Gangguan pertukaran gas

Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler.

Gangguan pertukaran gas terjadi akibat ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, atau perubahan membran alveolus-kapiler.

Diagnosis ini diberi kode D.0003, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori respirasi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan gangguan pertukaran gas secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari tanda dan gejala yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Tanda dan Gejala

Untuk dapat mengangkat diagnosis gangguan pertukaran gas, Perawat harus memastikan bahwa minimal 80% dari  tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

DS:

Mengeluh sesak

DO:

  1. PCO2 meningkat/menurun
  2. PO2 menurun
  3. pH arteri meningkat/menurun
  4. Takikardia
  5. Adanya bunyi napas tambahan (mis. wheezing, rales)

Bila data diatas tidak muncul, atau yang muncul hanya satu atau dua saja (kurang dari 80%), maka Perawat harus mempertimbangkan adanya masalah lain, misalnya “pola napas tidak efektif” atau “bersihan jalan napas tidak efektif,” yang sama-sama masalah keperawatan pada sub kategori respirasi dalam SDKI.

Penyebab (Etiologi)

Penyebab (etiologi) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan.

Penyebab inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “berhubungan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan.

Penyebab (etiologi) untuk masalah gangguan pertukaran gas adalah:

  1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
  2. Perubahan membran alveolus-kapiler.

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya menggunakan metode tiga bagian, yaitu:

[masalah] + [penyebab][tanda/gejala].

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi dibuktikan dengan napas sesak, PCO2 menurun, PO2 menurun, pH arteri meningkat, takikardia, wheezing.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d napas sesak, PCO2 menurun, PO2 menurun, pH arteri meningkat, takikardia, wheezing.

Perhatikan:

  1. Masalah = Gangguan pertukaran gas
  2. Penyebab = ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
  3. Tanda/gejala = napas sesak, dst.
  4. b.d = berhubungan dengan
  5. d.d = dibuktikan dengan

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis gangguan pertukaran gas adalah: “pertukaran gas meningkat.”

Pertukaran gas meningkat diberi kode L.01003 dalam SLKI.

Pertukaran gas meningkat berarti oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida pada membrane alveolus-kapiler dalam batas normal.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa pertukaran gas meningkat adalah:

  1. Dispnea menurun
  2. Bunyi napas tambahan menurun
  3. Takikardia menurun
  4. PCO2 membaik
  5. PO2 membaik
  6. pH arteri membaik

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka pertukaran gas meningkat, dengan kriteria hasil:

  1. Sesak napas menurun
  2. Wheezing menurun
  3. Takikardia menurun
  4. PCO2 membaik
  5. PO2 membaik
  6. pH arteri membaik.

Perhatikan:

  1. Label = “Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka pertukaran gas
  2. Ekspektasi = “Meningkat”
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis gangguan pertukaran gas adalah:

  1. Pemantauan respirasi
  2. Terapi oksigen.

Pemantauan Respirasi (I.01014)

Intervensi pemantauan respirasi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.01014).

Pemantauan respirasi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan kepatenan jalan napas dan keefektifan pertukaran gas.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi pemantauan respirasi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
  2. Monitor pola napas (seperti bradypnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-stokes, biot, ataksik)
  3. Monitor kemampuan batuk efektif
  4. Monitor adanya produksi sputum
  5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
  6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
  7. Auskultasi bunyi napas
  8. Monitor saturasi oksigen
  9. Monitor nilai analisa gas darah
  10. Monitor hasil x-ray thoraks

Terapeutik

  1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
  2. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

  1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
  2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.

Terapi Oksigen (I.01026)

Intervensi terapi oksigen dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.01026).

Terapi oksigen adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk memberikan tambahan oksigen dalam rangka mencegah dan mengatasi kekurangan oksigen jaringan.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi terapi oksigen berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  1. Monitor kecepatan aliran oksigen
  2. Monitor posisi alat terapi oksigen
  3. Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang diberikan cukup
  4. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. Oksimetri, Analisa gas darah), jika perlu
  5. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
  6. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
  7. Monitor monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelektasis
  8. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
  9. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen

Terapeutik

  1. Bersihkan sekret pada mulut, hidung, dan trakea, jika perlu
  2. Pertahankan kepatenan jalan napas
  3. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
  4. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
  5. Tetap berikan oksigen saat pasien di transportasi
  6. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas pasien

Edukasi

  1. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen dirumah

Kolaborasi

  1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
  2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori respirasi adalah:

  1. Bersihan jalan napas tidak efektif
  2. Gangguan penyapihan ventilator
  3. Gangguan ventilasi spontan
  4. Pola napas tidak efektif
  5. Risiko aspirasi

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *