Risiko perilaku kekerasan

Risiko perilaku kekerasan merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai berisiko membahayakan secara fisik, emosi, dan/atau seksual pada diri sendiri atau orang lain.

Diagnosis ini diberi kode D.0145, masuk dalam kategori lingkungan, subkategori keamanan dan proteksi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan risiko perilaku kekerasan secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari faktor risiko yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Faktor Risiko

Faktor risiko adalah kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan pasien mengalami masalah Kesehatan.

Faktor risiko inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “dibuktikan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan risiko.

Faktor risiko untuk masalah risiko perilaku kekerasan adalah:

  1. Pemikiran waham/delusi
  2. Curiga pada orang lain
  3. Halusinasi
  4. Berencana bunuh diri
  5. Disfungsi sistem keluarga
  6. Kerusakan kognitif
  7. Disorientasi atau konfusi
  8. Kerusakan kontrol impuls
  9. Persepsi pada lingkungan tidak akurat
  10. Alam perasaan depresi
  11. Riwayat kekerasan pada hewan
  12. Kelainan neurologis
  13. Lingkungan tidak teratur
  14. Penganiayaan atau pengabaian anak
  15. Riwayat atau ancaman kekerasan terhadap diri sendiri atau orang lain atau destruksi properti orang lain
  16. Impulsif
  17. Ilusi

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan risiko, yang berarti penulisannya menggunakan metode dua bagian, yaitu:

[masalah] + [faktor risiko]

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Risiko perilaku kekerasan dibuktikan dengan halusinasi

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Risiko perilaku kekerasan d.d halusinasi

Perhatikan:

  1. Masalah = Risiko perilaku kekerasan
  2. Faktor risiko = Halusinasi
  3. d.d = dibuktikan dengan
  4. Diagnosis risiko tidak menggunakan berhubungan dengan (b.d) karena tidak memiliki etiologi.

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis risiko perilaku kekerasan adalah “kontrol diri meningkat”.

Kontrol diri meningkat diberi kode L.09076 dalam SLKI.

Kontrol diri meningkat berarti meningkatnya kemampuan untuk mengendalikan atau mengatur emosi, pikiran, dan perilaku dalam menghadapi masalah.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa kontrol diri meningkat adalah:

  1. Verbalisasi ancaman kepada orang lain menurun
  2. Verbalisasi umpatan menurun
  3. Suara keras menurun
  4. Bicara ketus menurun

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka kontrol diri meningkat, dengan kriteria hasil:

  1. Verbalisasi ancaman kepada orang lain menurun
  2. Verbalisasi umpatan menurun
  3. Suara keras menurun
  4. Bicara ketus menurun

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka kontrol diri
  2. Ekspektasi = Meningkat
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis risiko perilaku kekerasan adalah:

  1. Pencegahan perilaku kekerasan
  2. Promosi koping

Pencegahan Perilaku Kekerasan (I.14544)

Intervensi pencegahan perilaku kekerasan dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.14544).

Pencegahan perilaku kekerasan adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan menurunkan meminimalkan kemarahan pasien yang diekspresikan secara berlebihan dan tidak terkendali secara verbal sampai dengan mencederai orang lain dan/atau merusak lingkungan.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi pencegahan perilaku kekerasan berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Monitor adanya benda yang berpotensi membahayakan (mis: benda tajam, tali)
  • Monitor keamanan barang yang dibawa oleh pengunjung
  • Monitor selama penggunaan barang yang dapat membahayakan (mis: pisau cukur)

Terapeutik

  • Pertahankan lingkungan bebas dari bahaya secara rutin
  • Libatkan keluarga dalam perawatan

Edukasi

  • Anjurkan pengunjung dan keluarga untuk mendukung keselamatan pasien
  • Latih cara mengungkapkan perasaan secara asertif
  • Latih mengurangi kemarahan secara verbal dan nonverbal (mis: relaksasi, bercerita)

Promosi Koping (I.09312)

Intervensi promosi koping dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.09312).

Promosi koping adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk meningkatkan upaya kognitif dan perilaku untuk menilai dan merespon stresor dan/atau kemampuan menggunakan sumber-sumber yang ada.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi promosi koping berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi kegiatan jangka pendek dan Panjang sesuai tujuan
  • Identifikasi kemampuan yang dimiliki
  • Identifikasi  sumber daya yang tersedia untuk memenuhi tujuan
  • Identifikasi pemahaman proses penyakit
  • Identifikasi dampak situasi terhadap peran dan hubungan
  • Identifikasi metode penyelesaian masalah
  • Identifikasi kebutuhan dan keinginan terhadap dukungan sosial

Terapeutik

  • Diskusikan perubahan peran yang dialami
  • Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
  • Diskusikan alasan mengkritik diri sendiri
  • Diskusikan untuk mengklarifikasi kesalahpahaman dan mengevaluasi perilaku sendiri
  • Diskusikan konsekuensi tidak menggunakan rasa bersalah dan rasa malu
  • Diskusikan risiko yang menimbulkan bahaya pada diri sendiri
  • Fasilitasi dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan
  • Berikan pilihan realistis mengenai aspek-aspek tertentu dalam perawatan
  • Motivasi untuk menentukan harapan yang realistis
  • Tinjau Kembali kemampuan dalam pengambilan keputusan
  • Hindari mengambil keputusan saat pasien berada dibawah tekanan
  • Motivasi terlibat dalam kegiatan sosial
  • Motivasi mengidentifikasi sistem pendukung yang tersedia
  • Damping saat berduka (mis: penyakit kronis, kecacatan)
  • Perkenalkan dengan orang atau kelompok yang berhasil mengalami pengalaman sama
  • Dukung penggunaan mekanisme pertahanan yang tepat
  • Kurangi rangsangan lingkungan yang mengancam

Edukasi

  • Anjurkan menjalin hubungan yang memiliki kepentingan dan tujuan sama
  • Anjurkan penggunaan sumber spiritual, jika perlu
  • Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
  • Anjurkan keluarga terlibat
  • Anjurkan membuat tujuan yang lebih spesifik
  • Ajarkan cara memecahkan masalah secara konstruktif
  • Latih penggunaan Teknik relaksasi
  • Latih keterampilan sosial, sesuai kebutuhan
  • Latih mengembangkan penilaian obyektif

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori lingkungan, subkategori keamanan dan proteksi adalah:

  1. Gangguan integritas kulit/jaringan
  2. Hipertermia
  3. Hipotermia
  4. Perilaku kekerasan
  5. Perlambatan pemulihan pascabedah
  6. Risiko alergi
  7. Risiko bunuh diri
  8. Risiko cedera
  9. Risiko cedera pada ibu
  10. Risiko cedera pada janin
  11. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan
  12. Risiko hipotermia
  13. Risiko hipotermia perioperatif
  14. Risiko infeksi
  15. Risiko jatuh
  16. Risiko luka tekan
  17. Risiko mutilasi diri
  18. Risiko perlambatan pemulihan pascabedah
  19. Risiko termoregulasi tidak efektif
  20. Termoregulasi tidak efektif

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply