Risiko perfusi renal tidak efektif

Risiko perfusi renal tidak efektif adalah diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke ginjal.

Diagnosis ini diberi kode D.0016, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori sirkulasi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan risiko perfusi renal tidak efektif secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari faktor risiko yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Faktor Risiko

Untuk dapat mengangkat diagnosis risiko perfusi renal tidak efektif, Perawat harus memastikan bahwa salah satu dari risiko dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

  1. Kekurangan volume cairan
  2. Embolisme vaskuler
  3. Vaskulitis
  4. Hipertensi
  5. Disfungsi ginjal
  6. Hiperglikemia
  7. Keganasan
  8. Pembedahan jantung
  9. Bypass kardiopulmonal
  10. Hipoksemia
  11. Hipoksia
  12. Asidosis metabolik
  13. Trauma
  14. Sindrom kompartemen abdomen
  15. Luka bakar
  16. Sepsis
  17. Sindrom respon inflamasi sistemik
  18. Lanjut usia
  19. Merokok
  20. Penyalahgunaan zat

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan risiko, yang berarti penulisannya menggunakan metode dua bagian, yaitu:

[masalah] + [faktor risiko]

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Risiko perfusi renal tidak efektif dibuktikan dengan kekurangan volume cairan.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Risiko perfusi renal tidak efektif d.d kekurangan volume cairan.

Perhatikan:

  1. Masalah = Risiko perfusi renal tidak efektif
  2. Faktor risiko = Kekurangan volume cairan
  3. d.d = dibuktikan dengan
  4. Diagnosis risiko tidak menggunakan berhubungan dengan (b.d) karena tidak memiliki etiologi.

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif adalah: “perfusi renal meningkat.”

Perfusi renal meningkat diberi kode L.02012 dalam SLKI.

Perfusi renal meningkat berarti keadekuatan aliran darah arteri renalis untuk menunjang fungsi ginjal meningkat.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa perfusi renal meningkat adalah:

  1. Jumlah urin meningkat
  2. Tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure/MAP) membaik
  3. Kadar urea nitrogen darah membaik
  4. Kadar kreatinin plasma membaik

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka perfusi renal meningkat, dengan kriteria hasil:

  1. Jumlah urin meningkat
  2. Tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure/MAP) membaik
  3. Kadar urea nitrogen darah membaik
  4. Kadar kreatinin plasma membaik

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka perfusi renal
  2. Ekspektasi = Meningkat
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis risiko perfusi renal tidak efektif adalah:

  1. Pencegahan syok
  2. Pengontrolan perdarahan

Dalam buku SIKI Edisi 1, Cetakan II (2018), intervensi pengontrolan perdarahan tidak ada, baik di daftar isi maupun di isinya.

Kemungkinan ada kesalahan redaksi atau kesalahan penulisan di daftar taut.

Sehingga Perawat.Org mengganti intervensi pengontrolan perdarahan menjadi manajemen perdarahan sebagai penjelasan, hingga terbit buku SIKI terbaru dari PPNI.

Pencegahan Syok (I.02068)

Intervensi pencegahan syok dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.02068).

Pencegahan syok adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan menurunkan risiko terjadinya ketidakmampuan tubuh menyediakan oksigen dan nutrient untuk mencukupi kebutuhan jaringan.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi pencegahan syok berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, MAP)
  • Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)
  • Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
  • Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
  • Periksa Riwayat alergi

Terapeutik

  • Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%
  • Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu
  • Pasang jalur IV, jika perlu
  • Pasang kateter urin untuk menilai produksi urin, jika perlu
  • Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi

Edukasi

  • Jelaskan penyebab/faktor risiko syok
  • Jelaskan tanda dan gejala awal syok
  • Anjurkan melapor jika menemukan/merasakan tanda dan gejala awal syok
  • Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
  • Anjurkan menghindari alergen

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
  • Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
  • Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu

Manajemen Perdarahan (I.02040)

Intervensi manajemen perdarahan dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.02040).

Manajemen perdarahan adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola kehilangan darah saat terjadi perdarahan.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen perdarahan berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi penyebab perdarahan
  • Periksa adanya darah pada muntah, sputum, feses, urin, pengeluaran NGT, dan drainase luka, jika perlu
  • Periksa ukuran dan karakteristik hematoma, jika ada
  • Monitor terjadinya perdarahan (sifat dan jumlah)
  • Monitor nilai hemoglobin dan hematokrit sebelum dan setelah kehilangan darah
  • Monitor tekanan darah dan parameter hemodinamik (tekanan vena sentral dan tekanan baji kapiler atau arteri pulmonal), jika ada
  • Monitor intake dan output cairan
  • Monitor koagulasi darah (prothrombin time (PT), partial tromboplastin time (PTT), fibrinogen, degradasi fibrin, dan jumlah trombosit), jika ada
  • Monitor deliveri oksigen jaringan (mis: PaO2, SaO2, hemoglobin, dan curah jantung)
  • Monitor tanda dan gejala perdarahan masif

Terapeutik

  • Istirahatkan area yang mengalami perdarahan
  • Berikan kompres dingin, jika perlu
  • Lakukan penekanan atau balut tekan, jika perlu
  • Tinggikan ekstremitas yang mengalami perdarahan
  • Pertahankan akses IV

Edukasi

  • Jelaskan tanda-tanda perdarahan
  • Anjurkan melapor jika menemukan tanda-tanda perdarahan
  • Anjurkan membatasi aktivitas

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian cairan, jika perlu
  • Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori sirkulasi adalah:

  1. Gangguan sirkulasi spontan
  2. Penurunan curah jantung
  3. Perfusi perifer tidak efektif
  4. Risiko gangguan sirkulasi spontan
  5. Risiko penurunan curah jantung
  6. Risiko perdarahan
  7. Risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif
  8. Risiko perfusi miokard tidak efektif
  9. Risiko perfusi perifer tidak efektif
  10. Risiko perfusi serebral tidak efektif

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply