gangguan persepsi sensori

Gangguan persepsi sensori merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan, atau terdistorsi.

Diagnosis ini diberi kode D.0085, masuk dalam kategori psikologis, subkategori integritas ego dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan gangguan persepsi sensori secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari tanda dan gejala yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Tanda dan Gejala

Untuk dapat mengangkat diagnosis gangguan persepsi sensori, Perawat harus memastikan bahwa minimal 80% dari tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

DS:

  • Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan
  • Merasakan sesuatu melalui indera penciuman, perabaan, atau pengecapan

DO:

  • Distorsi sensori
  • Respons tidak sesuai
  • Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba, atau mencium sesuatu

Bila minimal 80% data diatas tidak tampak pada pasien, maka Perawat harus melihat kemungkinan masalah lain pada daftar diagnosis keperawatan, atau diagnosis keperawatan lain yang masuk dalam sub kategori integritas ego pada SDKI.

Penyebab (Etiologi)

Penyebab (etiologi) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan.

Penyebab inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “berhubungan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan.

Penyebab (etiologi) untuk masalah gangguan persepsi sensori adalah:

  1. Gangguan penglihatan
  2. Gangguan pendengaran
  3. Gangguan penghiduan
  4. Gangguan perabaan
  5. Hipoksia serebral
  6. Penyalahgunaan zat
  7. Usia lanjut
  8. Pemajanan toksin lingkungan

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya menggunakan metode tiga bagian, yaitu:

[masalah] + [penyebab][tanda/gejala].

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan pendengaran dibuktikan dengan mendengar suara bisikan, distorsi sensori, respons tidak sesuai, bersikap seolah mendengar sesuatu.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pendengaran d.d mendengar suara bisikan, merasakan sesuatu melalui indera pendengaran, distorsi sensori, respons tidak sesuai, bersikap seolah mendengar sesuatu.

Perhatikan:

  1. Masalah = Gangguan persepsi sensori
  2. Penyebab = gangguan pendengaran
  3. Tanda/gejala = mendengar suara bisikan, dst
  4. b.d = berhubungan dengan
  5. d.d = dibuktikan dengan

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis gangguan persepsi sensori adalah: “persepsi sensori membaik.”

Persepsi sensori membaik diberi kode L.09083 dalam SLKI.

Persepsi sensori membaik berarti membaiknya persepsi realitas terhadap stimulus baik internal maupun eksternal.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa persepsi sensori membaik adalah:

  1. Verbalisasi mendengar bisikan menurun
  2. Vernalisasi melihat bayangan menurun
  3. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indera perabaan menurun
  4. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indera penciuman menurun
  5. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indera pengecapan menurun
  6. Distorsi sensori menurun
  7. Perilaku halusinasi menurun
  8. Respons sesuai stimulus membaik

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka persepsi sensori membaik, dengan kriteria hasil:

  1. Verbalisasi mendengar bisikan menurun
  2. Distorsi sensori menurun
  3. Perilaku halusinasi menurun
  4. Respons sesuai stimulus membaik

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka persepsi sensori
  2. Ekspektasi = Membaik
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis gangguan persepsi sensori adalah:

  1. Manajemen halusinasi
  2. Minimalisasi rangsangan
  3. Pengekangan kimiawi

Manajemen Halusinasi (I.09288)

Intervensi manajemen halusinasi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.09288).

Manajemen halusinasi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola peningkatan keamanan, kenyamanan, dan orientasi realita.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen halusinasi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Monitor perilaku yang mengindikasikan halusinasi
  • Monitor dan sesuaikan tingkat aktivitas dan stimulasi lingkungan
  • Monitor isi halusinasi (mis: kekerasan atau membahayakan diri)

Terapeutik

  • Pertahankan lingkungan yang aman
  • Lakukan Tindakan keselamatan Ketika tidak dapat mengontrol perilaku (mis: limit setting, pembatasan wilayah, pengekangan fisik, seklusi)
  • Diskusikan perasaan dan respons terhadap halusinasi
  • Hindari perdebatan tentang validitas halusinasi

Edukasi

  • Anjurkan memonitor sendiri situasi terjadinya halusinasi
  • Anjurkan bicara pada orang yang dipercaya untuk memberi dukungan dan umpan balik korektif terhadap halusinasi
  • Anjurkan melakukan distraksi (mis: mendengarkan music, melakukan aktivitas dan Teknik relaksasi)
  • Ajarkan pasien dan keluarga cara mengontrol halusinasi

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian obat antipsikotik dan antiansietas, jika perlu

Minimalisasi Rangsangan (I.08241)

Intervensi minimalisasi rangsangan dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.08241).

Minimalisasi rangsangan adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengurangi jumlah atau pola rangsangan yang ada (baik internal atau eksternal).

Tindakan yang dilakukan pada intervensi minimalisasi rangsangan berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Periksa status mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan (mis: nyeri, kelelahan)

Terapeutik

  • Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori (mis: bising, terlalu terang)
  • Batasi stimulus lingkungan (mis: cahaya, suara, aktivitas)
  • Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
  • Kombinasikan prosedur/Tindakan dalam satu waktu, sesuai kebutuhan

Edukasi

  • Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (mis: mengatur pencahayaan ruangan, mengurangi kebisingan, membatasi kunjungan)

Kolaborasi

  • Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur/tindakan
  • Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi persepsi stimulus

Pengekangan Kimiawi (I.09301)

Intervensi pengekangan kimiawi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.09301).

Pengekangan kimiawi adalah penatalaksanaan, pemantauan, dan penghentian agen psikotropika yang digunakan untuk mengendalikan perilaku ekstrim individu.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi pengekangan kimiawi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi kebutuhan untuk dilakukan pengekangan (mis: agitasi, kekerasan)
  • Monitor Riwayat pengobatan dan alergi
  • Monitor respon sebelum dan sesudah pengekangan
  • Monitor tingkat kesadaran, tanda-tanda vital, warna kulit, suhu, sensasi dan kondisi secara berkala
  • Monitor kebutuhan nutrisi, cairan, dan eliminasi

Terapeutik

  • Lakukan supervisi dan survelensi dalam memonitor Tindakan
  • Beri posisi nyaman untuk mencegah aspirasi dan kerusakan kulit
  • Ubah posisi tubuh secara periodik
  • Libatkan pasien dan/atau keluarga dalam membuat keputusan

Edukasi

  • Jelaskan tujuan dan prosedur pengekangan
  • Latih rentang gerak sendi sesuai kondisi pasien

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian agen psikotropika untuk pengekangan kimiawi

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori psikologis dan subkategori integritas ego adalah:

  1. Ansietas
  2. Berduka
  3. Distres spiritual
  4. Gangguan citra tubuh
  5. Gangguan identitas diri
  6. Harga diri rendah kronis
  7. Harga diri rendah situasional
  8. Keputusasaan
  9. Kesiapan peningkatan konsep diri
  10. Kesiapan peningkatan koping keluarga
  11. Kesiapan peningkatan koping komunitas
  12. Ketidakberdayaan
  13. Ketidakmampuan koping keluarga
  14. Koping defensif
  15. Koping komunitas tidak efektif
  16. Koping tidak efektif
  17. Penurunan koping keluarga
  18. Penyangkalan tidak efektif
  19. Perilaku Kesehatan cenderung berisiko
  20. Risiko distres spiritual
  21. Risiko harga diri rendah kronis
  22. Risiko harga diri rendah situasional
  23. Risiko ketidakberdayaan
  24. Sindrom pasca trauma
  25. Waham

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *