Menyusui tidak efektif

Menyusui tidak efektif merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai kondisi dimana ibu dan bayi mengalami ketidakpuasan atau kesukaran pada proses menyusui.

Diagnosis ini diberi kode D.0029, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori nutrisi dan cairan dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan menyusui tidak efektif secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari tanda dan gejala yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Penyebab (Etiologi)

Penyebab (etiologi) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan.

Penyebab inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “berhubungan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan.

Penyebab (etiologi) untuk masalah menyusui tidak efektif adalah:

Penyebab Fisiologis

  1. Ketidakadekuatan suplai ASI
  2. Hambatan pada neonatus (mis: prematuritas, sumbing)
  3. Anomali payudara ibu (misL puting yang masuk ke dalam)
  4. Ketidakadekuatan refleks oksitosin
  5. Ketidakadekuatan refleks menghisap bayi
  6. Payudara bengkak
  7. Riwayat operasi payudara
  8. Kelahiran kembar

Penyebab Situasional

  1. Tidak rawat gabung
  2. Kurang terpapar informasi tentang pentingnya menyusui dan/atau metode menyusui
  3. Kurangnya dukungan keluarga
  4. Faktor budaya

Tanda dan Gejala

Untuk dapat mengangkat diagnosis menyusui tidak efektif, Perawat harus memastikan bahwa tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

DS:

  1. Kelelahan maternal
  2. Kecemasan maternal

DO:

  1. Bayi tidak mampu melekat pada payudara ibu dengan benar
  2. ASI tidak menetes/memancar
  3. BAK bayi kurang dari 8 kali dalam 24 jam
  4. Nyeri dan/atau lecet terus menerus setelah minggu kedua

Bila data diatas tidak tampak pada pasien, atau yang muncul hanya satu atau dua saja (kurang dari 80%), maka Perawat harus melihat kemungkinan lain pada daftar diagnosis keperawatan, atau diagnosis keperawatan lain yang masuk dalam sub kategori  nutrisi dan cairan pada SDKI.

LIHAT JUGA: Diagnosis Menyusui Efektif

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya menggunakan metode tiga bagian, yaitu:

[masalah] + [penyebab][tanda/gejala].

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai ASI dibuktikan dengan kelelahan maternal, ASI tidak menetes/memancar, BAK bayi kurang dari 8 kali dalam 24 jam, lecet terus menerus setelah minggu kedua.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Menyusui tidak efektif b.d ketidakadekuatan suplai ASI d.d kelelahan maternal, ASI tidak menetes/memancar, BAK bayi kurang dari 8 kali dalam 24 jam, lecet terus menerus setelah minggu kedua.

Perhatikan:

  1. Masalah = Menyusui tidak efektif
  2. Penyebab = Ketidakadekuatan suplai ASI
  3. Tanda/gejala = Kelelahan maternal… dst
  4. b.d = berhubungan dengan
  5. d.d = dibuktikan dengan

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis Menyusui tidak efektif adalah: “status menyusui membaik.”

Status menyusui membaik diberi kode L.03029 dalam SLKI.

Status menyusui membaik berarti kemampuan memberikan ASI secara langsung dari payudara kepada bayi dan anak untuk memenuhi kebutuhan nutrisi membaik.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa status menyusui membaik adalah:

  1. Perlekatan bayi pada payudara ibu meningkat
  2. Kemampuan ibu memposisikan bayi dengan benar meningkat
  3. Miksi bayi lebih dari 8 kali/24 jam meningkat
  4. Berat badan bayi meningkat
  5. Tetesan/pancaran ASI meningkat
  6. Suplai ASI adekuat meningkat
  7. Puting tidak lecet setelah 2 minggu melahirkan meningkat
  8. Kepercayaan diri ibu meningkat
  9. Lecet pada puting menurun
  10. Kelelahan maternal menurun
  11. Kecemasan maternal menurun

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka status menyusui membaik, dengan kriteria hasil:

  1. Kelelahan maternal menurun
  2. Tetesan/pancaran ASI meningkat
  3. Miksi bayi lebih dari 8 kali/24 jam meningkat
  4. Lecet pada puting menurun

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka status menyusui
  2. Ekspektasi = Membaik
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis Menyusui tidak efektif adalah:

  1. Edukasi menyusui
  2. Konseling laksasi

Edukasi Menyusui (I.12393)

Intervensi edukasi menyusui dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.12393).

Edukasi menyusui adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk memberikan informasi dan saran tentang menyusui yang dimulai dari antepartum, intrapartum dan post partum.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi edukasi menyusui berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
  • Identifikasi tujuan atau keinginan menyusui

Terapeutik

  • Sediakan materi dan media Pendidikan Kesehatan
  • Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
  • Berikan kesempatan untuk bertanya
  • Dukung ibu meningkatkan kepercayaan diri dalam menyusui
  • Libatkan sistem pendukung: suami, keluarga, tenaga Kesehatan, dan masyarakat

Edukasi

  • Berikan konseling menyusui
  • Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan bayi
  • Ajarkan 4 posisi menyusui dan perlekatan (latch on) dengan benar
  • Ajarkan perawatan payudara antepartum dengan mengkompres dengan kapas yang telah diberikan minyak kelapa
  • Ajarkan perawatan payudara post partum (mis: memerah ASI, pijat payudara, pijat oksitosin)

Konseling Laktasi (I.03093)

Intervensi konseling laktasi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.03093).

Konseling laktasi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk memberikan bimbingan Teknik menyusui yang tepat dalam pemberian makanan bayi.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi konseling laktasi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi keadaan emosional ibu saat akan dilakukan konseling menyusui
  • Identifikasi keinginan dan tujuan menyusui
  • Identifikasi permasalahan yang ibu alami selama proses menyusui

Terapeutik

  • Gunakan Teknik mendengarkan aktif (mis: duduk sama tinggi, dengarkan permasalahan ibu)
  • Berikan pujian terhadap perilaku ibu yang benar

Edukasi

  • Ajarkan Teknik menyusui yang tepat sesuai kebutuhan ibu.

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori  nutrisi dan cairan adalah:

  1. Berat badan lebih
  2. Defisit nutrisi
  3. Diare
  4. Disfungsi motilitas gastrointestinal
  5. Hipervolemia
  6. Hipovolemia
  7. Ikterik neonatus
  8. Kesiapan peningkatan keseimbangan cairan
  9. Kesiapan peningkatan nutrisi
  10. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
  11. Menyusui efektif
  12. Obesitas
  13. Risiko berat badan lebih
  14. Risiko defisit nutrisi
  15. Risiko disfungsi motilitas gastrointestinal
  16. Risiko hipovolemia
  17. Risiko ikterik neonatus
  18. Risiko ketidakseimbangan cairan
  19. Risiko ketidakseimbangan elektrolit
  20. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
  21. Risiko syok

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply