konfusi akut

Konfusi akut merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai gangguan kesadaran, perhatian, kognitif, dan persepsi yang reversible, berlangsung tiba-tiba, dan singkat.

Diagnosis ini diberi kode D.0064, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori neurosensori dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan konfusi akut secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari tanda dan gejala yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Tanda dan Gejala

Untuk dapat mengangkat diagnosis konfusi akut, Perawat harus memastikan bahwa minimal 80% dari  tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

DS:

  • Kurang motivasi untuk memulai/menyelesaikan perilaku berorientasi tujuan
  • Kurang motivasi untuk memulai/menyelesaikan perilaku terarah

DO:

  • Fluktuasi fungsi kognitif
  • Fluktuasi tingkat kesadaran
  • Fluktuasi aktivitas psikomotorik

Bila data diatas tidak tampak pada pasien, atau yang muncul hanya satu atau dua saja (kurang dari 80%), maka Perawat harus melihat kemungkinan masalah lain pada daftar diagnosis keperawatan, atau diagnosis keperawatan lain yang masuk dalam sub kategori neurosensori pada SDKI.

Penyebab (Etiologi)

Penyebab (etiologi) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan.

Penyebab inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “berhubungan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan.

Penyebab (etiologi) untuk masalah konfusi akut adalah:

  1. Delirium
  2. Demensia
  3. Fluktuasi siklus tidur-bangun
  4. Usia lebih dari 60 tahun
  5. Penyalahgunaan zat

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya menggunakan metode tiga bagian, yaitu:

[masalah] + [penyebab][tanda/gejala].

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Konfusi akut berhubungan dengan demensia dibuktikan dengan kurang motivasi untuk memulai perilaku berorientasi tujuan dan terarah, fluktuasi fungsi kognitif, fluktuasi tingkat kesadaran, fluktuasi aktivitas psikomotorik.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Konfusi akut b.d demensia d.d kurang motivasi untuk memulai perilaku berorientasi tujuan dan terarah, fluktuasi fungsi kognitif, fluktuasi tingkat kesadaran, fluktuasi aktivitas psikomotorik.

Perhatikan:

  1. Masalah = Konfusi akut
  2. Penyebab = Demensia
  3. Tanda/gejala = kurang motivasi untuk memulai perilaku berorientasi tujuan dan terarah, dst.
  4. b.d = berhubungan dengan
  5. d.d = dibuktikan dengan

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis konfusi akut adalah: “tingkat konfusi menurun.”

Tingkat konfusi menurun diberi kode L.06054 dalam SLKI.

Tingkat konfusi menurun berarti kesadaran, perhatian, kognitif, dan persepsi yang terganggu menurun.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa tingkat konfusi menurun adalah:

  1. Fungsi kognitif meningkat
  2. Tingkat kesadaran meningkat
  3. Aktivitas psikomotorik meningkat
  4. Motivasi memulai/menyelesaikan perilaku terarah meningkat
  5. Memori jangka pendek meningkat
  6. Memori jangka Panjang meningkat
  7. Interpretasi membaik
  8. Fungsi sosial membaik
  9. Respons terhadap stimulus membaik

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka tingkat konfusi menurun, dengan kriteria hasil:

  1. Fungsi kognitif meningkat
  2. Tingkat kesadaran meningkat
  3. Aktivitas psikomotorik meningkat
  4. Motivasi memulai/menyelesaikan perilaku terarah meningkat

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka tingkat konfusi
  2. Ekspektasi = Meningkat
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis konfusi akut adalah:

  1. Manajemen delirium
  2. Manajemen halusinasi
  3. Manajemen penyalahgunaan zat

Manajemen Delirium (I.06189)

Intervensi manajemen delirium dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.06189).

Manajemen delirium adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola lingkungan terapeutik dan aman pada status konfusi akut.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen delirium berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi faktor risiko delirium (mis: usia >75 tahun, disfungsi kognitif, gangguan penglihatan/pendengaran, penurunan kemampuan fungsional, infeksi, hipo/hipertemia, hipoksia, malnutrisi, efek obat, toksin, gangguan tidur, stres)
  • Identifikasi tipe delirium (mis: hipoaktif, hiperaktif, campuran)
  • Monitor status neurologis dan tingkat delirium

Terapeutik

  • Berikan pencahayaan yang baik
  • Sediakan jam dan kalender yang mudah dibaca
  • Hindari stimulus sensorik berlebihan (mis: televisi, pengumuman interkom)
  • Lakukan pengekangan fisik, sesuai indikasi
  • Sediakan informasi tentang apa yang terjadi dan apa yang dapat terjadi selanjutnya
  • Batasi pembuatan keputusan
  • Hindari memvalidasi mispersepsi atau interpretasi realita yang tidak akurat (mis: halusinasi, waham)
  • Nyatakan persepsi dengan cara yang tenang, meyakinkan, dan tidak argumentative
  • Fokus pada apa yang dikenali dan bermakna saat interaksi interpersonal
  • Lakukan reorientasi
  • Sediakan lingkungan fisik dan rutinitas harian yang konsisten
  • Gunakan isyarat lingkungan untuk stimulasi memori, reorientasi, dan meningkatkan perilaku yang sesuai (mis: tanda, gambar, jam, kalender, dan kode warna pada lingkungan)
  • Berikan informasi baru secara perlahan, sedikit demi sedikit, diulang-ulang

Edukasi

  • Anjurkan kunjungan keluarga, jika perlu
  • Anjurkan penggunaan alat bantu sensorik (mis: kacamata, alat bantu dengar, dan gigi palsu)

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian obat ansietas atau agitasi, jika perlu

Manajemen Halusinasi (I.09288)

Intervensi manajemen halusinasi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.09288).

Manajemen halusinasi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola peningkatan keamanan, kenyamanan, dan orientasi realita.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen halusinasi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Monitor perilaku yang mengindikasikan halusinasi
  • Monitor dan sesuaikan tingkat aktivitas dan stimulasi lingkungan
  • Monitor isi halusinasi (mis: kekerasan atau membahayakan diri)

Terapeutik

  • Pertahankan lingkungan yang aman
  • Lakukan Tindakan keselamatan Ketika tidak dapat mengontrol perilaku (mis: limit setting, pembatasan wilayah, pengekangan fisik, seklusi)
  • Diskusikan perasaan dan respons terhadap halusinasi
  • Hindari perdebatan tentang validitas halusinasi

Edukasi

  • Anjurkan memonitor sendiri situasi terjadinya halusinasi
  • Anjurkan bicara pada orang yang dipercaya untuk memberi dukungan dan umpan balik korektif terhadap halusinasi
  • Anjurkan melakukan distraksi (mis: mendengarkan music, melakukan aktivitas dan Teknik relaksasi)
  • Ajarkan pasien dan keluarga cara mengontrol halusinasi

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian obat antipsikotik dan antiansietas, jika perlu

Manajemen Penyalahgunaan Zat (I.09291)

Intervensi manajemen penyalahgunaan zat dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.09291).

Manajemen penyalahgunaan zat adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola pasien yang menunjukkan efek toksik sebagai hasil dari mengkonsumsi satu atau lebih obat.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen penyalahgunaan zat berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi penyebab ketergantungan atau penyalahgunaan zat
  • Identifikasi perilaku denial tidak efektif
  • Periksa tanda dan gejala intoksikasi
  • Periksa pasien dan abrang bawaannya secara acak

Terapeutik

  • Penuhi kebutuhan dasar seperti keamanan, kebersihaan diri, kenyamanan, lingkungan tenang
  • Perbaiki kesalahan konsepsi, tidak menyalahkan orang lain
  • Pertahankan disiplin diri dengan pengawasan ketat
  • Berikan Batasan pada perilaku manipulative
  • Batasi akses penggunaan zat
  • Hadapi secara konsisten, tidak menghakimi dan menghukum

Edukasi

  • Anjurkan berfokus pada saat ini dan masa depan, bukan masa lalu
  • Anjurkan pasien dan keluarga mengikuti peraturan ketat rumah sakit secara efektif (mis: tidak menyelundupkan obat)
  • Anjurkan mengikuti program kelompok
  • Anjurkan untuk berobat jalan secara teratur dan mematuhi pengobatan saat pulang
  • Ajarkan keterampilan pencegahan kekambuhan, keterampilan suportif dan tugas perkembangan
  • Jelaskan bahaya menggunakan alat invasive untuk memasukan zat dalam tubuh (mis: abses, HIV)

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian substitusi, sesuai indikasi

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori neurosensori adalah:

  1. Disrefleksia otonom
  2. Gangguan memori
  3. Gangguan menelan
  4. Konfusi kronis
  5. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial
  6. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer
  7. Risiko konfusi akut

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply