Risiko perfusi miokard tidak efektif

Risiko perfusi miokard tidak efektif adalah diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai berisiko mengalami penurunan sirkulasi arteri koroner yang dapat mengganggu metabolisme miokard.

Diagnosis ini diberi kode D.0014, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori sirkulasi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan risiko perfusi miokard tidak efektif secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari faktor risiko yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Faktor Risiko

Untuk dapat mengangkat diagnosis risiko perfusi miokard tidak efektif, Perawat harus memastikan bahwa salah satu dari risiko dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

  1. Hipertensi
  2. Hiperlipidemia
  3. Hiperglikemia
  4. Hipoksemia
  5. Hipoksia
  6. Kekurangan volume cairan
  7. Pembedahan jantung
  8. Penyalahgunaan zat
  9. Spasme arteri koroner
  10. Peningkatan protein C-reaktif
  11. Tamponade jantung
  12. Efek agen farmakologis
  13. Riwayat penyakit kardiovaskuler pada keluarga
  14. Kurang terpapar informasi tentang faktor risiko yang dapat diubah (misalnya merokok, gaya hidup kurang gerak, obesitas)

Diagnosis ini ditegakkan pada pasien yang belum beresiko mengalami gangguan pompa jantung. Jika pasien telah berisiko mengalami gangguan pompa jantung maka lebih tepat menggunakan diagnosis penurunan curah jantung atau risiko penurunan curah jantung.

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan risiko, yang berarti penulisannya menggunakan metode dua bagian, yaitu:

[masalah] + [faktor risiko]

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Risiko perfusi miokard tidak efektif dibuktikan dengan spasme arteri koroner.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Risiko perfusi miokard tidak efektif d.d spasme arteri koroner.

Perhatikan:

  1. Masalah = Risiko perfusi miokard tidak efektif
  2. Faktor risiko = Spasme arteri koroner
  3. d.d = dibuktikan dengan
  4. Diagnosis risiko tidak menggunakan berhubungan dengan (b.d) karena tidak memiliki etiologi.

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif adalah: “perfusi miokard meningkat.”

Perfusi gastrointestinal meningkat diberi kode L.02011 dalam SLKI.

Perfusi miokard meningkat berarti keadekuatan aliran darah arteri koronaria untuk mempertahankan fungsi jantung meningkat.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa perfusi miokard meningkat adalah:

  1. Gambaran EKG iskemia/injuri/infark menurun
  2. Nyeri dada menurun
  3. Arteri apikal membaik
  4. Tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure/MAP) membaik
  5. Takikardia membaik
  6. Bradikardia membaik

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka perfusi miokard meningkat, dengan kriteria hasil:

  1. Gambaran EKG iskemia menurun
  2. Nyeri dada menurun
  3. Tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure/MAP) membaik
  4. Takikardia membaik

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka perfusi miokard
  2. Ekspektasi = Meningkat
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis risiko perfusi miokard tidak efektif adalah:

  1. Manajemen aritmia
  2. Manajemen syok kardiogenik
  3. Pencegahan emboli
  4. Perawatan jantung

Manajemen Aritmia (I.02035)

Intervensi manajemen aritmia dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.02035).

Manajemen aritmia adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola gangguan irama dan/atau frekuensi jantung yang berpotensi mengganggu hemodinamik atau mengancam nyawa.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen aritmia berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Periksa onset dan pemicu aritmia
  • Identifikasi jenis aritmia
  • Monitor frekuensi dan durasi aritmia
  • Monitor keluhan nyeri dada (intensitas, lokasi, faktor pencetus, dan faktor Pereda)
  • Monitor respon hemodinamik akibat aritmia
  • Monitor saturasi oksigen
  • Monitor kadar elektrolit

Terapeutik

  • Berikan lingkungan yang tenang
  • Pasang jalan napas buatan (mis. OPA, NPA, LMA, ETT), jika perlu
  • Pasang akses intravena
  • Pasang monitor jantung
  • Rekam EKG 12 sadapan
  • Periksa interval QT sebelum dan sesudah pemberian obat yang dapat memperpanjang interval QT
  • Lakukan maneuver valsava
  • Lakukan masase karotis unilateral
  • Berikan oksigen, sesuai indikasi
  • Siapkan pemasangan ICD (implantable cardioverter defibrillator)

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
  • Kolaborasi pemberian kardioversi, jika perlu
  • Kolaborasi pemberian defibrilasi, jika perlu

Manajemen Syok Kardiogenik (I.02051)

Intervensi manajemen syok kardiogenik dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.02051).

Manajemen syok kardiogenik adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola ketidakmampuan tubuh menyediakan oksigen dan nutrient untuk mencukupi kebutuhan jaringan akibat penurunan fungsi pompa jantung.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen syok kardiogenik berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, MAP)
  • Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)
  • Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
  • Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
  • Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap adanya DOTS (deformity/deformitas, open wound/luka terbuka, tenderness/nyeri tekan, swelling/bengkak)
  • Monitor EKG 12 lead
  • Monitor rontgen dada (mis: kongesti paru, edema paru, pembesaran jantung)
  • Monitor enzim jantung (mis: CK, CKMB, Troponin)
  • Identifikasi penyebab masalah utama (mis: volume, pompa atau irama)

Terapeutik

  • Pertahankan jalan napas paten
  • Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%
  • Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu
  • Pasang jalur IV
  • Pasang kateter urin untuk menilai produksi urin
  • Pasang selang nasogastrik untuk dekompresi lambung, jika perlu

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian inotropik (mis: dobutamine), jika TDS 70 – 100 mmHg tanpa disertai tanda/gejala syok
  • Kolaborasi pemberian vasopressor (mis: dopamine), jika TDS 70 – 100 mmHg disertai tanda/gejala syok
  • Kolaborasi pemberian vasopressor (mis: norefinefrin), jika TDS < 70 mmHg
  • Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
  • Kolaborasi pompa intra-aorta, jika perlu

Pencegahan Emboli (I.02066)

Intervensi pencegahan emboli dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.02066).

Pencegahan emboli adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan menurunkan risiko hambatan aliran darah akibat embolus (mis: bekuan darah, udara).

Tindakan yang dilakukan pada intervensi pencegahan emboli berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Periksa Riwayat penyakit secara rinci untuk melihat faktor risiko (mis: pascaoperasi, fraktur, kemoterapi, kehamilan, pasca persalinan, imobilisasi, kelumpuhan, edema ekstremitas, PPOK, stroke, Riwayat DVT sebelumnya)
  • Periksa trias Virchow (stasis vena, hiperkoagulabilitas, dan trauma yang mengakibatkan kerusakan intima pembuluh darah)
  • Monitor adanya gejala baru dari mengi (hemoptisis, nyeri saat inspirasi, nyeri pleuritik)
  • Monitor sirkulasi perifer (mis: nadi perifer, edema, CRT, warna, suhu, dan adanya rasa sakit pada ekstremitas)

Terapeutik

  • Posisikan anggota tubuh yang beresiko emboli 20 derajat diatas posisi jantung
  • Pasangkan stoking atau alat kompresi pneumatic intermitten
  • Lepaskan stoking atau alat kompresi pneumatic intermiten selama 15-20 menit setiap 8 jam
  • Lakukan Latihan rentang gejak aktif dan pasif
  • Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam
  • Hindari memijat atau menekan otot ekstremitas

Edukasi

  • Anjurkan melakukan fleksi dan ekstensi kaki paling sedikit 10 kali setiap jam
  • Anjurkan melaporkan perdarahan yang berlebihan (mis: mimisan yang tidak biasa, muntah darah, urin berdarah, gusi berdarah, perdarahan pervaginam, perdarahan menstruasi yang berat, feses berdarah), nyeri atau bengkak yang tidak biasa, warna biru atau ungu pada jari kaki, nyeri di jari kaki, bisul atau bitnik putih di mulut atau tenggorokan.
  • Anjurkan berhenti merokok
  • Anjurkan minum obat antikoagulan sesuai dengan waktu dan dosis
  • Anjurkan asupan makanan yang tinggi vitamik K
  • Ajarkan menghindari duduk dengan kaki menyilang atau duduk lama dengan kaki tergantung
  • Ajarkan melakukan tindakan pencegahan (mis: berjalan, banyak minum, hindari alkohol, hindari imobilitas jangka Panjang)

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian trombolitik, jika perlu
  • Kolaborasi pemberian antikoagulan dosis rendah atau antiplatelet dosis tinggi (mis: heparin, clopidogrel, warfarin, aspirin, dipyridamole, dekstran), jika perlu
  • Kolaborasi pemberian prometazin intravena dalam larutan NaCl 0,9% 25 cc – 50cc dengan aliran lambat

Perawatan Jantung (I.02075)

Intervensi perawatan jantung dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.02075).

Perawatan jantung adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi, merawat, dan membatasi komplikasi akibat ketidakseimbangan antara suplai dan konsumsi oksigen miokard.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi perawatan jantung berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi: dispnea, kelelahan, edema, ortopnea, PND, peningkatan CVP).
  • Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi: peningkatan berat badan, hepatomegaly, distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
  • Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik, jika perlu)
  • Monitor intake dan output cairan
  • Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
  • Monitor saturasi oksigen
  • Monitor keluhan nyeri dada (mis: intensitas, lokasi, radiasi, durasi, presipitasi yang mengurangi nyeri)
  • Monitor EKG 12 sadapan
  • Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
  • Monitor nilai laboratorium jantung (mis: elektrolit, enzim jantung, BNP, NTpro-BNP)
  • Monitor fungsi alat pacu jantung
  • Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesudah aktivitas
  • Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum pemberian obat (mis: beta blocker, ACE Inhibitor, calcium channel blocker, digoksin)

Terapeutik

  • Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman
  • Berikan diet jantung yang sesuai (mis: batasi asupan kafein, natrium, kolesterol, dan makanan tinggi lemak)
  • Gunakan stocking elastis atau pneumatik intermitten, sesuai indikasi
  • Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup sehat
  • Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress, jika perlu
  • Berikan dukungan emosional dan spiritual
  • Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%

Edukasi

  • Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
  • Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
  • Anjurkan berhenti merokok
  • Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
  • Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan harian

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
  • Rujuk ke program rehabilitasi jantung

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori sirkulasi adalah:

  1. Gangguan sirkulasi spontan
  2. Penurunan curah jantung
  3. Perfusi perifer tidak efektif
  4. Risiko gangguan sirkulasi spontan
  5. Risiko penurunan curah jantung
  6. Risiko perdarahan
  7. Risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif
  8. Risiko perfusi perifer tidak efektif
  9. Risiko perfusi renal tidak efektif
  10. Risiko perfusi serebral tidak efektif

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *