konfusi kronis

Konfusi kronis merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai gangguan kesadaran, perhatian, kognitif, dan persepsi yang ireversible, berlangsung lama, dan/atau progresif.

Diagnosis ini diberi kode D.0065, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori neurosensori dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan konfusi kronis secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari tanda dan gejala yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Tanda dan Gejala

Untuk dapat mengangkat diagnosis konfusi kronis, Perawat harus memastikan bahwa minimal 80% dari  tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

DS:

  • Kurang motivasi untuk memulai/menyelesaikan perilaku berorientasi tujuan
  • Kurang motivasi untuk memulai/menyelesaikan perilaku terarah

DO:

  • Fungsi kognitif berubah progresif
  • Memori jangka pendek dan/atau Panjang berubah
  • Interpretasi berubah
  • Fungsi sosial terganggu
  • Respon terhadap stimulus berubah

Bila data diatas tidak tampak pada pasien, atau yang muncul hanya satu atau dua saja (kurang dari 80%), maka Perawat harus melihat kemungkinan masalah lain pada daftar diagnosis keperawatan, atau diagnosis keperawatan lain yang masuk dalam sub kategori neurosensori pada SDKI.

Penyebab (Etiologi)

Penyebab (etiologi) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan.

Penyebab inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “berhubungan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan.

Penyebab (etiologi) untuk masalah konfusi kronis adalah:

  1. Cidera otak (mis: kerusakan kardiovaskular, penyakit neurologis, trauma, tumor)
  2. Psikosis Korsakoff
  3. Demensia multi infark

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya menggunakan metode tiga bagian, yaitu:

[masalah] + [penyebab][tanda/gejala].

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Konfusi kronis berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler dibuktikan dengan kurang motivasi untuk memulai perilaku berorientasi tujuan dan terarah, fungsi kognitif berubah progresif, memori jangka pendek berubah, interpretasi berubah, fungsi sosial terganggu, respon terhadap stimulus berubah.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Konfusi kronis b.d kerusakan neurovaskuler d.d kurang motivasi untuk memulai perilaku berorientasi tujuan dan terarah, fungsi kognitif berubah progresif, memori jangka pendek berubah, interpretasi berubah, fungsi sosial terganggu, respon terhadap stimulus berubah.

Perhatikan:

  1. Masalah = Konfusi kronis
  2. Penyebab = Kerusakan neurovaskuler
  3. Tanda/gejala = kurang motivasi untuk memulai perilaku berorientasi tujuan dan terarah, dst.
  4. b.d = berhubungan dengan
  5. d.d = dibuktikan dengan

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis konfusi kronis adalah: “tingkat konfusi menurun.”

Tingkat konfusi menurun diberi kode L.06054 dalam SLKI.

Tingkat konfusi menurun berarti kesadaran, perhatian, kognitif, dan persepsi yang terganggu menurun.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa tingkat konfusi menurun adalah:

  1. Fungsi kognitif meningkat
  2. Tingkat kesadaran meningkat
  3. Aktivitas psikomotorik meningkat
  4. Motivasi memulai/menyelesaikan perilaku terarah meningkat
  5. Memori jangka pendek meningkat
  6. Memori jangka Panjang meningkat
  7. Interpretasi membaik
  8. Fungsi sosial membaik
  9. Respons terhadap stimulus membaik

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka tingkat konfusi menurun, dengan kriteria hasil:

  1. Fungsi kognitif meningkat
  2. Motivasi memulai/menyelesaikan perilaku terarah meningkat
  3. Memori jangka pendek meningkat
  4. Memori jangka Panjang meningkat
  5. Interpretasi membaik
  6. Fungsi sosial membaik
  7. Respons terhadap stimulus membaik

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka tingkat konfusi
  2. Ekspektasi = Meningkat
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis konfusi kronis adalah:

  1. Manajemen delirium
  2. Manajemen demensia
  3. Terapi validasi

Manajemen Delirium (I.06189)

Intervensi manajemen delirium dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.06189).

Manajemen delirium adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola lingkungan terapeutik dan aman pada status konfusi akut.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen delirium berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi faktor risiko delirium (mis: usia >75 tahun, disfungsi kognitif, gangguan penglihatan/pendengaran, penurunan kemampuan fungsional, infeksi, hipo/hipertemia, hipoksia, malnutrisi, efek obat, toksin, gangguan tidur, stres)
  • Identifikasi tipe delirium (mis: hipoaktif, hiperaktif, campuran)
  • Monitor status neurologis dan tingkat delirium

Terapeutik

  • Berikan pencahayaan yang baik
  • Sediakan jam dan kalender yang mudah dibaca
  • Hindari stimulus sensorik berlebihan (mis: televisi, pengumuman interkom)
  • Lakukan pengekangan fisik, sesuai indikasi
  • Sediakan informasi tentang apa yang terjadi dan apa yang dapat terjadi selanjutnya
  • Batasi pembuatan keputusan
  • Hindari memvalidasi mispersepsi atau interpretasi realita yang tidak akurat (mis: halusinasi, waham)
  • Nyatakan persepsi dengan cara yang tenang, meyakinkan, dan tidak argumentative
  • Fokus pada apa yang dikenali dan bermakna saat interaksi interpersonal
  • Lakukan reorientasi
  • Sediakan lingkungan fisik dan rutinitas harian yang konsisten
  • Gunakan isyarat lingkungan untuk stimulasi memori, reorientasi, dan meningkatkan perilaku yang sesuai (mis: tanda, gambar, jam, kalender, dan kode warna pada lingkungan)
  • Berikan informasi baru secara perlahan, sedikit demi sedikit, diulang-ulang

Edukasi

  • Anjurkan kunjungan keluarga, jika perlu
  • Anjurkan penggunaan alat bantu sensorik (mis: kacamata, alat bantu dengar, dan gigi palsu)

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian obat ansietas atau agitasi, jika perlu

Manajemen Demensia (I.09286)

Intervensi manajemen demensia dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.09286).

Manajemen demensia adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola pasien yang mengalami konfusi kronis.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen demensia berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi Riwayat fisik, sosial, psikologis, dan kebiasaan
  • Identifikasi pola aktivitas (mis: tidur, minum obat, eliminasi, asupan oral, perawatan diri)

Terapeutik

  • Sediakan lingkungan aman, nyaman, konsisten, dan rendah stimulus (mis: music tenang, dekorasi sederhana, pencahayaan memadai, makan Bersama pasien lain)
  • Orientasikan waktu, tempat, dan orang
  • Gunakan distraksi untuk mengatasi masalah perilaku
  • Libatkan keluarga dalam merencanakan, menyediakan, dan mengevaluasi perawatan
  • Fasilitasi orientasi dengan simbol-simbol (mis: dekorasi, papan petunjuk, foto diberi nama, huruf besar)
  • Libatkan kegiatan individua tau kelompok sesuai kemampuan kognitif dan minat

Edukasi

  • Anjurkan memperbanyak istirahat
  • Ajarkan keluarga cara perawatan demensia

Terapi Validasi (I.09332)

Intervensi terapi validasi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.09332).

Terapi validasi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk menggunakan metode komunikasi terapeutik dengan berfokus pada konten emosional.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi terapi validasi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi tahap gangguan kognitif (mis: malorientasi, bingung waktu, repetitif, atau vegetasi)
  • Monitor dan refleksikan gestur

Terapeutik

  • Hindari menggunakan strategi validasi jika bingung disebabkan oleh penyebab akut, reversible, atau tahap vegetasi
  • Dengarkan dengan empati
  • Tahan diri untuk mengkoreksi atau menentang persepsi dan pengalaman pasien
  • Ajukan pertanyaan faktual yang tidak mengancam (mis: siapa? Apa? Kapan? Bagaimana?)
  • Hindari bertanya “kenapa?”
  • Ulangi pernyataan, ulangi kata-kata kunci, sesuaikan dengan nada bicara
  • Pertahankan kontak mata
  • Gunakan sentuhan suportif (mis: sentuhan lembut ke pipi, bahu, lengan, atau tangan)
  • Gunakan Bahasa dan gaya komunikasi pasien (mis: pendengaran, visual, kinestetik)
  • Libatkan dalam kegiatan sesuai kebutuhan

Edukasi

  • Anjurkan mengekspresikan emosi sesuai pengalaman (mis: cinta, takut, sedih)
  • Anjurkan melakukan kegiatan bernyanyi dan bermain musik yang familiar
  • Anjurkan mengenang peristiwa sebelumnya untuk mengidentifikasi metode koping yang pernah digunakan sebelumnya

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori neurosensori adalah:

  1. Disrefleksia otonom
  2. Gangguan memori
  3. Gangguan menelan
  4. Konfusi akut
  5. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial
  6. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer
  7. Risiko konfusi akut

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *