Risiko inkontinensia urin urgensi merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai berisiko mengalami pengeluaran urin yang tidak terkendali.
Diagnosis ini diberi kode D.0051, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori eliminasi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).
Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan risiko inkontinensia urin urgensi secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.
Kita akan mempelajari tanda dan gejala yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.
Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:
Faktor Risiko
Faktor risiko adalah kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan pasien mengalami masalah Kesehatan.
Faktor risiko inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “dibuktikan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan risiko.
Untuk dapat mengangkat diagnosis risiko inkontinensia urin urgensi, Perawat harus memastikan bahwa salah satu dari risiko dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:
- Efek samping obat, kopi, dan alkohol
- Hiperrefleks destrussor
- Gangguan sistem saraf pusat
- Kerusakan kontraksi kandung kemih: relaksasi sfingter tidak terkendali
- Ketidakefektifan kebiasaan berkemih
- Kapasitas kandung kemih kecil
Penulisan Diagnosis
Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan risiko, yang berarti penulisannya menggunakan metode dua bagian, yaitu:
[masalah] + [faktor risiko]
Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:
Risiko inkontinensia urin urgensi dibuktikan dengan gangguan sistem saraf pusat.
Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:
Risiko inkontinensia urin urgensi d.d gangguan sistem saraf pusat.
Perhatikan:
- Masalah = Risiko inkontinensia urin urgensi
- Faktor risiko = gangguan sistem saraf pusat
- d.d = dibuktikan dengan
- Diagnosis risiko tidak menggunakan berhubungan dengan (b.d) karena tidak memiliki etiologi.
Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”
Luaran (HYD)
Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis risiko inkontinensia urin urgensi adalah: “kontinensia urin membaik.”
Kontinensia urin membaik diberi kode L.04036 dalam SLKI.
Kontinensia urin membaik berarti kemampuan pasien untuk mengontrol buang air kecil membaik.
Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa kontinensia urin membaik adalah:
- Kemampuan mengontrol urin meningkat
- Nokturia menurun
- Residu volume urine setelah berkemih menurun
- Dribbling menurun
- Hesistancy menurun
- Enuresis menurun
- Kemampuan menunda pengeluaran urin membaik
- Frekuensi berkemih membaik
- Sensasi berkemih membaik
Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:
[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].
Contoh:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka kontinensia urin membaik, dengan kriteria hasil:
- Kemampuan mengontrol urin meningkat
- Kemampuan menunda pengeluaran urin membaik
Perhatikan:
- Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka kontinensia urin
- Ekspektasi = Membaik
- Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,
Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”
Intervensi
Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.
Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.
Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.
Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.
Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis risiko inkontinensia urin urgensi adalah manajemen eliminasi urin.
Manajemen Eliminasi Urin (I.04152)
Intervensi manajemen eliminasi urin dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.04152).
Manajemen eliminasi urin adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola gangguan pola eliminasi urin.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen eliminasi urin berdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
- Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urin
- Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia urin
- Monitor eliminasi urin (mis. frekuensi, konsistensi, aroma, volume, dan warna)
Terapeutik
- Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
- Batasi asupan cairan, jika perlu
- Ambil sampel urin tengah (midstream) atau kultur
Edukasi
- Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran berkemih
- Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urin
- Ajarkan mengambil spesimen urin midstream
- Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat untuk berkemih
- Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot panggul/berkemihan
- Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi
- Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra, jika perlu
Diagnosis Terkait
Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori eliminasi adalah:
- Gangguan eliminasi urin
- Inkontinensia fekal
- Inkontinensia urin berlanjut
- Inkontinensia urin berlebih
- Inkontinensia urin fungsional
- Inkontinensia urin refleks
- Inkontinensia urin stres
- Inkontinensia urin urgensi
- Kesiapan peningkatan eliminasi urin
- Konstipasi
- Retensi urin
- Risiko konstipasi
Referensi
- PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
- PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
- PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.