Risiko gangguan sirkulasi spontan didefinisikan sebagai risiko mengalami ketidakmampuan untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat untuk menunjang kehidupan.
Diagnosis ini diberi kode D.0010, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori sirkulasi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).
Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan risiko gangguan sirkulasi spontan secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.
Kita akan mempelajari faktor risiko yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.
Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:
Faktor Risiko
Untuk dapat mengangkat diagnosis risiko gangguan sirkulasi spontan, Perawat harus memastikan bahwa salah satu dari risiko dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:
- Kekurangan volume cairan
- Hipoksia
- Hipotermia
- Hipokalemia/Hiperkalemia
- Hipoglikemia / Hiperglikemia
- Asidosis
- Toksin (mis. keracunan, overdosis obat)
- Tamponade Jantung
- Tension Pneumothorax
- Trombosis Jantung
- Trombosis Paru (Emboli Paru)
Penulisan Diagnosis
Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan risiko, yang berarti penulisannya menggunakan metode dua bagian, yaitu:
[masalah] + [faktor risiko]
Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:
Risiko gangguan sirkulasi spontan dibuktikan dengan tension pneumothorax.
Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:
Risiko gangguan sirkulasi spontan d.d tension pneumothorax.
Perhatikan:
- Masalah = Risiko gangguan sirkulasi spontan
- Faktor risiko = Tension pneumothorax
- d.d = dibuktikan dengan
- Diagnosis risiko tidak menggunakan berhubungan dengan (b.d) karena tidak memiliki etiologi.
Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”
Luaran (HYD)
Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis risiko gangguan sirkulasi spontan adalah: “sirkulasi spontan meningkat.”
Sirkulasi spontan meningkat diberi kode L.02015 dalam SLKI.
Sirkulasi spontan meningkat berarti kemampuan untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat untuk menunjang kehidupan meningkat.
Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa sirkulasi spontan meningkat adalah:
- Tingkat kesadaran meningkat
- Saturasi oksigen meningkat
- Gambaran EKG aritmia menurun
- Frekuensi nadi membaik
- Tekanan darah membaik
- Frekuensi napas membaik
- Suhu tubuh membaik
- ETCO2 membaik
- Produksi urin membaik
Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:
[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].
Contoh:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka sirkulasi spontan meningkat, dengan kriteria hasil:
- Tingkat kesadaran meningkat
- Frekuensi nadi membaik
- Tekanan darah membaik
- Frekuensi napas membaik
Perhatikan:
- Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka sirkulasi spontan
- Ekspektasi = Meningkat
- Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,
Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”
Intervensi
Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.
Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.
Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.
Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.
Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis risiko aspirasi adalah:
- Perawatan jantung akut
- Pertolongan pertama
Perawatan Jantung Akut (I.02076)
Intervensi perawatan jantung akut dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.02076).
Perawatan jantung akut adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi, dan mengelola pasien yang baru mengalami episode ketidakseimbangan antara ketersedian dan kebutuhan oksigen miokard.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi perawatan jantung akut berdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
- Identifikasi karakteristik nyeri dada (meliputi faktor pemicu dan Pereda, kualitas, lokasi, radiasi, skala, durasi, dan frekuensi)
- Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
- Monitor EKG 12 sadapan untuk perubahan ST dan T
- Monitor elektrolit yang dapat meningkatkan risiko aritmia (mis: kalium, magnesium serum)
- Monitor enzim jantung (mis: CK, CK-MB, Troponin T, Troponin I)
- Monitor saturasi oksigen
- Identifikasi stratifikasi pada sindrom koroner akut (mis: skor TIMI, Killip, Crusade)
Terapeutik
- Pertahankan tirah baring minimal 12 jam
- Pasang akses intravena
- Puasakan hingga bebas nyeri
- Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi ansietas dan stress
- Sediakan lingkungan yang kondusif untuk beristirahat dan pemulihan
- Siapkan menjalani intervensi koroner perkutan, jika perlu
- Berikan dukungan emosional dan spiritual
Edukasi
- Anjurkan segera melaporkan nyeri dada
- Anjurkan menghindari manuver Valsava (mis: mengedan saat BAB atau batuk)
- Jelaskan Tindakan yang dijalani pasien
- Ajarkan Teknik menurunkan kecemasan dan ketakutan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antiplatelet, jika perlu
- Kolaborasi pemberian antianginal (mis: nitrogliserin, beta blocker, calcium channel blocker)
- Kolaborasi pemberian morfin, jika perlu
- Kolaborasi pemberian inotropic, jika perlu
- Kolaborasi pemberian obat untuk mencegah manuver Valsava (mis: pelunak tinja, antiemetik)
- Kolaborasi pencegahan trombus dengan antikoagulan, jika perlu
- Kolaborasi pemeriksaan x-ray dada, jika perlu
Pertolongan Pertama (I.02080)
Intervensi pertolongan pertama dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.02080).
Pertolongan pertama adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk memberikan penanganan dasar dan segera pada kondisi kegawatdaruratan baik dengan alat maupun tanpa alat.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi pertolongan pertama berdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
- Identifikasi keamanan penolong, pasien dan lingkungan
- Identifikasi respon pasien dengan AVPU (alert, verbal, pain, unresponsive)
- Monitor tanda-tanda vital
- Monitor karakteristik luka (mis: drainase, warna, ukuran, bau)
Terapeutik
- Meminta pertolongan, jika perlu
- Lakukan RICE (rest, ice, compression, elevation) pada cidera otot ekstremitas
- Lakukan penghentian perdarahan (mis: penekanan, balut tekan, pengaturan posisi)
- Bersihkan kulit dari racun atau bahan kimia yang menempel dengan sabun dan air mengalir
- Lepaskan sengatan dari kulit
- Lepaskan gigitan serangga dari kulit menggunakan pinset atau alat yang sesuai
Edukasi
- Ajarkan Teknik perawatan luka
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat-obatan (mis: antibiotik profilaksis, vaksin, antihistamin, antiinflamasi, dan analgetic), jika perlu
Diagnosis Terkait
Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori sirkulasi adalah:
- Gangguan sirkulasi spontan
- Penurunan curah jantung
- Perfusi perifer tidak efektif
- Risiko penurunan curah jantung
- Risiko perdarahan
- Risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif
- Risiko perfusi miokard tidak efektif
- Risiko perfusi perifer tidak efektif
- Risiko perfusi renal tidak efektif
- Risiko perfusi serebral tidak efektif
Referensi
- PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
- PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
- PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.