retensi urin

Retensi urin merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap.

Diagnosis ini diberi kode D.0050, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori eliminasi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan retensi urin secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari tanda dan gejala yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Tanda dan Gejala

Untuk dapat mengangkat diagnosis retensi urin, Perawat harus memastikan bahwa minimal 80% dari  tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

DS:

  • Sensasi penuh pada kandung kemih

DO:

  • Disuria/anuria
  • Distensi kandung kemih

Bila data diatas tidak tampak pada pasien, atau yang muncul hanya satu atau dua saja (kurang dari 80%), maka Perawat harus melihat kemungkinan masalah lain pada daftar diagnosis keperawatan, atau diagnosis keperawatan lain yang masuk dalam sub kategori eliminasi pada SDKI.

Penyebab (Etiologi)

Penyebab (etiologi) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan.

Penyebab inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “berhubungan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan.

Penyebab (etiologi) untuk masalah retensi urin, antara lain:

  1. Peningkatan tekanan uretra
  2. Kerusakan arkus refleks
  3. Blok sfingter
  4. Disfungsi neurologis (mis: trauma, penyakit saraf)
  5. Efek agen farmakologis (mis: atropine, belladonna, psikotropik, antihistamin, opiate)

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya menggunakan metode tiga bagian, yaitu:

[masalah] + [penyebab][tanda/gejala].

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Retensi urin berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra dibuktikan dengan sensasi penuh pada kandung kemih, disuria, distensi kandung kemih.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Retensi urin b.d peningkatan tekanan uretra d.d sensasi penuh pada kandung kemih, disuria, distensi kandung kemih.

Perhatikan:

  1. Masalah = Retensi urin
  2. Penyebab = peningkatan tekanan uretra
  3. Tanda/gejala = sensasi penuh pada kandung kemih, dst.
  4. b.d = berhubungan dengan
  5. d.d = dibuktikan dengan

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis retensi urin adalah: “eliminasi urin membaik.”

Eliminasi urin membaik diberi kode L.04034 dalam SLKI.

Eliminasi urin membaik berarti pengosongan kandung kemih yang lengkap membaik.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa eliminasi urin membaik adalah:

  1. Sensasi berkemih meningkat
  2. Desakan berkemih (urgensi) menurun
  3. Distensi kandung kemih menurun
  4. Berkemih tidak tuntas (hesistancy) menurun
  5. Volume residu urin menurun
  6. Urin menetes (dribbling) menurun
  7. Nokturia menurun
  8. Mengompol menurun
  9. Enuresis menurun

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka eliminasi urin membaik, dengan kriteria hasil:

  1. Sensasi berkemih meningkat
  2. Distensi kandung kemih menurun

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka eliminasi urin
  2. Ekspektasi = Membaik
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis retensi urin adalah kateterisasi urin.

Kateterisasi Urin (I.04148)

Intervensi kateterisasi urin dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.04148).

Kateterisasi urin adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk memasukan selang kateter urin ke dalam kandung kemih.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi perawatan kateterisasi urin berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Periksa kondisi pasien (mis: kesadaran, tanda-tanda vital, daerah perineal, distensi kandung kemih, inkontinensia urin, refleks berkemih)

Terapeutik

  • Siapkan peralatan, bahan-bahan, dan ruangan Tindakan
  • Siapkan pasien: bebaskan pakaian bawah dan posisikan dorsal rekumben (untuk Wanita) dan supine (untuk laki-laki)
  • Pasang sarung tangan
  • Bersihkan daerah perineal atau preposium dengan cairan NaCl atau aquades
  • Lakukan insersi kateter urin dengan menerapkan prinsip aseptic
  • Sambungkan kateter urin dengan urin bag
  • Isi balon dengan NaCl 0,9% sesuai anjuran pabrik
  • Fiksasi selang kateter diatas simpisis atau di paha
  • Pastikan urin bag ditempatkan lebih rendah dari kandung kemih
  • Berikan label waktu pemasangan

Edukasi

  • Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter urin
  • Anjurkan menarik napas saat insersi selang kateter

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori eliminasi adalah:

  1. Gangguan eliminasi urin
  2. Inkontinensia fekal
  3. Inkontinensia urin berlanjut
  4. Inkontinensia urin berlebih
  5. Inkontinensia urin fungsional
  6. Inkontinensia urin refleks
  7. Inkontinensia urin stres
  8. Inkontinensia urin urgensi
  9. Kesiapan peningkatan eliminasi urin
  10. Konstipasi
  11. Risiko inkontinensia urin urgensi
  12. Risiko konstipasi

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply