konstipasi

Konstipasi merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai penurunan defekasi normal yang disertai pengeluaran feses sulit dan tidak tuntas serta feses kering dan banyak.

Diagnosis ini diberi kode D.0049, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori eliminasi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan konstipasi secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari tanda dan gejala yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Tanda dan Gejala

Untuk dapat mengangkat diagnosis konstipasi, Perawat harus memastikan bahwa minimal 80% dari  tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

DS:

  • Defekasi kurang dari 2 kali seminggu
  • Pengeluaran feses lama dan sulit

DO:

  • Feses keras
  • Peristaltik usus menurun

Bila data diatas tidak tampak pada pasien, atau yang muncul hanya satu atau dua saja (kurang dari 80%), maka Perawat harus melihat kemungkinan masalah lain pada daftar diagnosis keperawatan, atau diagnosis keperawatan lain yang masuk dalam sub kategori eliminasi pada SDKI.

Penyebab (Etiologi)

Penyebab (etiologi) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan.

Penyebab inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “berhubungan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan.

Penyebab (etiologi) untuk masalah konstipasi terdiri dari penyebab fisiologis, psikologis, dan situasional.

Penyebab fisiologis

  1. Penurunan motilitas gastrointestinal
  2. Ketidakadekuatan pertumbuhan gigi
  3. Ketidakcukupan diet
  4. Ketidakcukupan asupan serat
  5. Ketidakcukupan asupan cairan
  6. Aganglionik (mis: penyakit hircsprung)
  7. Kelemahan otot abdomen

Penyebab psikologis

  1. Konfusi
  2. Depresi
  3. Gangguan emosional

Penyebab situasional

  1. Perubahan kebiasaan makan (mis: jenis makanan, jadwal makan)
  2. Ketidakadekuatan toileting
  3. Aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan
  4. Penyalahgunaan laksatif
  5. Efek agen farmakologis
  6. Ketidakteraturan kebiasaan defekasi
  7. Kebiasaan menahan dorongan defekasi
  8. Perubahan lingkungan

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya menggunakan metode tiga bagian, yaitu:

[masalah] + [penyebab][tanda/gejala].

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal dibuktikan dengan defekasi kurang dari 2 kali seminggu, pengeluaran feses lama dan sulit, feses keras, peristaltik usus menurun.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Konstipasi b.d penurunan motilitas gastrointestinal d.d defekasi kurang dari 2 kali seminggu, pengeluaran feses lama dan sulit, feses keras, peristaltik usus menurun.

Perhatikan:

  1. Masalah = konstipasi
  2. Penyebab = penurunan motilitas gastrointestinal
  3. Tanda/gejala = defekasi kurang dari 2 kali seminggu, dst.
  4. b.d = berhubungan dengan
  5. d.d = dibuktikan dengan

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis konstipasi adalah: “eliminasi fekal membaik.”

Eliminasi fekal membaik diberi kode L.04033 dalam SLKI.

Eliminasi fekal membaik berarti proses pengeluaran feses yang mudah dengan konsistensi, frekuensi, dan bentuk feses yang normal membaik.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa eliminasi fekal membaik adalah:

  1. Kontrol pengeluaran feses meningkat
  2. Keluhan defekasi lama dan sulit menurun
  3. Mengejan saat defekasi menurun
  4. Konsistensi feses membaik
  5. Frekuensi BAB membaik
  6. Peristaltik usus membaik

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka eliminasi fekal membaik, dengan kriteria hasil:

  1. Frekuensi BAB membaik
  2. Keluhan defekasi lama dan sulit menurun
  3. Konsistensi feses membaik
  4. Peristaltik usus membaik

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka eliminasi fekal
  2. Ekspektasi = Membaik
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis konstipasi adalah:

  1. Manajemen eliminasi fekal
  2. Manajemen konstipasi

Manajemen Eliminasi Fekal (I.04151)

Intervensi manajemen eliminasi fekal dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.04151).

Manajemen eliminasi fekal adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola gangguan pola eliminasi fekal.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen eliminasi fekal berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi masalah usus dan penggunaan obat pencahar
  • Identifikasi pengobatan yang berefek pada kondisi gastrointestinal
  • Monitor buang air besar (mis: warna, frekuensi, konsistensi, volume)
  • Monitor tanda dan gejala diare, konstipasi, atau impaksi

Terapeutik

  • Berikan air hangat setelah makan
  • Jadwalkan waktu defekasi Bersama pasien
  • Sediakan makanan tinggi serat

Edukasi

  • Jelaskan jenis makanan yang membantu meningkatkan keteraturan peristaltik usus
  • Anjurkan mencatat warna, frekuensi, konsistensi, volume feses
  • Anjurkan meningkatkan aktivitas fisik, sesuai toleransi
  • Anjurkan pengurangan asupan makanan yang meningkatkan pembentukan gas
  • Anjurkan mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi serat
  • Anjurkan meningkatkan asupan cairan, jika tidak ada kontraindikasi

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian obat supositoria anal, jika perlu

Manajemen Konstipasi (I.04155)

Intervensi manajemen konstipasi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.04155).

Manajemen konstipasi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola pencegahan dan mengatasi sembelit/impaksi.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen konstipasi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Periksa tanda dan gejala konstipasi
  • Periksa pergerakan usus, karakteristik feses (konsistensi, bentuk, volume,  dan warna)
  • Identifikasi faktor risiko konstipasi (mis: obat-obatan, tirah baring, dan diet rendah serat
  • Monitor tanda dan gejala rupture usus dan/atau peritonitis

Terapeutik

  • Anjurkan diet tinggi serat
  • Lakukan masase abdomen, jika perlu
  • Lakukan evaluasi feses secara manual, jika perlu
  • Berikan enema atau irigasi, jika perlu

Edukasi

  • Jelaskan etiologi masalah dan alasan Tindakan
  • Anjurkan peningkatan asupan cairan, jika tidak ada kontraindikasi
  • Latih buang air besar secara teratur
  • Ajarkan cara mengatasi konstipasi/impaksi

Kolaborasi

  • Konsultasi dengan tim medis tentang penurunan/peningkatan frekuensi suara usus
  • Kolaborasi penggunaan obat pencahar, jika perlu

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori eliminasi adalah:

  1. Gangguan eliminasi urin
  2. Inkontinensia fekal
  3. Inkontinensia urin berlanjut
  4. Inkontinensia urin berlebih
  5. Inkontinensia urin fungsional
  6. Inkontinensia urin refleks
  7. Inkontinensia urin stres
  8. Inkontinensia urin urgensi
  9. Kesiapan peningkatan eliminasi urin
  10. Retensi urin
  11. Risiko inkontinensia urin urgensi
  12. Risiko konstipasi

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *