sindrom pasca trauma

Sindrom pasca trauma merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai respon maladaptif yang berkelanjutan terhadap kejadian trauma.

Diagnosis ini diberi kode D.0104, masuk dalam kategori psikologis, subkategori integritas ego dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan sindrom pasca trauma secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari tanda dan gejala yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Tanda dan Gejala

Untuk dapat mengangkat diagnosis sindrom pasca trauma, Perawat harus memastikan bahwa minimal 80% tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

DS:

  • Mengungkapkan secara berlebihan atau menghindari pembicaraan kejadian trauma
  • Merasa cemas
  • Teringat Kembali kejadian traumatis

DO:

  • Memori masa lalu terganggu
  • Mimpi buruk berulang
  • Ketakutan berulang
  • Menghindari aktivitas, tempat, atau orang yang membangkitkan kejadian trauma

Bila minimal 80% dari data diatas tidak tampak pada pasien, maka Perawat harus melihat kemungkinan masalah lain pada daftar diagnosis keperawatan, atau diagnosis keperawatan lain yang masuk dalam sub kategori integritas ego pada SDKI.

Penyebab (Etiologi)

Penyebab (etiologi) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan.

Etiologi inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “berhubungan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan.

Adapun penyebab (etiologi) untuk masalah sindrom pasca trauma adalah:

  1. Bencana
  2. Peperangan
  3. Riwayat korban perilaku kekerasan
  4. Kecelakaan
  5. Saksi pembunuhan

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya menggunakan metode tiga bagian, yaitu:

[masalah] + [penyebab][tanda/gejala].

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Sindrom pasca trauma berhubungan dengan riwayat korban perilaku kekerasan dibuktikan dengan menghindari kejadian trauma, merasa cemas, teringat kembali kejadian traumatis, mimpi buruk berulang, ketakutan berulang, menghindari orang yang membangkitkan kejadian trauma.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Sindrom pasca trauma b.d riwayat korban perilaku kekerasan d.d menghindari kejadian trauma, merasa cemas, teringat kembali kejadian traumatis, mimpi buruk berulang, ketakutan berulang, menghindari orang yang membangkitkan kejadian trauma.

Perhatikan:

  1. Masalah = Sindrom pasca trauma
  2. Penyebab = riwayat korban perilaku kekerasan
  3. Tanda/gejala = menghindari kejadian trauma., dst
  4. b.d = berhubungan dengan
  5. d.d = dibuktikan dengan

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis sindrom pasca trauma adalah: “ketahanan personal meningkat.”

Ketahanan personalmeningkat diberi kode L.09073 dalam SLKI.

Ketahanan personal meningkat berarti meningkatnya kapasitas untuk beradaptasi dan berfungsi secara positif setelah mengalami kesulitan atau krisis.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa ketahanan personalmeningkat adalah:

  1. Verbalisasi harapan yang positif meningkat
  2. Menggunakan strategi koping yang efektif meningkat
  3. Verbalisasi perasaan meningkat
  4. Menunjukkan harga diri positif meningkat
  5. Mengambil tanggung jawab meningkat
  6. Mencari dukungan emosional meningkat
  7. Menganggap kesulitan sebagai tantangan meningkat

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka ketahanan personal meningkat, dengan kriteria hasil:

  1. Verbalisasi harapan yang positif meningkat
  2. Menggunakan strategi koping yang efektif meningkat
  3. Verbalisasi perasaan meningkat
  4. Menunjukkan harga diri positif meningkat
  5. Mengambil tanggung jawab meningkat
  6. Mencari dukungan emosional meningkat
  7. Menganggap kesulitan sebagai tantangan meningkat

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka ketahanan personal
  2. Ekspektasi = Meningkat
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis sindrom pasca trauma adalah:

  1. Dukungan proses berduka
  2. Reduksi ansietas

Dukungan Proses Berduka (I.09274)

Intervensi dukungan proses berduka dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.09274).

Dukungan proses berduka adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk memfasilitasi menyelesaikan proses berduka terhadap kehilangan yang bermakna.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi dukungan proses berduka berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi kehilangan yang dihadapi
  • Identifikasi proses berduka yang dialami
  • Identifikasi sifat keterikatan pada benda yang hilang atau orang yang meninggal
  • Identifikasi reaksi awal terhadap kehilangan

Terapeutik

  • Tunjukan sikap menerima dan empati
  • Motivasi agar mau mengungkapkan perasaan kehilangan
  • Motivasi untuk menguatkan dukungan keluarga atau orang terdekat
  • Fasilitasi melakukan kebiasaan sesuai dengan budaya, agama, dan norma sosial
  • Fasilitasi mengekspresikan perasaan dengan cara yang nyaman (mis: membaca buku, menulis, menggambar, atau bermain)
  • Diskusikan strategi koping yang dapat digunakan

Edukasi

  • Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa sikap mengingkari, marah, tawar menawar, depresi, dan menerima adalah wajar dalam menghadapi kehilangan
  • Anjurkan mengidentifikasi ketakutan terbesar pada kehilangan
  • Anjurkan mengekspresikan perasaan tentang kehilangan
  • Ajarkan melewati proses berduka secara bertahap

Reduksi Ansietas (I.09314)

Intervensi reduksi ansietas dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.09314).

Reduksi ansietas adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk meminimalkan kondisi individu dan pengalaman subyektif terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan Tindakan untuk menghadapi ancaman.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi reduksi ansietas berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis: kondisi, waktu, stresor)
  • Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
  • Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)

Terapeutik

  • Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
  • Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
  • Pahami situasi yang membuat ansietas
  • Dengarkan dengan penuh perhatian
  • Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
  • Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
  • Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
  • Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang

Edukasi

  • Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
  • Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis
  • Anjurkan keluarga untuk tetap Bersama pasien, jika perlu
  • Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
  • Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
  • Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
  • Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
  • Latih Teknik relaksasi

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori psikologis dan subkategori integritas ego adalah:

  1. Ansietas
  2. Berduka
  3. Distres spiritual
  4. Gangguan citra tubuh
  5. Gangguan identitas diri
  6. Gangguan persepsi sensori
  7. Harga diri rendah kronis
  8. Harga diri rendah situasional
  9. Keputusasaan
  10. Kesiapan peningkatan konsep diri
  11. Kesiapan peningkatan koping keluarga
  12. Kesiapan peningkatan koping komunitas
  13. Ketidakberdayaan
  14. Ketidakmampuan koping keluarga
  15. Koping defensif
  16. Koping komunitas tidak efektif
  17. Koping tidak efektif
  18. Penurunan koping keluarga
  19. Penyangkalan tidak efektif
  20. Perilaku Kesehatan cenderung berisiko
  21. Risiko distres spiritual
  22. Risiko harga diri rendah kronis
  23. Risiko harga diri rendah situasional
  24. Risiko ketidakberdayaan
  25. Waham

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *