Risiko termoregulasi tidak efektif merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai berisiko mengalami kegagalan mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal.
Diagnosis ini diberi kode D.0148, masuk dalam kategori lingkungan, subkategori keamanan dan proteksi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).
Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan risiko termoregulasi tidak efektif secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.
Kita akan mempelajari faktor risiko yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.
Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:
Faktor Risiko
Faktor risiko adalah kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan pasien mengalami masalah Kesehatan.
Faktor risiko inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “dibuktikan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan risiko.
Faktor risiko untuk masalah risiko termoregulasi tidak efektif adalah:
- Cedera otak akut
- Dehidrasi
- Pakaian yang tidak sesuai untuk suhu lingkungan
- Peningkatan area permukaan tubuh terhadap rasio berat badan
- Kebutuhan oksigen meningkat
- Perubahan laju metabolisme
- Proses penyakit (mis: infeksi)
- Suhu lingkungan ekstrem
- Suplai lemak subkutan tidak memadai
- Proses penuaan
- Berat badan ekstrem
- Efek agen farmakologis (mis: sedasi)
Penulisan Diagnosis
Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan risiko, yang berarti penulisannya menggunakan metode dua bagian, yaitu:
[masalah] + [faktor risiko]
Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:
Risiko termoregulasi tidak efektif dibuktikan dengan infeksi
Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:
Risiko termoregulasi tidak efektif d.d infeksi
Perhatikan:
- Masalah = Risiko termoregulasi tidak efektif
- Faktor risiko = Infeksi
- d.d = dibuktikan dengan
- Diagnosis risiko tidak menggunakan berhubungan dengan (b.d) karena tidak memiliki etiologi.
Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”
Luaran (HYD)
Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis risiko termoregulasi tidak efektif adalah “termoregulasi membaik”.
Luaran termoregulasi membaik diberi kode L.14134 dalam SLKI.
Termoregulasi membaik berarti membaiknya pengatuhan suhu tubuh agar tetap berada pada rentang normal.
Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa termoregulasi membaik adalah:
- Menggigil menurun
- Suhu tubuh membaik
- Suhu kulit membaik
Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:
[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].
Contoh:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka termoregulasi membaik, dengan kriteria hasil:
- Menggigil menurun
- Suhu tubuh membaik
- Suhu kulit membaik
Perhatikan:
- Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka termoregulasi
- Ekspektasi = Membaik
- Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,
Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”
Intervensi
Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.
Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.
Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.
Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.
Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis risiko termoregulasi tidak efektif adalah:
- Edukasi pengukuran suhu tubuh
- Edukasi termoregulasi
Edukasi Pengukuran Suhu Tubuh (I.12414)
Intervensi edukasi pengukuran suhu tubuhdalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.12414).
Edukasi pengukuran suhu tubuh adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengajarkan cara pengukuran suhu tubuh.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi edukasi pengukuran suhu tubuhberdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Terapeutik
- Sediakan materi dan media Pendidikan Kesehatan
- Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
- Dokumentasikan hasil pengukuran suhu
Edukasi
- Jelaskan prosedur pengukuran suhu tubuh
- Anjurkan terus memegang bahu dan menahan dada saat pengukuran aksila
- Ajarkan memilih lokasi pengukuran suhu oral atau aksila
- Ajarkan cara meletakkan ujung thermometer di bawah blidah atau di bagian tengah aksila
- Ajarkan cara membaca hasil thermometer raksa dan/atau elektronik
Edukasi Termoregulasi (I.12457)
Intervensi edukasi termoregulasidalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.12457).
Edukasi termoregulasi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengajarkan pasien untuk mendukung keseimbangan antara produksi panas, mendapatkan panas, dan kehilangan panas.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi edukasi termoregulasiberdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Terapeutik
- Sediakan materi dan media Pendidikan Kesehatan
- Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
- Ajarkan kompres hangat jika demam
- Ajarkan cara pengukuran suhu
- Anjurkan penggunaan pakaian yang dapat menyerap keringat
- Anjurkan tetap memandikan pasien, jika memungkinkan
- Anjurkan pemberian antipiretik, sesuai indikasi
- Anjurkan menciptakan lingkungan yang nyaman
- Anjurkan memperbanyak minum
- Anjurkan penggunaan pakaian yang longgar
- Anjurkan minum analgesik jika merasa pusing, sesuai indikasi
- Anjurkan melakukan pemeriksaan darah jika demam > 3 hari
Diagnosis Terkait
Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori lingkungan, subkategori keamanan dan proteksi adalah:
- Gangguan integritas kulit/jaringan
- Hipertermia
- Hipotermia
- Perilaku kekerasan
- Perlambatan pemulihan pascabedah
- Risiko alergi
- Risiko bunuh diri
- Risiko cedera
- Risiko cedera pada ibu
- Risiko cedera pada janin
- Risiko gangguan integritas kulit/jaringan
- Risiko hipotermia
- Risiko hipotermia perioperatif
- Risiko infeksi
- Risiko jatuh
- Risiko luka tekan
- Risiko mutilasi diri
- Risiko perilaku kekerasan
- Risiko perlambatan pemulihan pascabedah
- Termoregulasi tidak efektif
Referensi
- PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
- PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
- PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.