Gangguan ventilasi spontan

Gangguan ventilasi spontan adalah penurunan cadangan energi yang mengakibatkan pasien tidak mampu bernapas secara adekuat.

Diagnosis ini diberi kode D.0004, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori respirasi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan gangguan ventilasi spontan secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari tanda dan gejala yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Tanda dan Gejala

Untuk dapat mengangkat diagnosis gangguan ventilasi spontan, Perawat harus memastikan bahwa minimal 80% dari  tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

DS:

Mengeluh sesak (dispnea)

DO:

  1. Penggunaan otot bantu napas meningkat
  2. Volume tidak menurun
  3. PCO2 meningkat
  4. PO2 menurun
  5. SaO2 menurun

Bila data diatas tidak muncul, atau yang muncul hanya satu atau dua saja (kurang dari 80%), maka Perawat harus mempertimbangkan adanya masalah lain, misalnya “pola napas tidak efektif” atau “gangguan pertukaran gas,” yang sama-sama masalah keperawatan pada sub kategori respirasi dalam SDKI.

Penyebab (Etiologi)

Penyebab (etiologi) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan.

Penyebab inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “berhubungan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan.

Penyebab (etiologi) untuk masalah gangguan ventilasi spontan adalah:

  1. Gangguan metabolisme
  2. Kelelahan otot pernapasan

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya menggunakan metode tiga bagian, yaitu:

[masalah] + [penyebab][tanda/gejala].

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan dibuktikan dengan dispnea, penggunaan otot bantu napas meningkat, PCO2 meningkat, PO2 menurun, SaO2 menurun.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Gangguan ventilasi spontan b.d kelelahan otot pernapasan d.d dispnea, penggunaan otot bantu napas meningkat, PCO2 meningkat, PO2 menurun, SaO2 menurun.

Perhatikan:

  1. Masalah = Gangguan ventilasi spontan
  2. Penyebab = kelelahan otot pernapasan
  3. Tanda/gejala = dispnea, dst.
  4. b.d = berhubungan dengan
  5. d.d = dibuktikan dengan

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis gangguan ventilasi spontan adalah: “ventilasi spontan meningkat.”

Ventilasi spontan meningkat diberi kode L.01007 dalam SLKI.

Ventilasi spontan meningkat adalah peningkatan keadekuatan cadangan energi sehingga pasien mampu bernapas secara adekuat.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa ventilasi spontan meningkat adalah:

  1. Dispnea menurun
  2. Penggunaan otot bantu napas menurun
  3. Volume tidak membaik
  4. PCO2 membaik
  5. PO2 membaik
  6. SaO2 membaik

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka ventilasi spontan meningkat, dengan kriteria hasil:

  1. Dispnea menurun
  2. Penggunaan otot bantu napas menurun
  3. Volume tidak membaik
  4. PCO2 membaik
  5. PO2 membaik
  6. SaO2 membaik

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka ventilasi spontan
  2. Ekspektasi = Meningkat”
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis gangguan ventilasi spontan adalah:

  1. Dukungan ventilasi
  2. Pemantauan respirasi

Dukungan Ventilasi (I.01002)

Intervensi dukungan ventilasi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.01002).

Dukungan ventilasi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk memfasilitasi pasien agar dapat mempertahankan pernapasan spontan dalam rangka memaksimalkan pertukaran gas di paru-paru.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi dukungan ventilasi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas
  • Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status pernapasan
  • Monitor status respirasi dan oksigenasi (misal: frekuensi dan kedalaman napas, penggunaan otot bantu napas, bunyi napas tambahan, saturasi oksigen)

Terapeutik

  • Pertahankan kepatenan jalan napas
  • Berikan posisi semi-fowler dan fowler
  • Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin
  • Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan (misal: nasal kanul, masker wajah, masker rebreathing atau non-rebreathing)
  • Gunakan bag-valve mask, jika perlu

Edukasi

  • Ajarkan melakukan Teknik relaksasi napas dalam
  • Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
  • Ajarkan Teknik batuk efektif

Kolaborasi

Pemantauan Respirasi (I.01014)

Intervensi pemantauan respirasi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.01014).

Pemantauan respirasi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan kepatenan jalan napas dan keefektifan pertukaran gas.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi pemantauan respirasi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
  • Monitor pola napas (seperti bradypnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-stokes, biot, ataksik)
  • Monitor kemampuan batuk efektif
  • Monitor adanya produksi sputum
  • Monitor adanya sumbatan jalan napas
  • Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
  • Auskultasi bunyi napas
  • Monitor saturasi oksigen
  • Monitor nilai analisa gas darah
  • Monitor hasil x-ray thoraks

Terapeutik

  • Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
  • Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

  • Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
  • Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori respirasi adalah:

  1. Bersihan jalan napas tidak efektif
  2. Gangguan penyapihan ventilator
  3. Gangguan pertukaran gas
  4. Pola napas tidak efektif
  5. Risiko aspirasi

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *