risiko disfungsi neurovaskuler perifer

Risiko disfungsi neurovaskuler perifer merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai berisiko mengalami gangguan sirkulasi, sensasi, dan pergerakan pada ekstremitas.

Diagnosis ini diberi kode D.0067, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori neurosensori dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan risiko disfungsi neurovaskuler perifer secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari faktor risiko yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Faktor Risiko

Faktor risiko adalah kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan pasien mengalami masalah Kesehatan.

Faktor risiko inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “dibuktikan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan risiko.

Faktor risiko untuk masalah risiko disfungsi neurovaskuler perifer adalah:

  1. Hiperglikemia
  2. Obstruksi vaskuler
  3. Fraktur
  4. Imobilisasi
  5. Penekanan mekanis (mis: torniket, gips, balutan, restraint)
  6. Pembedahan ortopedi
  7. Trauma
  8. Luka bakar

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan risiko, yang berarti penulisannya menggunakan metode dua bagian, yaitu:

[masalah] + [faktor risiko]

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Risiko disfungsi neurovaskuler perifer dibuktikan dengan obstruksi vaskuler.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Risiko disfungsi neurovaskuler perifer d.d obstruksi vaskuler.

Perhatikan:

  1. Masalah = Risiko disfungsi neurovaskuler perifer
  2. Faktor risiko = Obstruksi vaskuler
  3. d.d = dibuktikan dengan
  4. Diagnosis risiko tidak menggunakan berhubungan dengan (b.d) karena tidak memiliki etiologi.

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis risiko disfungsi neurovaskuler perifer adalah: “neurovaskuler perifer meningkat”

Neurovaskuler perifer meningkat diberi kode L.06051 dalam SLKI.

Neurovaskuler perifer meningkat berarti sirkulasi dan sensasi pergerakan ekstremitas adekuat meningkat.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa neurovaskuler perifer meningkat adalah:

  1. Sirkulasi arteri meningkat
  2. Sirkulasi vena meningkat
  3. Nyeri menurun
  4. Nadi membaik
  5. Suhu tubuh membaik
  6. Warna kulit membaik

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka neurovaskuler perifer meningkat, dengan kriteria hasil:

  1. Sirkulasi arteri meningkat
  2. Sirkulasi vena meningkat
  3. Nyeri menurun
  4. Nadi membaik
  5. Suhu tubuh membaik
  6. Warna kulit membaik

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka neurovaskuler perifer.
  2. Ekspektasi = Meningkat.
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis risiko disfungsi neurovaskuler perifer adalah:

  1. Manajemen sensasi perifer
  2. Pengaturan posisi

Manajemen Sensasi Perifer (I.06195)

Intervensi manajemen sensasi perifer dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.06195).

Manajemen sensasi perifer adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola ketidaknyamanan pada perubahan sensasi perifer.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen sensasi perifer berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi penyebab perubahan sensasi
  • Identifikasi penggunaan alat pengikat, prosthesis, sepatu, dan pakaian
  • Periksa perbedaan sensasi tajam atau tumpul
  • Periksa perbedaan sensasi panas atau dingin
  • Periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi dan tekstur benda
  • Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
  • Monitor perubahan kulit
  • Monitor adanya tromboplebitis dan tromboemboli vena

Terapeutik

  • Hindai pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya (terlalu panas atau dingin)

Edukasi

  • Anjurkan penggunaan thermometer untuk menguji suhu air
  • Anjurkan penggunaan sarung tangan termal saat memasak
  • Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
  • Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu

Pengaturan Posisi (I.01019)

Intervensi pengaturan posisi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.01019).

Pengaturan posisi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk menempatkan bagian tubuh untuk meningkatkan Kesehatan fisiologis dan/atau psikologis.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi pengaturan posisi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah mengubah posisi
  • Monitor alat traksi agar selalu tepat

Terapeutik

  • Tempatkan pada matras/tempat tidur terapeutik yang tepat
  • Tempatkan pada posisi terapeutik
  • Tempatkan objek yang sering digunakan dalam jangkauan
  • Tempatkan bel atau lampu panggilan dalam jangkauan
  • Sediakan matras yang kokoh/padat
  • Atur posisi tidur yang disukai, jika tidak kontraindikasi
  • Atur posisi untuk mengurangi sesak (mis: semi-fowler)
  • Atur posisi yang meningkatkan drainage
  • Posisikan pada kesejajaran tubuh yang tepat
  • Imobilisasi dan topang bagian tubuh yang cidera dengan tepat
  • Tinggikan bagian tubuh yang sakit dengan tepat
  • Tinggikan anggota gerak 20° atau lebih diatas level jantung
  • Tinggikan tempat tidur bagian kepala
  • Berikan bantal yang tepat pada leher
  • Berikan topangan pada area edema (mis: bantal dibawah lengan atau skrotum)
  • Posisikan untuk mempermudah ventilasi/perfusi (mis: tengkurap/good lung down)
  • Motivasi melakukan ROM aktif atau ROM pasif
  • Motivasi terlibat dalam perubahan posisi, sesuai kebutuhan
  • Hindari menempatkan pada posisi yang dapat meningkatkan nyeri
  • Hindari menempatkan stump amputasi pada posisi fleksi
  • Hindari posisi yang menimbulkan ketegangan pada luka
  • Minimalkan gesekan dan tarikan saat mengubah posisi
  • Ubah posisi setiap 2 jam
  • Ubah posisi dengan Teknik log roll
  • Pertahankan posisi dan integritas traksi

Edukasi

  • Informasikan saat akan dilakukan perubahan posisi
  • Ajarkan cara menggunakan postur yang baik dan mekanika tubuh yang baik selama melakukan perubahan posisi

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian premedikasi sebelum mengubah posisi, jika perlu

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori neurosensori adalah:

  1. Disrefleksia otonom
  2. Gangguan memori
  3. Gangguan menelan
  4. Konfusi akut
  5. Konfusi kronis
  6. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial
  7. Risiko konfusi akut

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply