risiko intoleransi aktivitas

Risiko intoleransi aktivitas merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai berisiko mengalami ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Diagnosis ini diberi kode D.0060, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori aktivitas dan istirahat dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan risiko intoleransi aktivitassecara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari tanda dan gejala yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Faktor Risiko

Faktor risiko adalah kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan pasien mengalami masalah Kesehatan.

Faktor risiko inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “dibuktikan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan risiko.

Faktor risiko untuk masalah risiko intoleransi aktivitasadalah:

  1. Gangguan sirkulasi
  2. Ketidakbugaran status fisik
  3. Riwayat intoleransi aktivitas sebelumnya
  4. Tidak berpengalaman dengan suatu aktivitas
  5. Gangguan pernapasan

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan risiko, yang berarti penulisannya menggunakan metode dua bagian, yaitu:

[masalah] + [faktor risiko]

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Risiko intoleransi aktivitas dibuktikan dengan gangguan sirkulasi.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Risiko intoleransi aktivitasbayid.d gangguan sirkulasi.

Perhatikan:

  1. Masalah = Risiko intoleransi aktivitas
  2. Faktor risiko = Gangguan sirkulasi
  3. d.d = dibuktikan dengan
  4. Diagnosis risiko tidak menggunakan berhubungan dengan (b.d) karena tidak memiliki etiologi.

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis risiko intoleransi aktivitas adalah: “toleransi aktivitas meningkat”

Toleransi aktivitas meningkat diberi kode L.05047 dalam SLKI.

Toleransi aktivitas meningkat berarti respon fisiologis terhadap aktivitas yang membutuhkan tenaga meningkat.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa toleransi aktivitas meningkat adalah:

  1. Keluhan Lelah menurun
  2. Dispnea saat aktivitas menurun
  3. Dispnea setelah aktivitas menurun
  4. Frekuensi nadi membaik

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka toleransi aktivitas meningkat, dengan kriteria hasil:

  1. Keluhan Lelah menurun
  2. Frekuensi nadi membaik

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka toleransi aktivitas.
  2. Ekspektasi = Meningkat.
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis risiko intoleransi aktivitas adalah:

  1. Manajemen energi
  2. Promosi Latihan fisik

Manajemen Energi (I.05178)

Intervensi manajemen energi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.05178).

Manajemen energi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola penggunaan energi untuk mengatasi atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan proses pemulihan.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen energi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
  • Monitor kelelahan fisik dan emosional
  • Monitor pola dan jam tidur
  • Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas

Terapeutik

  • Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis: cahaya, suara, kunjungan)
  • Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
  • Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
  • Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan

Edukasi

  • Anjurkan tirah baring
  • Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
  • Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
  • Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan

Kolaborasi

  • Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

Promosi Latihan fisik (I.05183)

Intervensi promosi Latihan fisik dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.05183).

Promosi Latihan fisik adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk memfasilitasi aktivitas fisik regular untuk mempertahankan atau meningkatkan ke tingkat kebugaran dan Kesehatan yang lebih tinggi.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi promosi Latihan fisik berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi keyakinan Kesehatan tentang Latihan fisik
  • Identifikasi pengalaman olahraga sebelumnya
  • Identifikasi motivasi individu untuk memulai atau melanjutkan program olahraga
  • Identifikasi hambatan untuk berolahraga
  • Monitor kepatuhan menjalankan program Latihan
  • Monitor respons terhadap program latihan

Terapeutik

  • Motivasi mengungkapkan perasaan tentang olahraga/kebutuhan berolahraga
  • Motivasi memulai atau melanjutkan olahraga
  • Fasilitasi dalam mengidentifikasi model peran positif untuk mempertahankan program Latihan
  • Fasilitasi dalam mengembangkan program Latihan yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan
  • Fasilitasi dalam menetapkan tujuan jangka pendek dan Panjang program Latihan
  • Fasilitasi dalam menjadwalkan periode regular Latihan rutin mingguan
  • Fasilitasi dalam mempertahankan kemajuan program Latihan
  • Lakukan aktivitas olahraga Bersama pasien, jika perlu
  • Libatkan keluarga dalam merencanakan dan memelihara program Latihan
  • Berikan umpan balik positif terhadap segala upaya yang dijalankan pasien

Edukasi

  • Jelaskan manfaat Kesehatan dan efek fisiologis olahraga
  • Jelaskan jenis Latihan yang sesuai dengan kondisi Kesehatan
  • Jelaskan frekuensi, durasi, dan intensitas program Latihan yang diinginkan
  • Ajarkan Latihan pemanasan dan pendinginan yang tepat
  • Ajarkan Teknik menghindari cidera saat berolahraga
  • Ajarkan Teknik pernapasan yang tepat untuk memaksimalkan penyerapan oksigen selama Latihan fisik

Kolaborasi

  • Kolaborasi dengan rehabilitasi medis atau ahli fisiologi olahraga, jika perlu

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori aktivitas dan istirahat adalah:

  1. Disorganisasi perilaku bayi
  2. Gangguan mobilitas fisik
  3. Gangguan pola tidur
  4. Intoleransi aktivitas
  5. Keletihan
  6. Kesiapan peningkatan tidur
  7. Risiko disorganisasi perilaku bayi

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply