Risiko penurunan curah jantung

Risiko penurunan curah jantung adalah diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai risiko mengalami pemompaan jantung yang tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.

Diagnosis ini diberi kode D.0011, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori sirkulasi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan risiko penurunan curah jantung secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari faktor risiko yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Faktor Risiko

Untuk dapat mengangkat diagnosis risiko penurunan curah jantung, Perawat harus memastikan bahwa salah satu dari risiko dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

  1. Perubahan afterload
  2. Perubahan frekuensi jantung
  3. Perubahan irama jantung
  4. Perubahan kontraktilitas
  5. Perubahan preload

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan risiko, yang berarti penulisannya menggunakan metode dua bagian, yaitu:

[masalah] + [faktor risiko]

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Risiko penurunan curah jantung dibuktikan dengan perubahan irama jantung.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Risiko penurunan curah jantung d.d perubahan irama jantung.

Perhatikan:

  1. Masalah = Risiko penurunan curah jantung
  2. Faktor risiko = Perubahan irama jantung
  3. d.d = dibuktikan dengan
  4. Diagnosis risiko tidak menggunakan berhubungan dengan (b.d) karena tidak memiliki etiologi.

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis risiko penurunan curah jantung adalah: “curah jantung meningkat.”

Curah jantung meningkat diberi kode L.02008 dalam SLKI.

Curah jantung meningkat berarti keadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jantung meningkat.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa curah jantung meningkat adalah:

  1. Kekuatan nadi perifer meningkat
  2. Ejection fraction (EF) meningkat
  3. Palpitasi menurun
  4. Bradikardia menurun
  5. Takikardia menurun
  6. Gambaran EKG Aritmia menurun
  7. Lelah menurun
  8. Edema menurun
  9. Distensi vena jugularis menurun
  10. Dispnea menurun
  11. Oliguria menurun
  12. Pucat/sianosis menurun
  13. Paroximal nocturnal dyspnea (PND) menurun
  14. Ortopnea menurun
  15. Batuk menurun
  16. Suara jantung S3 menurun
  17. Suara jantung S4 menurun
  18. Tekanan darah membaik
  19. Pengisian kapiler membaik

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka curah jantung meningkat, dengan kriteria hasil:

  1. Gambaran aritmia menurun
  2. Lelah menurun
  3. Dispnea menurun
  4. Tekanan darah membaik

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka curah jantung
  2. Ekspektasi = Meningkat
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis risiko penurunan curah jantung adalah:

  1. Perawatan jantung
  2. Perawatan jantung akut

Perawatan Jantung (I.02075)

Intervensi perawatan jantung dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.02075).

Perawatan jantung adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi, merawat, dan membatasi komplikasi akibat ketidakseimbangan antara suplai dan konsumsi oksigen miokard.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi perawatan jantung berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi: dispnea, kelelahan, edema, ortopnea, PND, peningkatan CVP).
  • Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi: peningkatan berat badan, hepatomegaly, distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
  • Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik, jika perlu)
  • Monitor intake dan output cairan
  • Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
  • Monitor saturasi oksigen
  • Monitor keluhan nyeri dada (mis: intensitas, lokasi, radiasi, durasi, presipitasi yang mengurangi nyeri)
  • Monitor EKG 12 sadapan
  • Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
  • Monitor nilai laboratorium jantung (mis: elektrolit, enzim jantung, BNP, NTpro-BNP)
  • Monitor fungsi alat pacu jantung
  • Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesudah aktivitas
  • Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum pemberian obat (mis: beta blocker, ACE Inhibitor, calcium channel blocker, digoksin)

Terapeutik

  • Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman
  • Berikan diet jantung yang sesuai (mis: batasi asupan kafein, natrium, kolesterol, dan makanan tinggi lemak)
  • Gunakan stocking elastis atau pneumatik intermitten, sesuai indikasi
  • Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup sehat
  • Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress, jika perlu
  • Berikan dukungan emosional dan spiritual
  • Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%

Edukasi

  • Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
  • Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
  • Anjurkan berhenti merokok
  • Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
  • Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan harian

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
  • Rujuk ke program rehabilitasi jantung

Perawatan Jantung Akut (I.02076)

Intervensi perawatan jantung akut dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.02076).

Perawatan jantung akut adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi, dan mengelola pasien yang baru mengalami episode ketidakseimbangan antara ketersedian dan kebutuhan oksigen miokard.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi perawatan jantung akut berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi karakteristik nyeri dada (meliputi faktor pemicu dan Pereda, kualitas, lokasi, radiasi, skala, durasi, dan frekuensi)
  • Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
  • Monitor EKG 12 sadapan untuk perubahan ST dan T
  • Monitor elektrolit yang dapat meningkatkan risiko aritmia (mis: kalium, magnesium serum)
  • Monitor enzim jantung (mis: CK, CK-MB, Troponin T, Troponin I)
  • Monitor saturasi oksigen
  • Identifikasi stratifikasi pada sindrom koroner akut (mis: skor TIMI, Killip, Crusade)

Terapeutik

  • Pertahankan tirah baring minimal 12 jam
  • Pasang akses intravena
  • Puasakan hingga bebas nyeri
  • Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi ansietas dan stress
  • Sediakan lingkungan yang kondusif untuk beristirahat dan pemulihan
  • Siapkan menjalani intervensi koroner perkutan, jika perlu
  • Berikan dukungan emosional dan spiritual

Edukasi

  • Anjurkan segera melaporkan nyeri dada
  • Anjurkan menghindari manuver Valsava (mis: mengedan saat BAB atau batuk)
  • Jelaskan Tindakan yang dijalani pasien
  • Ajarkan Teknik menurunkan kecemasan dan ketakutan

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian antiplatelet, jika perlu
  • Kolaborasi pemberian antianginal (mis: nitrogliserin, beta blocker, calcium channel blocker)
  • Kolaborasi pemberian morfin, jika perlu
  • Kolaborasi pemberian inotropic, jika perlu
  • Kolaborasi pemberian obat untuk mencegah manuver Valsava (mis: pelunak tinja, antiemetik)
  • Kolaborasi pencegahan trombus dengan antikoagulan, jika perlu
  • Kolaborasi pemeriksaan x-ray dada, jika perlu

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori sirkulasi adalah:

  1. Gangguan sirkulasi spontan
  2. Penurunan curah jantung
  3. Perfusi perifer tidak efektif
  4. Risiko gangguan sirkulasi spontan
  5. Risiko perdarahan
  6. Risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif
  7. Risiko perfusi miokard tidak efektif
  8. Risiko perfusi perifer tidak efektif
  9. Risiko perfusi renal tidak efektif
  10. Risiko perfusi serebral tidak efektif

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

4 Comments

  1. informasi yang bermanfaat, terima kasih. Berbagai penyakit terutama pada jantung harus segera diberi penanganan. Penyakit pada jantung harus diberikan penanganan yang tepat, seperti melakukan perawatan di RS khusus jantung yaitu RS Harapan Kita .

  2. Author

    Betul sekali, RS Harapan Kita adalah rumah sakit khusus yang menjadi Pusat Rujukan Nasional untuk penanganan penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular) di Indonesia.

Leave a Reply