Hipervolemia

Hipervolemia merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai peningkatan volume cairan intravaskular, interstitial, dan/atau intraselular.

Diagnosis ini diberi kode D.0022, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori nutrisi dan cairan dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan hipervolemia secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari tanda dan gejala yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Penyebab (Etiologi)

Penyebab (etiologi) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan.

Penyebab inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “berhubungan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan.

Penyebab (etiologi) untuk masalah hipervolemia adalah:

  1. Gangguan mekanisme regulasi
  2. Kelebihan asupan cairan
  3. Kelebihan asupan natrium
  4. Gangguan aliran balik vena
  5. Efek agen farmakologis (mis: kortikosteroid, chlorpropamide, tolbutamide, vincristine, tryptilinescarbamazepine)

Tanda dan Gejala

Untuk dapat mengangkat diagnosis hipervolemia, Perawat harus memastikan bahwa tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

DS:

  1. Ortopnea
  2. Dispnea
  3. Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)

DO:

  1. Edema anasarca dan/atau edema perifer
  2. Berat badan meningkat dalam waktu singkat
  3. Jugular venous pressure (JVP) dan/atau central venous pressure (CVP) meningkat
  4. Refleks hepatojugular positif

Bila data diatas tidak tampak pada pasien, atau yang muncul hanya satu atau dua saja (kurang dari 80%), maka Perawat harus melihat kemungkinan masalah lain pada daftar diagnosis keperawatan, atau diagnosis keperawatan lain yang masuk dalam sub kategori  nutrisi dan cairan pada SDKI.

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya menggunakan metode tiga bagian, yaitu:

[masalah] + [penyebab][tanda/gejala].

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Hipervolemia berhubungan dengan gangguan aliran balik vena dibuktikan dengan ortopnea, frekuensi napas 28 kali per menit, edema perifer, JVP meningkat.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Hipervolemia b.d gangguan aliran balik vena d.d ortopnea, frekuensi napas 28 kali per menit, edema perifer, JVP meningkat.

Perhatikan:

  1. Masalah = Hipervolemia
  2. Penyebab = Gangguan aliran balik vena
  3. Tanda/gejala = Ortopnea… dst
  4. b.d = berhubungan dengan
  5. d.d = dibuktikan dengan

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis hipervolemia adalah: “keseimbangan cairan meningkat.”

Keseimbangan cairan meningkat diberi kode L.03020 dalam SLKI.

Keseimbangan cairan meningkat berarti terdapar kondisi ekuilibrium (seimbang) antara volume cairan di ruang intraselular dan ekstraselular tubuh.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa keseimbangan cairan meningkat adalah:

  1. Asupan cairan meningkat
  2. Output urin meningkat
  3. Membrane mukoa lembab meningkat
  4. Edema menurun
  5. Dehidrasi menurun
  6. Tekanan darah membaik
  7. Frekuensi nadi membaik
  8. Kekuatan nadi membaik
  9. Tekanan arteri rata-rata membaik
  10. Mata cekung membaik
  11. Turgor kulit membaik

Bila kita perhatikan kriteria hasil diatas, tampak ketidakcocokan antara hasil yang diharapkan dengan tanda dan gejala yang muncul pada diagnosis hipervolemia.

Berdasarkan Analisa penulis, seharusnya luaran yang tepat adalah “status cairan membaik.”

Status cairan membaik diberi kode L.03028 dalam SLKI.

Status cairan membaik adalah kondisi dimana volume cairan ruang intravascular, interstitial, dan/atau intraseluer membaik.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa status cairan membaik adalah:

  1. Kekuatan nadi meningkat
  2. Output urin meningkat
  3. Membran mukosa lembab meningkat
  4. Ortopnea menurun
  5. Dispnea menurun
  6. Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) menurun
  7. Edema anasarka menurun
  8. Edema perifer menurun
  9. Frekuensi nadi membaik
  10. Tekanan darah membaik
  11. Turgor kulit membaik
  12. Jugular venous pressure membaik
  13. Hemoglobin membaik
  14. Hematokrit membaik

Dalam artikel ini, kita akan menggunakan status cairan membaik sebagai luaran dari diagnosis hipervolemia.

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka status cairan membaik, dengan kriteria hasil:

  1. Ortopnea menurun
  2. Edema perifer menurun
  3. JVP meningkat membaik

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka status cairan
  2. Ekspektasi = Membaik
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis hipervolemia adalah:

  1. Manajemen hipervolemia
  2. Pemantauan cairan

Manajemen Hipervolemia (I.03114)

Intervensi manajemen hipervolemia dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.03114).

Manajemen hipervolemia adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola kelebihan volume cairan intravaskuler dan ekstraseluler serta mencegah terjadinya komplikasi.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen hipervolemia berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Periksa tanda dan gejala hypervolemia (mis: ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP meningkat, refleks hepatojugular positif, suara napas tambahan)
  • Identifikasi penyebab hypervolemia
  • Monitor status hemodinamik (mis: frekuensi jantung, tekanan darah, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, CI) jika tersedia
  • Monitor intake dan output cairan
  • Monitor tanda hemokonsentrasi (mis: kadar natrium, BUN, hematokrit, berat jenis urine)
  • Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma (mis: kadar protein dan albumin meningkat)
  • Monitor kecepatan infus secara ketat
  • Monitor efek samping diuretic (mis: hipotensi ortostatik, hypovolemia, hipokalemia, hiponatremia)

Terapeutik

  • Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
  • Batasi asupan cairan dan garam
  • Tinggikan kepala tempat tidur 30 – 40 derajat

Edukasi

  • Anjurkan melapor jika haluaran urin < 0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam
  • Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam sehari
  • Ajarkan cara membatasi cairan

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian diuretic
  • Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretic
  • Kolaborasi pemberian continuous renal replacement therapy (CRRT) jika perlu

Pemantauan Cairan (I.03101)

Intervensi pemantauan cairan dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.03121).

Pemantauan cairan adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengumpulkan dan menganalisis data terkait pengaturan keseimbangan cairan.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi pemantauan cairan berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
  • Monitor frekuensi napas
  • Monitor tekanan darah
  • Monitor berat badan
  • Monitor waktu pengisian kapiler
  • Monitor elastisitas atau turgor kulit
  • Monitor jumlah, warna, dan berat jenis urin
  • Monitor kadar albumin dan protein total
  • Monitor hasil pemeriksaan serum (mis: osmolaritas serum, hematokrit, natrium, kalium, dan BUN)
  • Monitor intake dan output cairan
  • Identifikasi tanda-tanda hypovolemia (mis: frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, hasil, lemah, konsentrasi urin meningkat, berat badan menurun dalam waktu singkat)
  • Identifikasi tanda-tanda hypervolemia (mis: dispnea, edema perifer, edema anasarca, JVP meningkat, CVP meningkat, refleks hepatojugular positif, berat badan menurun dalam waktu singkat)
  • Identifikasi faktor risiko ketidakseimbagnan cairan (mis: prosedur pembedahan mayor, trauma/perdarahan, luka bakar, apheresis, obstruksi intestinal, peradangan pancreas, penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi intestinal)

Terapeutik

  • Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
  • Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

  • Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
  • Dokumentasikan hasil pemantauan

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori  nutrisi dan cairan adalah:

  1. Berat badan lebih
  2. Defisit nutrisi
  3. Diare
  4. Disfungsi motilitas gastrointestinal
  5. Hipovolemia
  6. Ikterik neonatus
  7. Kesiapan peningkatan keseimbangan cairan
  8. Kesiapan peningkatan nutrisi
  9. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
  10. Menyusui efektif
  11. Menyusui tidak efektif
  12. Obesitas
  13. Risiko berat badan lebih
  14. Risiko defisit nutrisi
  15. Risiko disfungsi motilitas gastrointestinal
  16. Risiko hipovolemia
  17. Risiko ikterik neonatus
  18. Risiko ketidakseimbangan cairan
  19. Risiko ketidakseimbangan elektrolit
  20. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
  21. Risiko syok

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply