Hipovolemia

Hipovolemia merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai penurunan volume cairan intravaskular, interstitial, dan/atau intraselular.

Diagnosis ini diberi kode D.0023, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori nutrisi dan cairan dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan hipovolemia secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari tanda dan gejala yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Penyebab (Etiologi)

Penyebab (etiologi) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan.

Penyebab inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “berhubungan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan.

Penyebab (etiologi) untuk masalah hipovolemia adalah:

  1. Kehilangan cairan aktif
  2. Kegagalan mekanisme regulasi
  3. Peningkatan permeabilitas kapiler
  4. Kekurangan intake cairan
  5. Evaporasi

Tanda dan Gejala

Untuk dapat mengangkat diagnosis hipovolemia, Perawat harus memastikan bahwa tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

DS:

Tidak ada

DO:

  1. Frekuensi nadi meningkat
  2. Nadi teraba lemah
  3. Tekanan darah menurun
  4. Tekanan nadi menyempit
  5. Turgor kulit menurun
  6. Membran mukosa kering
  7. Volume urin menurun
  8. Hematokrit meningkat

Bila data diatas tidak tampak pada pasien, atau yang muncul hanya satu atau dua saja (kurang dari 80%), maka Perawat harus melihat kemungkinan masalah lain pada daftar diagnosis keperawatan, atau diagnosis keperawatan lain yang masuk dalam sub kategori  nutrisi dan cairan pada SDKI.

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya menggunakan metode tiga bagian, yaitu:

[masalah] + [penyebab][tanda/gejala].

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dibuktikan dengan frekuensi nadi 110 kali/menit, nadi teraba lemah, tekanan darah 80/50 mmHg, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urin menurun.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Hipovolemia b.d peningkatan permeabilitas kapiler d.d frekuensi nadi 110 kali/menit, nadi teraba lemah, tekanan darah 80/50 mmHg, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urin menurun.

Perhatikan:

  1. Masalah = Hipovolemia
  2. Penyebab = Peningkatan permeabilitas kapiler
  3. Tanda/gejala = Frekuensi nadi… dst
  4. b.d = berhubungan dengan
  5. d.d = dibuktikan dengan

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis hipovolemia adalah: “status cairan membaik.”

Status cairan membaik diberi kode L.03028 dalam SLKI.

Status cairan membaik adalah kondisi dimana volume cairan ruang intravascular, interstitial, dan/atau intraseluer membaik.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa status cairan membaik adalah:

  1. Kekuatan nadi meningkat
  2. Output urin meningkat
  3. Membran mukosa lembab meningkat
  4. Ortopnea menurun
  5. Dispnea menurun
  6. Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) menurun
  7. Edema anasarka menurun
  8. Edema perifer menurun
  9. Frekuensi nadi membaik
  10. Tekanan darah membaik
  11. Turgor kulit membaik
  12. Jugular venous pressure membaik
  13. Hemoglobin membaik
  14. Hematokrit membaik

Bila kita perhatikan kriteria hasil diatas, tampak ketidakcocokan antara hasil yang diharapkan dengan tanda dan gejala yang muncul pada diagnosis hipovolemia.

Berdasarkan Analisa Perawat.Org, seharusnya luaran yang tepat adalah “keseimbangan cairan meningkat.”

Keseimbangan cairan meningkat diberi kode L.03020 dalam SLKI.

Keseimbangan cairan meningkat berarti terdapar kondisi ekuilibrium (seimbang) antara volume cairan di ruang intraselular dan ekstraselular tubuh.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa keseimbangan cairan meningkat adalah:

  1. Asupan cairan meningkat
  2. Output urin meningkat
  3. Membrane mukosa lembab meningkat
  4. Edema menurun
  5. Dehidrasi menurun
  6. Tekanan darah membaik
  7. Frekuensi nadi membaik
  8. Kekuatan nadi membaik
  9. Tekanan arteri rata-rata membaik
  10. Mata cekung membaik
  11. Turgor kulit membaik

Dalam artikel ini, kita akan menggunakan keseimbangan cairan meningkat sebagai luaran dari diagnosis hipovolemia.

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka keseimbangan cairan meningkat, dengan kriteria hasil:

  1. Output urin meningkat
  2. Membrane mukosa lembab meningkat
  3. Tekanan darah membaik
  4. Frekuensi nadi membaik
  5. Kekuatan nadi membaik

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka keseimbangan cairan
  2. Ekspektasi = Meningkat
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis hipovolemia adalah:

  1. Manajemen hipovolemia
  2. Manajemen syok hipovolemik

Manajemen Hipovolemia (I.03116)

Intervensi manajemen hipovolemia dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.03116).

Manajemen hipovolemia adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola penurunan volume cairan intravaskuler.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen hipovolemia berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis: frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
  • Monitor intake dan output cairan

Terapeutik

  • Hitung kebutuhan cairan
  • Berikan posisi modified Trendelenburg
  • Berikan asupan cairan oral

Edukasi

  • Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
  • Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis: NaCL, RL)
  • Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis: glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
  • Kolaborasi pemberian cairan koloid (albumin, plasmanate)
  • Kolaborasi pemberian produk darah

Manajemen Syok Hipovolemik (I.03116)

Intervensi manajemen syok hipovolemik dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.03116).

Manajemen syok hipovolemik adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola ketidakmampuan tubuh menyediakan oksigen dan nutrient untuk mencukupi kebutuhan jaringan akibat kehilangan cairan/darah berlebih.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen syok hipovolemik berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, MAP)
  • Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)
  • Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
  • Periksa tingkat kesadaran dan respon pupil
  • Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap adanya DOTS (deformity/deformitas, open wound/luka terbuka, tenderness/nyeri tekan, swelling/bengkak)

Terapeutik

  • Pertahankan jalan napas paten
  • Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%
  • Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu
  • Lakukan penekanan langsung (direct pressure) pada perdarahan eksternal
  • Berikan posisi syok (modified trendelenberg)
  • Pasang jalur IV berukuran besar (mis: nomor 14 atau 16)
  • Pasang kateter urin untuk menilai produksi urin
  • Pasang selang nasogastrik untuk dekompresi lambung
  • Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 1 – 2 L pada dewasa
  • Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 20 mL/kgBB pada anak
  • Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori  nutrisi dan cairan adalah:

  1. Berat badan lebih
  2. Defisit nutrisi
  3. Diare
  4. Disfungsi motilitas gastrointestinal
  5. Hipervolemia
  6. Ikterik neonatus
  7. Kesiapan peningkatan keseimbangan cairan
  8. Kesiapan peningkatan nutrisi
  9. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
  10. Menyusui efektif
  11. Menyusui tidak efektif
  12. Obesitas
  13. Risiko berat badan lebih
  14. Risiko defisit nutrisi
  15. Risiko disfungsi motilitas gastrointestinal
  16. Risiko hipovolemia
  17. Risiko ikterik neonatus
  18. Risiko ketidakseimbangan cairan
  19. Risiko ketidakseimbangan elektrolit
  20. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
  21. Risiko syok

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *