intoleransi aktivitas

Intoleransi aktivitas merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Diagnosis ini diberi kode D.0056, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori aktivitas dan istirahat dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan intoleransi aktivitas secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari tanda dan gejala yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Tanda dan Gejala

Untuk dapat mengangkat diagnosis intoleransi aktivitas, Perawat harus memastikan bahwa tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

DS:

  • Mengeluh lelah

DO:

  • Frekuensi jantung meningkat > 20% dari kondisi istirahat

Bila data diatas tidak tampak pada pasien, maka Perawat harus melihat kemungkinan masalah lain pada daftar diagnosis keperawatan, atau diagnosis keperawatan lain yang masuk dalam sub kategori aktivitas dan istirahat pada SDKI.

Penyebab (Etiologi)

Penyebab (etiologi) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan.

Penyebab inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “berhubungan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan.

Penyebab (etiologi) untuk masalah intoleransi aktivitas adalah:

  1. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
  2. Tirah baring
  3. Kelemahan
  4. Imobilitas
  5. Gaya hidup monoton

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya menggunakan metode tiga bagian, yaitu:

[masalah] + [penyebab][tanda/gejala].

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dibuktikan dengan mengeluh lelah, frekuensi jantung meningkat > 20% dari kondisi istirahat.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d mengeluh lelah, frekuensi jantung meningkat > 20% dari kondisi istirahat.

Perhatikan:

  1. Masalah = Intoleransi aktivitas
  2. Penyebab = kelemahan
  3. Tanda/gejala = mengeluh lelah, dst.
  4. b.d = berhubungan dengan
  5. d.d = dibuktikan dengan

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis intoleransi aktivitas adalah: “toleransi aktivitas meningkat”

Toleransi aktivitas meningkat diberi kode L.05047 dalam SLKI.

Toleransi aktivitas meningkat berarti respon fisiologis terhadap aktivitas yang membutuhkan tenaga meningkat.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa toleransi aktivitas meningkat adalah:

  1. Keluhan Lelah menurun
  2. Dispnea saat aktivitas menurun
  3. Dispnea setelah aktivitas menurun
  4. Frekuensi nadi membaik

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka toleransi aktivitas meningkat, dengan kriteria hasil:

  1. Keluhan Lelah menurun
  2. Frekuensi nadi membaik

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka toleransi aktivitas.
  2. Ekspektasi = Meningkat.
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis intoleransi aktivitas adalah:

  1. Manajemen energi
  2. Terapi aktivitas

Manajemen Energi (I.05178)

Intervensi manajemen energi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.05178).

Manajemen energi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola penggunaan energi untuk mengatasi atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan proses pemulihan.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen energi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
  • Monitor kelelahan fisik dan emosional
  • Monitor pola dan jam tidur
  • Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas

Terapeutik

  • Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis: cahaya, suara, kunjungan)
  • Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
  • Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
  • Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan

Edukasi

  • Anjurkan tirah baring
  • Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
  • Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
  • Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan

Kolaborasi

  • Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

Terapi Aktivitas (I.01026)

Intervensi terapi aktivitas dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.01026).

Terapi aktivitas adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat dalam menggunakan aktivitas fisik, kognitif, sosial, dan spiritual tertentu untuk memulihkan keterlibatan, frekuensi, atau durasi aktivitas individu atau kelompok.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi terapi aktivitas berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi defisit tingkat aktivitas
  • Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
  • Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
  • Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
  • Identifikasi makna aktivitas rutin (mis: bekerja) dan waktu luang
  • Monitor respons emosional, fisik, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas

Terapeutik

  • Fasilitasi fokus pada kemampuan, bukan defisit yang dialami
  • Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan rentang aktivitas
  • Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang konsisten sesuai kemampuan fisik, psikologis, dan sosial
  • Koordinasikan pemilhan aktivitas sesuai usia
  • Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
  • Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas, jika sesuai
  • Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan lingkungan untuk mengakomodasi aktivitas yang dipilih
  • Fasilitasi aktivitas rutin (mis: ambulasi, mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai kebutuhan
  • Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami keterbatasan waktu, energi, atau gerak
  • Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk pasien hiperaktif
  • Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara berat badan, jika sesuai
  • Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
  • Fasilitasi aktivitas aktivitas dengan komponen memori implisit dan emosional (mis: kegiatan keagamaan khusus) untuk pasien demensia, jika sesuai
  • Libatkan dalam permainan kelompok yang tidak kompetitif, terstruktur, dan aktif
  • Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas rekreasi dan diversifikasi untuk menurunkan kecemasan (mis: vocal group, bola voli, tenis meja, jogging, berenang, tugas sederhana, permainan sederhana, tugas rutin, tugas rumah tangga, perawatan diri, dan teka-teki dan kartu)
  • Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu
  • Fasilitasi mengembangkan motivasi dan penguatan diri
  • Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan
  • Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
  • Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas

Edukasi

  • Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu
  • Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
  • Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual, dan kognitif dalam menjaga fungsi dan Kesehatan
  • Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika sesuai
  • Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas

Kolaborasi

  • Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan memonitor program aktivitas, jika sesuai
  • Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori aktivitas dan istirahat adalah:

  1. Disorganisasi perilaku bayi
  2. Gangguan mobilitas fisik
  3. Gangguan pola tidur
  4. Keletihan
  5. Kesiapan peningkatan tidur
  6. Risiko disorganisasi perilaku bayi
  7. Risiko intoleransi aktivitas

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *