Risiko perlambatan pemulihan pascabedah

Risiko perlambatan pemulihan pascabedah merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai berisiko mengalami pemanjangan jumlah hari pascabedah untuk memulai dan melakukan aktivitas sehari-hari.

Diagnosis ini diberi kode D.0147, masuk dalam kategori lingkungan, subkategori keamanan dan proteksi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan risiko perlambatan pemulihan pascabedah secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari faktor risiko yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Faktor Risiko

Faktor risiko adalah kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan pasien mengalami masalah Kesehatan.

Faktor risiko inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “dibuktikan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan risiko.

Faktor risiko untuk masalah risiko perlambatan pemulihan pascabedah adalah:

  1. Skor klasifikasi status fisik American Society of Anesthesiologists (ASA) ≥ 3
  2. Hiperglikemia
  3. Edema pada lokasi pembedahan
  4. Prosedur pembedahan ekstensif (luas)
  5. Usia ekstrem
  6. Riwayat perlambatan penyembuhan luka
  7. Gangguan mobilitas
  8. Malnutrisi
  9. Obesitas
  10. Infeksi luka perioperatif
  11. Mual/muntah persisten
  12. Respon emosional pascaoperasi
  13. Pemanjangan proses operasi
  14. Gangguan psikologis pascaoperasi
  15. Kontaminasi bedah
  16. Trauma pada luka operasi
  17. Efek agen farmakologis

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan risiko, yang berarti penulisannya menggunakan metode dua bagian, yaitu:

[masalah] + [faktor risiko]

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Risiko perlambatan pemulihan pascabedah dibuktikan dengan hiperglikemia

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Risiko perlambatan pemulihan pascabedah d.d hiperglikemia

Perhatikan:

  1. Masalah = Risiko perlambatan pemulihan pascabedah
  2. Faktor risiko = Hiperglikemia
  3. d.d = dibuktikan dengan
  4. Diagnosis risiko tidak menggunakan berhubungan dengan (b.d) karena tidak memiliki etiologi.

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis risiko perlambatan pemulihan pascabedah adalah “pemulihan pascabedah meningkat”.

Pemulihan pascabedah meningkat diberi kode L.14129 dalam SLKI.

Pemulihan pascabedah meningkat berarti meningkatnya proses penyembuhan setelah menjalani pembedahan untuk memulai dan melakukan aktivitas sehari-hari.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa pemulihan pascabedah meningkat adalah:

  1. Kenyamanan meningkat
  2. Waktu penyembuhan menurun
  3. Area luka operasi membaik

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka pemulihan pascabedah meningkat, dengan kriteria hasil:

  1. Kenyamanan meningkat
  2. Waktu penyembuhan menurun
  3. Area luka operasi membaik

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka pemulihan pascabedah
  2. Ekspektasi = Meningkat
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst.

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis risiko perlambatan pemulihan pascabedah adalah:

  1. Dukungan mobilisasi
  2. Edukasi manajemen nyeri
  3. Edukasi nutrisi
  4. Manajemen nutrisi
  5. Pencegahan perdarahan

Dukungan Mobilisasi (I.05173)

Intervensi dukungan mobilisasi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.05173).

Dukungan mobilisasi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat dalam memfasilitasi pasien untuk meningkatkan aktivitas pergerakan fisik.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi dukungan mobilisasi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
  • Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
  • Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
  • Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi

Terapeutik

  • Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis: pagar tempat tidur)
  • Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
  • Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan

Edukasi

  • Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
  • Anjurkan melakukan mobilisasi dini
  • Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis: duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi)

Edukasi Manajemen Nyeri (I.12391)

Intervensi edukasi manajemen nyeridalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.12391).

Edukasi manajemen nyeri adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengajarkan pengelolaan suhu tubuh yang lebih dari normal.

Definisi diatas adalah definisi yang tertulis dalam SIKI (2018), yang mana tidak tepat. Perawat.org telah mengirimkan surat kepada PPNI terkait hal ini. Perubahan selanjutnya akan direvisi.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi edukasi manajemen nyeriberdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

Terapeutik

  • Sediakan materi dan media Pendidikan Kesehatan
  • Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
  • Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi

  • Jelaskan penyebab, periode, dan strategi meredakan nyeri
  • Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
  • Anjurkan menggunakan analgetic secara tepat
  • Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Edukasi Nutrisi (I.12395)

Intervensi edukasi nutrisi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.12395).

Edukasi nutrisi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk memberikan informasi untuk meningkatkan kemampuan pemenuhan kebutuhan nutrisi,

Tindakan yang dilakukan pada intervensi edukasi nutrisi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Periksa status gizi, status alergi, program diet, kebutuhan dan kemampuan pemenuhan kebutuhan gizi
  • Identifikasi kemampuan dan waktu yang tepat menerima informasi

Terapeutik

  • Persiapkan materi dan media seperti jenis-jenis nutrisi, tabel makanan penukar, cara mengelola, cara menakar makanan
  • Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
  • Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi

  • Jelaskan kepada pasien dan keluarga alergi makanan, makanan yang harus di hindari, kebutuhan jumlah kalori, jenis makanan yang dibutuhkan pasien
  • Ajarkan cara melaksanakan diet sesuai program (mis: makanan tinggi protein, rendah garam, rendah kalori)
  • Jelaskan hal-hal yang dilakukan sebelum memberikan makan (mis: perawatan mulut, penggunaan gigi palsu, obat-obat yang harus diberikan sebelum makan)
  • Demonstrasikan cara membersihkan mulut
  • Demonstrasikan cara mengatur posisi saat makan
  • Ajarkan pasien/keluarga memonitor asupan kalori dan makanan (mis: menggunakan buku harian)
  • Ajarkan pasien dan keluarga memantau kondisi kekurangan nutrisi
  • Anjurkan mendemonstrasikan cara memberi makan, menghitung kalori, menyiapkan makanan sesuai program diet

Manajemen Nutrisi (I.03119)

Intervensi manajemen nutrisi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.03119).

Manajemen nutrisi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen nutrisi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi status nutrisi
  • Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
  • Identifikasi makanan yang disukai
  • Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
  • Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
  • Monitor asupan makanan
  • Monitor berat badan
  • Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

  • Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
  • Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis: piramida makanan)
  • Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
  • Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
  • Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
  • Berikan suplemen makanan, jika perlu
  • Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastik jika asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi

  • Ajarkan posisi duduk, jika mampu
  • Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis: Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
  • Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

Pencegahan Perdarahan (I.02067)

Intervensi pencegahan perdarahan dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.02067).

Pencegahan perdarahan adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan menurunkan risiko atau komplikasi stimulus yang menyebabkan perdarahan atau risiko perdarahan.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi pencegahan perdarahan berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Monitor tanda dan gejala perdarahan
  • Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan setelah kehilangan darah
  • Monitor tanda-tanda vital ortostatik
  • Monitor koagulasi (mis: prothrombin time (PT), partial thromboplastin time (PTT), fibrinogen, degradasi fibrin dan/atau platelet)

Terapeutik

  • Pertahankan bed rest selama perdarahan
  • Batasi tindakan invasive, jika perlu
  • Gunakan kasur pencegah decubitus
  • Hindari pengukuran suhu rektal

Edukasi

  • Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
  • Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
  • Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari konstipasi
  • Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
  • Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
  • Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
  • Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
  • Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori lingkungan, subkategori keamanan dan proteksi adalah:

  1. Gangguan integritas kulit/jaringan
  2. Hipertermia
  3. Hipotermia
  4. Perilaku kekerasan
  5. Perlambatan pemulihan pascabedah
  6. Risiko alergi
  7. Risiko bunuh diri
  8. Risiko cedera
  9. Risiko cedera pada ibu
  10. Risiko cedera pada janin
  11. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan
  12. Risiko hipotermia
  13. Risiko hipotermia perioperatif
  14. Risiko infeksi
  15. Risiko jatuh
  16. Risiko luka tekan
  17. Risiko mutilasi diri
  18. Risiko perilaku kekerasan
  19. Risiko termoregulasi tidak efektif
  20. Termoregulasi tidak efektif

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply