiko aspirasi adalah adalah risiko mengalami masuknya sekresi gastrointestinal, sekresi orofaring, benda cair atau padat ke dalam saluran trakeobronkhial akibat disfungsi mekanisme protektif saluran napas

Diagnosis ini diberi kode D.0006, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori respirasi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), dan merupakan satu-satunya diagnosis risiko pada subkategori respirasi.

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan risiko aspirasi secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari faktor risiko yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Faktor Risiko

Untuk dapat mengangkat diagnosis risiko aspirasi, Perawat harus memastikan bahwa salah satu dari risiko dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

  1. Penurunan tingkat kesadaran
  2. Penurunan refleks muntah dan/atau batuk
  3. Gangguan menelan
  4. Disfagia
  5. Kerusakan mobilitas fisik
  6. Peningkatan residu lambung
  7. Peningkatan tekanan intragastrik
  8. Penurunan motilitas gastrointestinal
  9. Sfingter esofagus bawah inkompeten
  10. Perlambatan pengosongan lambung
  11. Terpasang selang nasogastrik
  12. Terpasang trakeostomi atau ETT
  13. Trauma/pembedahan leher, mulut, dan/atau wajah
  14. Efek agen farmakologis
  15. Ketidakmatangan koordinasi menghisap, menelan, dan bernapas.

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan risiko, yang berarti penulisannya menggunakan metode dua bagian, yaitu:

[masalah] + [faktor risiko]

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Risiko aspirasi dibuktikan dengan gangguan menelan.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Risiko aspirasi d.d gangguan menelan.

Perhatikan:

  1. Masalah = Risiko aspirasi
  2. Faktor risiko = Gangguan menelan
  3. d.d = dibuktikan dengan
  4. Diagnosis risiko tidak menggunakan berhubungan dengan (b.d) karena tidak memiliki etiologi.

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis Risiko aspirasi adalah: “tingkat aspirasi menurun.”

Tingkat aspirasi menurun diberi kode L.01006 dalam SLKI.

Tingkat aspirasi menurun berarti ada penurunan masuknya partikel cair atau padat ke dalam paru-paru.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa tingkat aspirasi menurun adalah:

  1. Tingkat kesadaran meningkat
  2. Kemampuan menelan meningkat
  3. Dispnea menurun
  4. Kelemahan otot menurun
  5. Akumulasi sekret menurun

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka tingkat aspirasi menurun, dengan kriteria hasil:

  1. Tingkat kesadaran meningkat
  2. Kemampuan menelan meningkat
  3. Dispnea menurun
  4. Kelemahan otot menurun
  5. Akumulasi sekret menurun

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka tingkat aspirasi
  2. Ekspektasi = menurun
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis risiko aspirasi adalah:

  1. Manajemen jalan napas
  2. Pencegahan respirasi

Manajemen Jalan Napas (I.01011)

Intervensi manajemen jalan napas dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.01011).

Manajemen jalan napas adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen jalan napas berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
  2. Monitor bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling, mengi, wheezing, ronchi kering)
  3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik

  1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw thrust jika curiga trauma fraktur servikal)
  2. Posisikan semi-fowler atau fowler
  3. Berikan minum hangat
  4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
  5. Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
  6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
  7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
  8. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

  1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi
  2. Ajarkan Teknik batuk efektif

Kolaborasi

  1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

Pencegahan Aspirasi (I.01018)

Intervensi pencegahan aspirasi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.01018).

Pencegahan aspirasi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengurangi risiko masuknya partikel makanan/cairan ke dalam paru-paru.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi pencegahan aspirasi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  1. Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah, dan kemampuan menelan
  2. Monitor status pernapasan
  3. Monitor bunyi napas, terutama setelah makan/minum
  4. Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral
  5. Periksa kepatenan selang nasogastric sebelum memberi asupan oral

Terapeutik

  1. Posisikan semi fowler (30 – 45 derajat) 30 menit sebelum memberi asupan oral
  2. Pertahankan posisi semi fowler (30 – 45 derajat) pada pasien tidak sadar
  3. Pertahankan kepatenan jalan napas (mis. Teknik head-tilt chin-lift, jaw thrust, in line)
  4. Pertahankan pengembangan balon endotracheal tube (ETT)
  5. Lakukan penghisapan jalan napas, jika produksi sekret meningkat
  6. Sediakan suction di ruangan
  7. Hindari memberi makan melalui selang gastrointestinal, jika residu banyak
  8. Berikan makanan dengan ukuran kecil dan lunak
  9. Berikan obat oral dalam bentuk cair

Edukasi

  1. Ajarkan makan secara perlahan
  2. Ajarkan strategi mencegah aspirasi
  3. Ajarkan teknik mengunyah atau menelan, jika perlu

Kolaborasi

  1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika perlu

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori respirasi adalah:

  1. Bersihan jalan napas tidak efektif
  2. Gangguan penyapihan ventilator
  3. Gangguan pertukaran gas
  4. Gangguan ventilasi spontan
  5. Pola napas tidak efektif

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *