risiko syok

Risiko syok merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai berisiko mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa.

Diagnosis ini diberi kode D.0039, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori nutrisi dan cairan dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan risiko syok secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari faktor risiko yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Faktor Risiko

Faktor risiko adalah kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan pasien mengalami masalah Kesehatan.

Faktor risiko inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “dibuktikan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan risiko.

Untuk dapat mengangkat diagnosis risiko syok, Perawat harus memastikan bahwa salah satu dari risiko dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

  1. Hipoksemia
  2. Hipoksia
  3. Hipotensi
  4. Kekurangan volume cairan
  5. Sepsis
  6. Sindrom respons inflamasi sistemik (systemic inflammatory response syndrome/SIRS)

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan risiko, yang berarti penulisannya menggunakan metode dua bagian, yaitu:

[masalah] + [faktor risiko]

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Risiko syok dibuktikan dengan kekurangan volume cairan.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Risiko syok d.d kekurangan volume cairan.

Perhatikan:

  1. Masalah = Risiko syok
  2. Faktor risiko = Kekurangan volume cairan
  3. d.d = dibuktikan dengan
  4. Diagnosis risiko tidak menggunakan berhubungan dengan (b.d) karena tidak memiliki etiologi.

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis risiko syok adalah: “tingkat syok menurun.”

Tingkat syok menurun diberi kode L.03032 dalam SLKI.

Tingkat syok menurun berarti ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa menurun.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa tingkat syok menurun adalah:

  1. Kekuatan nadi meningkat
  2. Output urin meningkat
  3. Tingkat kesadaran meningkat
  4. Akrat dingin menurun
  5. Pucat menurun
  6. Tekanan arteri rata-rata membaik (LIHAT: Kalkulator MAP)
  7. Tekanan darah sistolik membaik
  8. Tekanan darah diastolik membaik
  9. Tekanan dari membaik
  10. Pengisian kapiler membaik
  11. Frekuensi nadi membaik
  12. Frekuensi napas membaik

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka tingkat syok menurun, dengan kriteria hasil:

  1. Tekanan arteri rata-rata membaik (LIHAT: Kalkulator MAP)
  2. Tekanan darah sistolik membaik
  3. Tekanan darah diastolik membaik
  4. Tekanan dari membaik
  5. Pengisian kapiler membaik
  6. Frekuensi nadi membaik
  7. Frekuensi napas membaik

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka tingkat syok
  2. Ekspektasi = Menurun
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis Risiko syok adalah:

  1. Pencegahan syok
  2. Pemantauan cairan

Pencegahan Syok (I.02068)

Intervensi pencegahan syok dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.02068).

Pencegahan syok adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan menurunkan risiko terjadinya ketidakmampuan tubuh menyediakan oksigen dan nutrient untuk mencukupi kebutuhan jaringan.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi pencegahan syok berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, MAP)
  • Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)
  • Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
  • Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
  • Periksa Riwayat alergi

Terapeutik

  • Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%
  • Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu
  • Pasang jalur IV, jika perlu
  • Pasang kateter urin untuk menilai produksi urin, jika perlu
  • Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi

Edukasi

  • Jelaskan penyebab/faktor risiko syok
  • Jelaskan tanda dan gejala awal syok
  • Anjurkan melapor jika menemukan/merasakan tanda dan gejala awal syok
  • Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
  • Anjurkan menghindari alergen

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
  • Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
  • Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu

Pemantauan Cairan (I.03121)

Intervensi pemantauan cairan dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.03121).

Pemantauan cairan adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengumpulkan dan menganalisis data terkait pengaturan keseimbangan cairan.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi pemantauan cairan berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
  • Monitor frekuensi napas
  • Monitor tekanan darah
  • Monitor berat badan
  • Monitor waktu pengisian kapiler
  • Monitor elastisitas atau turgor kulit
  • Monitor jumlah, warna, dan berat jenis urin
  • Monitor kadar albumin dan protein total
  • Monitor hasil pemeriksaan serum (mis: osmolaritas serum, hematokrit, natrium, kalium, dan BUN)
  • Monitor intake dan output cairan
  • Identifikasi tanda-tanda hypovolemia (mis: frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, hasil, lemah, konsentrasi urin meningkat, berat badan menurun dalam waktu singkat)
  • Identifikasi tanda-tanda hypervolemia (mis: dispnea, edema perifer, edema anasarca, JVP meningkat, CVP meningkat, refleks hepatojugular positif, berat badan menurun dalam waktu singkat)
  • Identifikasi faktor risiko ketidakseimbagnan cairan (mis: prosedur pembedahan mayor, trauma/perdarahan, luka bakar, apheresis, obstruksi intestinal, peradangan pancreas, penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi intestinal)

Terapeutik

  • Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
  • Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

  • Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
  • Dokumentasikan hasil pemantauan

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori  nutrisi dan cairan adalah:

  1. Berat badan lebih
  2. Defisit nutrisi
  3. Diare
  4. Disfungsi motilitas gastrointestinal
  5. Hipervolemia
  6. Risiko hipovolemia
  7. Ikterik neonatus
  8. Kesiapan peningkatan keseimbangan cairan
  9. Kesiapan peningkatan nutrisi
  10. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
  11. Menyusui efektif
  12. Menyusui tidak efektif
  13. Obesitas
  14. Risiko berat badan lebih
  15. Risiko defisit nutrisi
  16. Risiko disfungsi motilitas gastrointestinal
  17. Risiko Risiko hipovolemia
  18. Risiko ikterik neonatus
  19. Risiko ketidakseimbangan cairan
  20. Risiko ketidakseimbangan elektrolit
  21. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply