Disfungsi motilitas gastrointestinal

Disfungsi motilitas gastrointestinal merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai peningkatan, penurunan, tidak efektif atau kurangnya aktivitas peristaltik gastrointestinal.

Diagnosis ini diberi kode D.0021, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori nutrisi dan cairan dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan disfungsi motilitas gastrointestinal secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari tanda dan gejala yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Penyebab (Etiologi)

Penyebab (etiologi) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan.

Penyebab inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “berhubungan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan.

Penyebab (etiologi) untuk masalah disfungsi motilitas gastrointestinal adalah:

  1. Asupan enteral
  2. Intoleransi makanan
  3. Imobilisasi
  4. Makanan kontaminan
  5. Malnutrisi
  6. Pembedahan
  7. Efek agen farmakologis (mis. narkotik/opiat, antibiotik, laksatif, anestesia)
  8. Proses penuaan
  9. Kecemasan

Tanda dan Gejala

Untuk dapat mengangkat diagnosis disfungsi motilitas gastrointestinal, Perawat harus memastikan bahwa tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

DS:

  • Mengungkapkan flatus tidak ada
  • Nyeri/kram abdomen

DO:

  • Suara peristaltik berubah (tidak ada, hipoaktif, atau hiperaktif)

Suara peristaltik atau bising usus terjadi akibat adanya gerakan usus saat mendorong makanan.

Bising usus yang berkurang (hipoaktif) termasuk pengurangan kenyaringan, nada, atau keteraturan suara, adalah tanda bahwa aktivitas usus melambat, dan mengindikasikan adanya konstipasi.

Bising usus yang meningkat (hiperaktif) terkadang dapat terdengar bahkan tanpa stetoskop. Bising usus hiperaktif berarti ada peningkatan aktivitas usus, yang mungkin terjadi karena diare atau setelah makan (A.D.A.M Medical Encyclopedia).

Bising usus sangat bervariasi pada semua individu yang diteliti. Bising usus normal didefinisikan sebagai 3-10 kali suara biasa, terjadi satu setiap lima detik, didahului dan diikuti oleh setidaknya satu menit keheningan (Arnbjörnsson, 1986)

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya menggunakan metode tiga bagian, yaitu:

[masalah] + [penyebab][tanda/gejala].

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan efek anestesia dibuktikan dengan tidak ada flatus, peristaltik hipoaktif.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Disfungsi motilitas gastrointestinal b.d efek anestesia d.d tidak ada flatus, peristaltik hipoaktif.

Perhatikan:

  1. Masalah = Disfungsi motilitas gastrointestinal
  2. Penyebab = Efek anestesia
  3. Tanda/gejala = Tidak ada flatus…
  4. b.d = berhubungan dengan
  5. d.d = dibuktikan dengan

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis disfungsi motilitas gastrointestinal adalah: “motilitas gastrointestinal membaik.”

Motilitas gastrointestinal membaik diberi kode L.03023 dalam SLKI.

Motilitas gastrointestinal membaik berarti aktivitas peristaltic gastrointestinal membaik atau dalam rentang normal.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa motilitas gastrointestinal membaik adalah:

  1. Nyeri menurun
  2. Kram abdomen menurun
  3. Mual menurun
  4. Muntah menurun
  5. Regurgitasi menurun
  6. Distensi abdomen menurun
  7. Diare menurun
  8. Suara peristaltik meningkat (bila hipoperistaltik) / menurun (bila hiperperistaltik)
  9. Pengosongan lambung meningkat
  10. Flatus meningkat

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka motilitas gastrointestinal membaik, dengan kriteria hasil:

  1. Flatus meningkat
  2. Suara peristaltik meningkat

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka motilitas gastrointestinal
  2. Ekspektasi = Membaik
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis disfungsi motilitas gastrointestinal adalah:

  1. Manajemen nutrisi
  2. Pengontrolan infeksi

Manajemen Nutrisi (I.03119)

Intervensi manajemen nutrisi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.03119).

Manajemen nutrisi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen nutrisi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi status nutrisi
  • Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
  • Identifikasi makanan yang disukai
  • Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
  • Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
  • Monitor asupan makanan
  • Monitor berat badan
  • Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

  • Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
  • Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis: piramida makanan)
  • Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
  • Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
  • Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
  • Berikan suplemen makanan, jika perlu
  • Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastik jika asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi

  • Ajarkan posisi duduk, jika mampu
  • Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis: Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
  • Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

Pengontrolan Infeksi (I.01018)

Intervensi pengontrolan infeksi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.01018).

Pengontrolan infeksi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengendalikan penyebaran infeksi dan perburukan komplikasi akibat infeksi.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi pengontrolan infeksi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi pasien-pasien yang mengalami penyakit infeksi menular

Terapeutik

  • Terapkan kewaspadaan universal (mis: cuci tangan aseptic, gunakan alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan, pelindung wajah, pelindung mata, apron, sepatu bot sesuai model transmisi mikroorganisme)
  • Tempatkan pada ruang isolasi bertekanan positif untuk pasien yang mengalami penurunan imunitas
  • Tempatkan pada ruang isolasi bertekanan negatif untuk pasien dengan resiko penyebaran infeksi via droplet atau udara
  • Sterilisasi dan desinfeksi alat-alat, furniture, lantai, sesuai kebutuhan
  • Gunakan hepafilter pada area khusus (mis: kamar operasi)
  • Berikan tanda khusus untuk pasien-pasien dengan penyakit menular

Edukasi

  • Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
  • Ajarkan etika batuk dan/atau bersin

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori  nutrisi dan cairan adalah:

  1. Berat badan lebih
  2. Defisit nutrisi
  3. Diare
  4. Hipervolemia
  5. Hipovolemia
  6. Ikterik neonatus
  7. Kesiapan peningkatan keseimbangan cairan
  8. Kesiapan peningkatan nutrisi
  9. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
  10. Menyusui efektif
  11. Menyusui tidak efektif
  12. Obesitas
  13. Risiko berat badan lebih
  14. Risiko defisit nutrisi
  15. Risiko disfungsi motilitas gastrointestinal
  16. Risiko hipovolemia
  17. Risiko ikterik neonatus
  18. Risiko ketidakseimbangan cairan
  19. Risiko ketidakseimbangan elektrolit
  20. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
  21. Risiko syok

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  4. Arnbjörnsson E. (1986). Normal and pathological bowel sound patterns. Ann Chir Gynaecol, 75 (6) : 314 – 8. PMID: 3579191.
  5. A.D.A.M. Medical Encyclopedia [Internet]. Johns Creek (GA): Ebix, Inc., A.D.A.M.; c1997-2020. Abdominal sounds; [reviewed 2020 Oct 10; cited 2022 April 12]. Available from: https://medlineplus.gov/ency/article/003137.htm

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *