Risiko hipovolemia merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai berisiko mengalami penurunan volume cairan intravaskular, interstitial, dan/atau intraselular.
Diagnosis ini diberi kode D.0034, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori nutrisi dan cairan dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).
Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan risiko hipovolemia secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.
Kita akan mempelajari faktor risiko yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.
Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:
Faktor Risiko
Faktor risiko adalah kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan pasien mengalami masalah Kesehatan.
Faktor risiko inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “dibuktikan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan risiko.
Untuk dapat mengangkat diagnosis risiko hipovolemia, Perawat harus memastikan bahwa salah satu dari risiko dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:
- Kehilangan cairan secara aktif
- Gangguan absorpsi cairan
- Usia lanjut
- Kelebihan berat badan
- Status hipermetabolik
- Kegagalan mekanisme regulasi
- Evaporasi
- Kekurangan intake cairan
- Efek agen farmakologis
Penulisan Diagnosis
Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan risiko, yang berarti penulisannya menggunakan metode dua bagian, yaitu:
[masalah] + [faktor risiko]
Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:
Risiko hipovolemia dibuktikan dengan kekurangan intake cairan.
Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:
Risiko hipovolemia d.d kekurangan intake cairan.
Perhatikan:
- Masalah = Risiko hipovolemia
- Faktor risiko = Kekurangan intake cairan
- d.d = dibuktikan dengan
- Diagnosis risiko tidak menggunakan berhubungan dengan (b.d) karena tidak memiliki etiologi.
Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”
Luaran (HYD)
Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis risiko hipovolemia adalah: “status cairan membaik.”
Status cairan membaik diberi kode L.03028 dalam SLKI.
Status cairan membaik adalah kondisi dimana volume cairan ruang intravascular, interstitial, dan/atau intraseluer membaik.
Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa status cairan membaik adalah:
- Kekuatan nadi meningkat
- Output urin meningkat
- Membran mukosa lembab meningkat
- Ortopnea menurun
- Dispnea menurun
- Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) menurun
- Edema anasarka menurun
- Edema perifer menurun
- Frekuensi nadi membaik
- Tekanan darah membaik
- Turgor kulit membaik
- Jugular venous pressure membaik
- Hemoglobin membaik
- Hematokrit membaik
Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:
[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].
Contoh:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka status cairan membaik, dengan kriteria hasil:
- Output urin meningkat
- Membran mukosa lembab meningkat
- Tekanan darah membaik
- Frekuensi nadi membaik
- Turgor kulit membaik
Perhatikan:
- Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka status cairan
- Ekspektasi = Membaik
- Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,
Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”
Intervensi
Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.
Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.
Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.
Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.
Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis Risiko hipovolemia adalah:
- Manajemen hipovolemia
- Pemantauan cairan
Manajemen hipovolemia (I.03116)
Intervensi manajemen hipovolemia dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.03116).
Manajemen hipovolemia adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola penurunan volume cairan intravaskuler.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen hipovolemia berdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
- Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis: frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
- Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
- Hitung kebutuhan cairan
- Berikan posisi modified Trendelenburg
- Berikan asupan cairan oral
Edukasi
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis: NaCL, RL)
- Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis: glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
- Kolaborasi pemberian cairan koloid (albumin, plasmanate)
- Kolaborasi pemberian produk darah
Pemantauan Cairan (I.03121)
Intervensi pemantauan cairan dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.03121).
Pemantauan cairan adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengumpulkan dan menganalisis data terkait pengaturan keseimbangan cairan.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi pemantauan cairan berdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
- Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
- Monitor frekuensi napas
- Monitor tekanan darah
- Monitor berat badan
- Monitor waktu pengisian kapiler
- Monitor elastisitas atau turgor kulit
- Monitor jumlah, warna, dan berat jenis urin
- Monitor kadar albumin dan protein total
- Monitor hasil pemeriksaan serum (mis: osmolaritas serum, hematokrit, natrium, kalium, dan BUN)
- Monitor intake dan output cairan
- Identifikasi tanda-tanda hypovolemia (mis: frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, hasil, lemah, konsentrasi urin meningkat, berat badan menurun dalam waktu singkat)
- Identifikasi tanda-tanda hypervolemia (mis: dispnea, edema perifer, edema anasarca, JVP meningkat, CVP meningkat, refleks hepatojugular positif, berat badan menurun dalam waktu singkat)
- Identifikasi faktor risiko ketidakseimbagnan cairan (mis: prosedur pembedahan mayor, trauma/perdarahan, luka bakar, apheresis, obstruksi intestinal, peradangan pancreas, penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi intestinal)
Terapeutik
- Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Diagnosis Terkait
Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori nutrisi dan cairan adalah:
- Berat badan lebih
- Defisit nutrisi
- Diare
- Disfungsi motilitas gastrointestinal
- Hipervolemia
- Hipovolemia
- Ikterik neonatus
- Kesiapan peningkatan keseimbangan cairan
- Kesiapan peningkatan nutrisi
- Ketidakstabilan kadar glukosa darah
- Menyusui efektif
- Menyusui tidak efektif
- Obesitas
- Risiko berat badan lebih
- Risiko defisit nutrisi
- Risiko disfungsi motilitas gastrointestinal
- Risiko ikterik neonatus
- Risiko ketidakseimbangan cairan
- Risiko ketidakseimbangan elektrolit
- Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
- Risiko syok
Referensi
- PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
- PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
- PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.