Risiko perfusi serebral tidak efektif adalah diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak.
Diagnosis ini diberi kode D.0017, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori sirkulasi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).
Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan risiko perfusi serebral tidak efektif secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.
Kita akan mempelajari faktor risiko yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.
Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:
Faktor Risiko
Untuk dapat mengangkat diagnosis risiko perfusi serebral tidak efektif, Perawat harus memastikan bahwa salah satu dari risiko dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:
- Keabnormalan masa protrombin dan/atau masa protrombin parsial
- Penurunan kinerja ventrikel kiri
- Aterosklerosis aorta
- Diseksi arteri
- Fibrilasi atrium
- Tumor otak
- Stenosis karotis
- Miksoma atrium
- Aneurisma serebri
- Koagulopati (misalnya anemia sel sabit)
- Dilatasi kardiomiopati
- Koagulasi intravaskuler diseminata
- Embolisme
- Cidera kepala
- Hiperkolesteronemia
- Hipertensi
- Endokarditis infektif
- Katup prostetik mekanis
- Stenosis mitral
- Neoplasma otak
- Infark miokard akut
- Sindrom sick sinus
- Penyalahgunaan zat
- Terapi trombolitik
- Penyalahgunaan zat
Penulisan Diagnosis
Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan risiko, yang berarti penulisannya menggunakan metode dua bagian, yaitu:
[masalah] + [faktor risiko]
Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:
Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan cidera kepala.
Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:
Risiko perfusi serebral tidak efektif d.d kekurangan cidera kepala.
Perhatikan:
- Masalah = Risiko perfusi serebral tidak efektif
- Faktor risiko = Cidera kepala
- d.d = dibuktikan dengan
- Diagnosis risiko tidak menggunakan berhubungan dengan (b.d) karena tidak memiliki etiologi.
Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”
Luaran (HYD)
Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif adalah: “perfusi serebral meningkat.”
Perfusi serebral meningkat diberi kode L.02014 dalam SLKI.
Perfusi serebral meningkat berarti keadekuatan aliran darah serebral untuk menunjang fungsi otak meningkat.
Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa perfusi renal meningkat adalah:
- Tingkat kesadaran meningkat
- Sakit kepala menurun
- Gelisah menurun
- Tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure/MAP) membaik
- Tekanan intra kranial membaik
Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:
[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].
Contoh:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka perfusi serebral meningkat, dengan kriteria hasil:
- Tingkat kesadaran meningkat
- Sakit kepala menurun
- Gelisah menurun
- Tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure/MAP) membaik
- Tekanan intra kranial membaik
Perhatikan:
- Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka perfusi serebral
- Ekspektasi = Meningkat
- Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,
Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”
Intervensi
Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.
Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.
Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.
Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.
Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis risiko perfusi serebral tidak efektif adalah:
- Manajemen peningkatan tekanan intrakranial
- Pemantauan tekanan intrakranial
Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial (I.06194)
Intervensi manajemen peningkatan tekanan intrakranial dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.06194).
Manajemen peningkatan tekanan intrakranial adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola peningkatan tekanan dalam rongga kranial.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen peningkatan tekanan intrakranial berdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
- Identifikasi penyebab peningkatan TIK (misalnya: lesi, gangguan metabolism, edema serebral)
- Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (misalnya: tekanan darah meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran menurun)
- Monitor MAP (mean arterial pressure) (LIHAT: Kalkulator MAP)
- Monitor CVP (central venous pressure)
- Monitor PAWP, jika perlu
- Monitor PAP, jika perlu
- Monitor ICP (intra cranial pressure)
- Monitor gelombang ICP
- Monitor status pernapasan
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna, konsistensi)
Terapeutik
- Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Hindari manuver valsava
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari penggunaan PEEP
- Hindari pemberian cairan IV hipotonik
- Atur ventilator agar PaCO2 optimal
- Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan, jika perlu
- Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
- Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
Pemantauan Tekanan Intrakranial (I.06198)
Intervensi pemantauan tekanan intrakranial dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.06198).
Pemantauan tekanan intrakranial adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengumpulkan dan menganalisis data terkait regulasi tekanan di dalam ruang intrakranial.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi pemantauan tekanan intrakranial berdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
- Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis: lesi menempati ruang, gangguan metabolisme, edema serebral, peningkatan tekanan vena, obstruksi cairan serebrospinal, hipertensi intracranial idiopatik)
- Monitor peningkatan TS
- Monitor pelebaran tekanan nadi (selisih TDS dan TDD)
- Monitor penurunan frekuensi jantung
- Monitor ireguleritas irama napas
- Monitor penurunan tingkat kesadaran
- Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan respon pupil
- Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalam rentang yang diindikasikan
- Monitor tekanan perfusi serebral
- Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik drainase cairan serebrospinal
- Monitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK
Terapeutik
- Ambil sampel drainase cairan serebrospinal
- Kalibrasi transduser
- Pertahankan sterilitas sistem pemantauan
- Pertahankan posisi kepala dan leher netral
- Bilas sistem pemantauan, jika perlu
- Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Diagnosis Terkait
Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori sirkulasi adalah:
- Gangguan sirkulasi spontan
- Penurunan curah jantung
- Perfusi perifer tidak efektif
- Risiko gangguan sirkulasi spontan
- Risiko penurunan curah jantung
- Risiko perdarahan
- Risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif
- Risiko perfusi miokard tidak efektif
- Risiko perfusi perifer tidak efektif
- Risiko perfusi renal tidak efektif
Referensi
- PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
- PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
- PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.