risiko ikterik neonatus

Risiko ikterik neonatus merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai berisiko mengalami kulit dan membran mukosa neonatus menguning setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam sirkulasi.

Diagnosis ini diberi kode D.0035, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori nutrisi dan cairan dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan risiko ikterik neonatus secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari faktor risiko yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Faktor Risiko

Faktor risiko adalah kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan pasien mengalami masalah Kesehatan.

Faktor risiko inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “dibuktikan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan risiko.

Untuk dapat mengangkat diagnosis risiko ikterik neonatus, Perawat harus memastikan bahwa salah satu dari risiko dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

  1. Penurunan berat badan abnormal ( > 7 – 8% pada bayi baru lahir yang menyusu ASI, > 15% pada bayi cukup bulan)
  2. Pola makan tidak ditetapkan dengan baik
  3. Kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin
  4. Usia kurang dari 7 hari
  5. Keterlambatan pengeluaran feses (mekonium)
  6. Prematuritas (< 37 minggu)

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan risiko, yang berarti penulisannya menggunakan metode dua bagian, yaitu:

[masalah] + [faktor risiko]

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Risiko ikterik neonatus dibuktikan dengan prematuritas

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Risiko ikterik neonatus d.d prematuritas

Perhatikan:

  1. Masalah = Risiko ikterik neonatus
  2. Faktor risiko = Prematuritas
  3. d.d = dibuktikan dengan
  4. Diagnosis risiko tidak menggunakan berhubungan dengan (b.d) karena tidak memiliki etiologi.

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis risiko ikterik neonatus adalah: “integritas kulit dan jaringan meningkat.”

Integritas kulit dan jaringan meningkat diberi kode L.14125 dalam SLKI.

Integritas kulit dan jaringan meningkat adalah kondisi dimana keutuhan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligament) meningkat.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa integritas kulit dan jaringan meningkat adalah:

  1. Kerusakan jaringan menurun
  2. Kerusakan lapisan kulit menurun

Bila kita perhatikan kriteria hasil diatas, tampak ketidakcocokan antara hasil yang diharapkan dengan diagnosis risiko ikterik neonatus.

Berdasarkan Analisa penulis, seharusnya luaran utama yang tepat adalah “adaptasi neonatus meningkat.” Namun dalam SLKI, adaptasi neonatus dimasukan sebagai luaran tambahan untuk diagnosis risiko ikterik neonatus.

Adaptasi neonatus diberi kode L.10098 dalam SLKI.

Adaptasi neonatus meningkat berarti proses penyesuaian fungsional neonatus dari kehidupan intra uterin ke ekstra uterin meningkat.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa adaptasi neonatus meningkat adalah:

  1. Berat badan meningkat
  2. Memberan mukosa kuning menurun
  3. Kulit kuning menurun
  4. Sklera kuning menurun
  5. Prematuritas menurun

Dalam artikel ini, kita akan menggunakan adaptasi neonatus meningkat sebagai luaran dari diagnosis ikterik neonatus.

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka adaptasi neonatus meningkat, dengan kriteria hasil:

  1. Berat badan meningkat
  2. Memberan mukosa kuning menurun
  3. Kulit kuning menurun
  4. Sklera kuning menurun
  5. Prematuritas menurun

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka adaptasi neonatus
  2. Ekspektasi = Meningkat
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis risiko ikterik neonatus adalah:

  1. Perawatan bayi
  2. Perawatan neonatus

Perawatan Bayi (I.10338)

Intervensi perawatan bayi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.10338).

Perawatan bayi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan merawat Kesehatan bayi.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi perawatan bayi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Monitor tanda-tanda vital bayi (terutama suhu 36°C – 37°C)

Terapeutik

  • Mandikan bayi dengan suhu ruangan 21 – 24°C
  • Mandikan bayi dalam waktu 5 – 10 menit dan 2 kali dalam sehari
  • Rawat tali pusat secara terbuka (tali pusat tidak dibungkus apapun)
  • Bersihkan pangkal tali pusat dengan lidi kapas yang telah diberi air matang
  • Kenakan popok bayi di bawah umbilicus jika tali pusat belum terlepas
  • Lakukan pemijatan bayi
  • Ganti popok bayi jika basah
  • Kenakan pakaian bayi dari bahan katun

Edukasi

  • Anjurkan ibu menyusui sesuai kebutuhan bayi
  • Ajarkan ibu cara merawat bayi di rumah
  • Ajarkan cara pemberian makanan pendamping ASI pada bayi > 6 bulan

Perawatan Neonatus (I.03132)

Intervensi perawatan neonatus dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.03132).

Perawatan neonatus adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan merawat bayi setelah lahir sampai usia 28 hari.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi perawatan neonatus berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi kondisi awal bayi setelah lahir (mis: kecukupan bulan, air ketuban jernih atau bercampur meconium, menangis spontan, tonus otot)
  • Monitor tanda vital bayi (terutama suhu)

Terapeutik

  • Lakukan inisiasi menyusui dini (IMD) segera setelah bayi lahir
  • Berikan vitamin K 1 mg intramuskuler untuk mencegah perdarahan
  • Mandikan selama 5 – 10 menit, minimal sekali sehari
  • Mandikan dengan air hangat (36 – 37 C)
  • Gunakan sabun yang mengandung provitamin B5
  • Oleskan baby oil untuk mempertahankan kelembaban kulit
  • Rawat tali pusat secara terbuka (tidak dibungkus)
  • Bersihkan tali pusat dengan air steril atau air matang
  • Kenakan pakaian dari bahan katun
  • Selimuti untuk mempertahankan kehangatan dan mencegah hipotermia
  • Ganti popok segera setelah basah

Edukasi

  • Anjurkan tidak membubuhi apapun pada tali pusat
  • Anjurkan ibu menyusui bayi setiap 2 jam
  • Anjurkan menyendawakan bayi setelah disusui
  • Anjurkan ibu mencuci tangan sebelum menyentuh bayi

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori  nutrisi dan cairan adalah:

  1. Berat badan lebih
  2. Defisit nutrisi
  3. Diare
  4. Disfungsi motilitas gastrointestinal
  5. Hipervolemia
  6. Hipovolemia
  7. Ikterik neonatus
  8. Kesiapan peningkatan keseimbangan cairan
  9. Kesiapan peningkatan nutrisi
  10. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
  11. Menyusui efektif
  12. Menyusui tidak efektif
  13. Obesitas
  14. Risiko berat badan lebih
  15. Risiko defisit nutrisi
  16. Risiko disfungsi motilitas gastrointestinal
  17. Risiko hipovolemia
  18. Risiko ketidakseimbangan cairan
  19. Risiko ketidakseimbangan elektrolit
  20. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
  21. Risiko syok

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply