Gangguan sirkulasi spontan adalah ketidakmampuan untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat untuk menunjang kehidupan.
Diagnosis ini diberi kode D.0007, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori sirkulasi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).
Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan gangguan sirkulasi spontan secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.
Kita akan mempelajari tanda dan gejala yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.
Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:
- Tanda dan Gejala
- Penyebab (Etiologi)
- Penulisan Diagnosis
- Luaran (HYD)
- Intervensi
- Diagnosis Terkait
- Referensi
Tanda dan Gejala
Untuk dapat mengangkat diagnosis gangguan sirkulasi spontan, Perawat harus memastikan bahwa minimal 80% dari tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:
DS:
Tidak berespon (unrespon)
DO:
- Frekuensi nadi < 50 kali/menit atau > 150 kali/menit
- Tekanan darah sistolik < 60 mmHg atau > 200 mmHg
- Frekuensi napas < 6 kali/menit atau > 30 kali/menit
- Kesadaran menurun atau tidak sadar
Bila data diatas tidak muncul, atau yang muncul hanya satu atau dua saja (kurang dari 80%), maka Perawat harus mempertimbangkan adanya masalah lain, misalnya “penurunan curah jantung” atau “perfusi perifer tidak efektif” yang sama-sama masalah keperawatan pada sub kategori sirkulasi dalam SDKI.
Penyebab (Etiologi)
Penyebab (etiologi) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan.
Penyebab inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “berhubungan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan.
Penyebab (etiologi) untuk masalah gangguan sirkulasi spontan adalah:
- Abnormalitas kelistrikan jantung
- Abnormalitas struktur jantung
- Penurunan fungsi ventrikel
Penulisan Diagnosis
Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya menggunakan metode tiga bagian, yaitu:
[masalah] + [penyebab] + [tanda/gejala].
Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:
Gangguan sirkulasi spontan berhubungan dengan abnormalitas kelistrikan jantung dibuktikan dengan tidak ada respon, frekuensi nadi tidak ada, frekuensi napas tidak ada, pasien tidak sadar.
Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:
Gangguan sirkulasi spontan b.d abnormalitas kelistrikan jantung d.d tidak ada respon, frekuensi nadi tidak ada, frekuensi napas tidak ada, pasien tidak sadar.
Perhatikan:
- Masalah = Gangguan sirkulasi spontan
- Penyebab = Abnormalitas kelistikan jantung
- Tanda/gejala = Tidak ada respon, dst.
- b.d = berhubungan dengan
- d.d = dibuktikan dengan
Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”
Luaran (HYD)
Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis gangguan sirkulasi spontan adalah: “sirkulasi spontan meningkat.”
Sirkulasi spontan meningkat diberi kode L.02015 dalam SLKI.
Sirkulasi spontan meningkat berarti kemampuan pasien untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat untuk menunjang kehidupan meningkat.
Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa sirkulasi spontan meningkat adalah:
- Tingkat kesadaran meningkat
- Frekuensi nadi membaik
- Tekanan darah membaik
- Frekuensi napas membaik
Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:
[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].
Contoh:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1 x 24 jam, maka sirkulasi spontan meningkat, dengan kriteria hasil:
- Tingkat kesadaran meningkat
- Frekuensi nadi membaik
- Frekuensi napas membaik
Perhatikan:
- Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka sirkulasi spontan
- Ekspektasi = Meningkat
- Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,
Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”
Intervensi
Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.
Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.
Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.
Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.
Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis gangguan sirkulasi spontan adalah:
- Manajemen defibrilasi
- Resusitasi cairan
- Resusitasi jantung paru
Manajemen Defibrilasi (I.02038)
Intervensi manajemen defibrilasi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.02085).
Manajemen defibrilasi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola aliran listrik kuat dengan metode asinkron ke jantung melalui elektroda yang ditempatkan pada permukaan dada
Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen defibrilasi berdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
- Periksa irama pada monitor setelah RJP 2 menit
Terapeutik
- Lakukan resusitasi jantung paru (RJP) hingga mesin defibrillator siap
- Siapkan dan hidupkan mesin defibrillator
- Pasang monitor EKG
- Pastikan irama EKG henti jantung (VF atau VT tanpa nadi)
- Atur jumlah energi dengan metode asynchronized (360 joule untuk monofasik dan 120-200 joule untuk bifasik)
- Angkat paddle dari mesin dan oleskan jeli pada paddle
- Tempelkan paddle sternum (kanan) pada sisi kanan sternum di bawah klavikula dan paddle apeks (kiri) pada garis midaksilaris setinggi elektroda V6
- Isi energi dengan menekan tombol charge pada paddle atau tombol charge pada mesin defibrillator dan menunggu hingga energi yang diinginkan tercapai
- Hentikan RJP saat defibrillator siap
- Teriak bahwa defibrillator telah siap (misal: “I’m clear, you’re clear, everybody’s clear”)
- Berikan syok dengan menekan tombol pada kedua paddle bersamaan
- Angkat paddle dan langsung lanjutkan RJP tanpa menunggu hasil irama yang muncul pada monitor setelah pemberian defibrilasi
- Lanjutkan RJP sampai 2 menit
Resusitasi Cairan (I.03139)
Intervensi resusitasi cairan dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.03139).
Resusitasi cairan adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk memberikan cairan intra vena dengan cepat sesuai indikasi.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi resusitasi cairan berdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
- Identifikasi kelas syok untuk estimasi kehilangan darah
- Monitor status hemodinamik
- Monitor status oksigen
- Monitor kelebihan cairan
- Monitor output cairan tubuh (mis. Urin, cairan nasogastric, cairan selang dada)
- Monitor nilai BUN, kreatinin, protein total, dan albumin, jika perlu
- Monitor tanda dan gejala edema paru
Terapeutik
- Pasang jalur IV berukuran besar (mis. nomor 14 atau 16)
- Berikan infus cairan kristaloid 1-2 L pada dewasa
- Berikan infus cairan kristaloid 20 mL/KgBB pada anak
- Lakukan cross matching produk darah
Kolaborasi
- Kolaborasi penentuan jenis dan jumlah cairan (mis: kristaloid, koloid)
- Kolaborasi pemberian produk darah
Resusitasi Jantung Paru (I.02083)
Intervensi resusitasi jantung paru dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.02083).
Resusitasi jantung paru adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk memberikan pertolongan pertama pada kondisi henti napas dan henti jantung dengan teknik kombinasi kompresi pada dada dan bantuan napas.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi resusitasi jantung paru berdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
- Identifikasi keamanan penolong, lingkungan dan pasien
- Identifikasi respon pasien (mis: memanggil pasien, menepuk bahu pasien)
- Monitor nadi karotis dan napas setiap 2 menit atau 5 siklus RJP
Terapeutik
- Pakai alat pelindung diri
- Aktifkan emergency medical system atau berteriak minta tolong
- Posisikan pasien telentang di tempat datar dan keras
- Atur posisi penolong berlutut disamping pasien
- Raba nadi karotis dalam waktu < 10 detik
- Berikan rescue breathing jika ditemukan ada nadi tetapi tidak ada napas
- Kompresi dada 30 kali dikombinasikan dengan bantuan napas (ventilasi) 2 kali jika ditemukan tidak ada nadi dan tidak ada napas.
- Kompresi dengan tumit telapak tangan menumpuk di atas telapak tangan yang lain tegak lurus pada pertengahan dada (seperdua bawah sternum)
- Kompresi dengan kedalaman kompresi 5-6 cm dengan kecepatan 100-120 kali per menit
- Bersihkan dan buka jalan napas dengan head-tilt chin-lift atau jaw thrust (jika curiga cedera servikal)
- Berikan bantuan napas dengan menggunakan bag valve mask dengan Teknik EC-Clamp
- Kombinasikan kompresi dan ventilasi selama 2 menit atau sebanyak 5 siklus
- Hentikan RJP jika ditemukan ada tanda-tanda kehidupan, penolong yang lebih mahir datang, ditemukan adanya tanda-tanda kematian biologis, do not resuscitation (DNR).
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur Tindakan kepada keluarga atau pengantar pasien
Kolaborasi
- Kolaborasi tim medis untuk bantuan hidup lanjut.
Diagnosis Terkait
Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori sirkulasi adalah:
- Gangguan sirkulasi spontan
- Penurunan curah jantung
- Perfusi perifer tidak efektif
- Risiko gangguan sirkulasi spontan
- Risiko penurunan curah jantung
- Risiko perdarahan
- Risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif
- Risiko perfusi miokard tidak efektif
- Risiko perfusi perifer tidak efektif
- Risiko perfusi renal tidak efektif
- Risiko perfusi serebral tidak efektif
Referensi
- PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
- PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
- PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.