Ikterik neonatus

Ikterik neonatus merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai kulit dan membran mukosa neonatus menguning setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam sirkulasi.

Diagnosis ini diberi kode D.0024, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori nutrisi dan cairan dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan ikterik neonatus secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari tanda dan gejala yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Penyebab (Etiologi)

Penyebab (etiologi) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan.

Penyebab inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “berhubungan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan.

Penyebab (etiologi) untuk masalah ikterik neonatus adalah:

  1. Penurunan berat badan abnormal ( > 7 – 8% pada bayi baru lahir yang menyusu ASI, > 15% pada bayi cukup bulan)
  2. Pola makan tidak ditetapkan dengan baik
  3. Kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin
  4. Usia kurang dari 7 hari
  5. Keterlambatan pengeluaran feses (mekonium)

Tanda dan Gejala

Untuk dapat mengangkat diagnosis ikterik neonatus, Perawat harus memastikan bahwa tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

DS:

Tidak ada

DO:

  1. Profil darah abnormal (hemolisis, bilirubin serum total > 2 mg/dL, bilirubin serum total pada rentang risiko tinggi menurut usia pada normogram spesifik waktu)
  2. Membran mukosa kuning
  3. Kulit kuning
  4. Sklera kuning

Bila data diatas tidak tampak pada pasien, atau yang muncul hanya satu atau dua saja (kurang dari 80%), maka Perawat harus melihat kemungkinan masalah lain pada daftar diagnosis keperawatan, atau diagnosis keperawatan lain yang masuk dalam sub kategori  nutrisi dan cairan pada SDKI.

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya menggunakan metode tiga bagian, yaitu:

[masalah] + [penyebab][tanda/gejala].

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Ikterik neonatus berhubungan dengan penurunan berat badan abnormal dibuktikan dengan bilirubin total 2,5 mg/dL, membran mukosa kuning, kulit kuning, sklera kuning.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Ikterik neonatus b.d penurunan berat badan abnormal d.d bilirubin total 2,5 mg/dL, membran mukosa kuning, kulit kuning, sklera kuning.

Perhatikan:

  1. Masalah = Ikterik neonatus
  2. Penyebab = Penurunan berat badan abnormal
  3. Tanda/gejala = Bilirubin total 2,5 mg/dL… dst
  4. b.d = berhubungan dengan
  5. d.d = dibuktikan dengan

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis ikterik neonatus adalah: “integritas kulit dan jaringan meningkat.”

Integritas kulit dan jaringan meningkat diberi kode L.14125 dalam SLKI.

Integritas kulit dan jaringan meningkat adalah kondisi dimana keutuhan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligament) meningkat.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa integritas kulit dan jaringan meningkat adalah:

  1. Kerusakan jaringan menurun
  2. Kerusakan laporan kulit menurun

Bila kita perhatikan kriteria hasil diatas, tampak ketidakcocokan antara hasil yang diharapkan dengan tanda dan gejala yang muncul pada diagnosis ikterik neonatus.

Berdasarkan Analisa penulis, seharusnya luaran utama yang tepat adalah “adaptasi neonatus meningkat.” Namun dalam SLKI, adaptasi neonatus dimasukan sebagai luaran tambahan untuk diagnosis ikterik neonatus.

Adaptasi neonatus diberi kode L.10098 dalam SLKI.

Adaptasi neonatus meningkat berarti proses penyesuaian fungsional neonatus dari kehidupan intra uterin ke ekstra uterin meningkat.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa adaptasi neonatus meningkat adalah:

  1. Berat badan meningkat
  2. Memberan mukosa kuning menurun
  3. Kulit kuning menurun
  4. Sklera kuning menurun

Dalam artikel ini, kita akan menggunakan adaptasi neonatus meningkat sebagai luaran dari diagnosis ikterik neonatus.

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka adaptasi neonatus meningkat, dengan kriteria hasil:

  1. Berat badan meningkat
  2. Memberan mukosa kuning menurun
  3. Kulit kuning menurun
  4. Sklera kuning menurun

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka adaptasi neonatus
  2. Ekspektasi = Meningkat
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis ikterik neonatus adalah:

  1. Fototerapi neonatus
  2. Perawatan bayi

Fototerapi Neonatus (I.03091)

Intervensi fototerapi neonatus dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.03091).

Fototerapi neonatus adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk memberikan terapi sinar fluorescent yang ditujukan kepada kulit neonatus untuk menurunkan kadar bilirubin.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi fototerapi neonatus berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Monitor ikterik pada sklera dan kulit bayi
  • Identifikasi kebutuhan cairan sesuai dengan usia gestasi dan berat badan
  • Monitor suhu dan tanda vital setiap 4 jam sekali
  • Monitor efek samping fototerapi (mis: hipertermi, diare, rush pada kulit, penurunan berat badan lebih dari  8 – 10%

Terapeutik

  • Siapkan lampu fototerapi dan incubator atau kotak bayi
  • Lepaskan pakaian bayi kecuali popok
  • Berikan penutup mata (eye protector/biliband) pada bayi
  • Ukur jarak antara lampu dan permukaan kulit bayi (30 cm atau tergantung spesifikasi lampu fototerapi)
  • Biarkan tubuh bayi terpapar sinar fototerapi secara berkelanjutan
  • Ganti segera alas dan popok bayi jika BAB/BAK
  • Gunakan linen berwarna putih agar memantulkan cahaya sebanyak mungkin

Edukasi

  • Anjurkan ibu menyusui sekitar 20 – 30 menit
  • Anjurkan ibu menyusui sesering mungkin

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian darah vena bilirubin direk dan indirek

Perawatan Bayi (I.10338)

Intervensi perawatan bayi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.10338).

Perawatan bayi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan merawat Kesehatan bayi.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi perawatan bayi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Monitor tanda-tanda vital bayi (terutama suhu 36°C – 37°C)

Terapeutik

  • Mandikan bayi dengan suhu ruangan 21 – 24°C
  • Mandikan bayi dalam waktu 5 – 10 menit dan 2 kali dalam sehari
  • Rawat tali pusat secara terbuka (tali pusat tidak dibungkus apapun)
  • Bersihkan pangkal tali pusat dengan lidi kapas yang telah diberi air matang
  • Kenakan popok bayi di bawah umbilicus jika tali pusat belum terlepas
  • Lakukan pemijatan bayi
  • Ganti popok bayi jika basah
  • Kenakan pakaian bayi dari bahan katun

Edukasi

  • Anjurkan ibu menyusui sesuai kebutuhan bayi
  • Ajarkan ibu cara merawat bayi di rumah
  • Ajarkan cara pemberian makanan pendamping ASI pada bayi > 6 bulan

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori  nutrisi dan cairan adalah:

  1. Berat badan lebih
  2. Defisit nutrisi
  3. Diare
  4. Disfungsi motilitas gastrointestinal
  5. Hipervolemia
  6. Hipovolemia
  7. Kesiapan peningkatan keseimbangan cairan
  8. Kesiapan peningkatan nutrisi
  9. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
  10. Menyusui efektif
  11. Menyusui tidak efektif
  12. Obesitas
  13. Risiko berat badan lebih
  14. Risiko defisit nutrisi
  15. Risiko disfungsi motilitas gastrointestinal
  16. Risiko hipovolemia
  17. Risiko ikterik neonatus
  18. Risiko ketidakseimbangan cairan
  19. Risiko ketidakseimbangan elektrolit
  20. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
  21. Risiko syok

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply