Risiko alergi merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai berisiko mengalami stimulasi respon imunitas yang berlebihan akibat terpapar alergen.
Diagnosis ini diberi kode D.0134, masuk dalam kategori lingkungan, subkategori keamanan dan proteksi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).
Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan risiko alergi secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.
Kita akan mempelajari faktor risiko yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.
Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:
Faktor Risiko
Faktor risiko adalah kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan pasien mengalami masalah Kesehatan.
Faktor risiko inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “dibuktikan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan risiko.
Faktor risiko untuk masalah risiko alergi adalah:
- Makanan (mis: alpukat, pisang, kiwi, kacang, makanan olahan laut, buah tropis, jamur)
- Terpapar zat alergen (mis: zat kimia, agen farmakologis)
- Terpapar alergen lingkungan (mis: debu, serbuk sari)
- Sengatan serangga
Penulisan Diagnosis
Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan risiko, yang berarti penulisannya menggunakan metode dua bagian, yaitu:
[masalah] + [faktor risiko]
Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:
Risiko alergi dibuktikan dengan terpapar zat alergen (agen farmakologis)
Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:
Risiko alergi d.d terpapar zat alergen (agen farmakologis)
Perhatikan:
- Masalah = Risiko alergi
- Faktor risiko = terpapar zat alergen (agen farmakologis)
- d.d = dibuktikan dengan
- Diagnosis risiko tidak menggunakan berhubungan dengan (b.d) karena tidak memiliki etiologi.
Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”
Luaran (HYD)
Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis risiko alergi adalah:
- Respon alergi lokal menurun
- Respon alergi sistemik menurun
Respon alergi lokal menurun
Luaran respon alergi lokal menurun diberi kode L.14131 dalam SLKI.
Respon alergi lokal menurun berarti menurunnya perubahan daya reaksi tubuh secara lokal akibat terpapar alergen dan mengalami stimulasi respon imunitas yang berlebihan.
Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa respon alergi lokal menurun adalah:
- Nyeri menurun
- Gatal lokal menurun
- Sekresi mukus menurun
- Bersin menurun
- Eritema lokal menurun
- Konjungtivitis menurun
- Lakrimasi menurun
- Rhinitis menurun
- Edema lokal menurun
Respon alergi sistemik menurun
Luaran respon alergi sistemik menurun diberi kode L.14132 dalam SLKI.
Respon alergi sistemik menurun berarti menurunnya perubahan daya reaksi tubuh secara sistemik akibat terpapar alergen dan mengalami stimulasi respon imunitas yang berlebihan.
Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa respon alergi sistemik menurun adalah:
- Edema laring menurun
- Dispnea menurun
- Wheezing menurun
- Stridor menurun
- Bunyi napas tambahan menurun
- Takikardia menurun
- Penurunan TD menurun
- Disritmia menurun
- Edema paru menurun
- Penurunan kesadaran menurun
- Sekresi mukus menurun
- Gatal seluruh tubuh menurun
- Bintik-bintik merah menurun
- Petekie menurun
- Eritema menurun
- Peningkatan suhu kulit menurun
- Demam menurun
- Mual menurun
- Muntah menurun
- Diare menurun
- Kram abdomen menurun
- Hemolisis sel darah merah menurun
- Kadar bilirubin menurun
- Nyeri sendi menurun
- Nyeri otot menurun
- Syok anafilaktik menurun
Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:
[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].
Contoh:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka respon alergi lokal menurun, dengan kriteria hasil:
- Nyeri menurun
- Gatal lokal menurun
- Sekresi mukus menurun
- Bersin menurun
- Eritema lokal menurun
- Konjungtivitis menurun
- Lakrimasi menurun
- Rhinitis menurun
- Edema lokal menurun
Perhatikan:
- Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka respon alergi lokal
- Ekspektasi = Menurun
- Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,
Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”
Intervensi
Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.
Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.
Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.
Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.
Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis risiko alergi adalah:
- Edukasi reaksi alergi
- Pencegahan alergi
Edukasi Reaksi Alergi (I.12445)
Intervensi edukasi reaksi alergidalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.12445).
Edukasi reaksi alergi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengajarkan cara mengidentifikasi, mengelola, dan mencegah reaksi alergi.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi edukasi reaksi alergiberdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
- Monitor pemahaman pasien dan keluarga tentang alergi
Terapeutik
- Sediakan materi dan media Pendidikan Kesehatan
- Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
- Fasilitasi mengenali penyebab alergi
- Berikan kesempatan pasien dan keluarga bertanya
Edukasi
- Jelaskan definisi, penyebab, gejala, dan tanda alergi
- Jelaskan cara menghindari allergen (mis: tidak menggunakan karpet, menggunakan masker)
- Anjurkan pasien dan keluarga menyediakan obat alergi
Pencegahan Alergi (I.14535)
Intervensi pencegahan alergi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.14535).
Pencegahan alergi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan menurunkan risiko pasien mengalami reaksi alergi.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi pencegahan alergi berdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
- Identifikasi Riwayat alergi (obat, makanan, debu, udara)
- Monitor terhadap reaksi obat, makanan, lateks, transfusi darah atau produk darah atau allergen lainnya
Terapeutik
- Berikan tanda alergi pada rekam medis
- Pasang gelang tanda alergi pada lengan
- Hentikan paparan allergen
- Lakukan tes alergi sebelum pemberian obat
Edukasi
- Ajarkan menghindari dan mencegah paparan alergen
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan tenaga Kesehatan dalam pencegahan alergi (mis: dokter, ahli gizi)
Diagnosis Terkait
Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori lingkungan, subkategori keamanan dan proteksi adalah:
- Gangguan integritas kulit/jaringan
- Hipertermia
- Hipotermia
- Perilaku kekerasan
- Perlambatan pemulihan pascabedah
- Risiko bunuh diri
- Risiko cedera
- Risiko cedera pada ibu
- Risiko cedera pada janin
- Risiko gangguan integritas kulit/jaringan
- Risiko hipotermia
- Risiko hipotermia perioperatif
- Risiko infeksi
- Risiko jatuh
- Risiko luka tekan
- Risiko mutilasi diri
- Risiko perilaku kekerasan
- Risiko perlambatan pemulihan pascabedah
- Risiko termoregulasi tidak efektif
- Termoregulasi tidak efektif
Referensi
- PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
- PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
- PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.