Risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif adalah diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai berisiko mengalami penurunan sirkulasi gastrointestinal.
Diagnosis ini diberi kode D.0013, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori sirkulasi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).
Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.
Kita akan mempelajari faktor risiko yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.
Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:
Faktor Risiko
Untuk dapat mengangkat diagnosis risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif, Perawat harus memastikan bahwa salah satu dari risiko dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:
- Varises gastroesofagus
- Aneurisma aorta abdomen
- Diabetes melitus
- Sirosis hepatis
- Perdarahan gastrointestinal akut
- Gagal jantung kongestif
- Koagulasi intravaskuler diseminata
- Ulkus duodenum atau ulkus lambung
- Kolitis iskemik
- Pankreatitis iskemik
- Ginjal polikistik
- Stenosis arteri ginjal
- Gagal ginjal
- Sindroma kompartemen abdomen
- Trauma abdomen
- Anemia
Penulisan Diagnosis
Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan risiko, yang berarti penulisannya menggunakan metode dua bagian, yaitu:
[masalah] + [faktor risiko]
Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:
Risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif dibuktikan dengan trauma abdomen.
Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:
Risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif d.d trauma abdomen.
Perhatikan:
- Masalah = Risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif
- Faktor risiko = Trauma abdomen
- d.d = dibuktikan dengan
- Diagnosis risiko tidak menggunakan berhubungan dengan (b.d) karena tidak memiliki etiologi.
Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”
Luaran (HYD)
Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif adalah: “perfusi gastrointestinal meningkat.”
Perfusi gastrointestinal meningkat diberi kode L.02010 dalam SLKI.
Perfusi gastrointestinal meningkat berarti keadekuatan aliran darah pada gastrointestinal untuk mempertahankan fungsi organ meningkat.
Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa perfusi gastrointestinal meningkat adalah:
- Mual menurun
- Muntah menurun
- Bising usus membaik
Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:
[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].
Contoh:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka perfusi gastrointestinal meningkat, dengan kriteria hasil:
- Mual menurun
- Muntah menurun
- Bising usus membaik
Perhatikan:
- Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka perfusi gastrointestinal
- Ekspektasi = Meningkat
- Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,
Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”
Intervensi
Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.
Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.
Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.
Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.
Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif adalah:
- Pengontrolan perdarahan
- Konseling nutrisi
Dalam buku SIKI Edisi 1, Cetakan II (2018), intervensi pengontrolan perdarahan tidak ada, baik di daftar isi maupun di isinya.
Kemungkinan ada kesalahan redaksi atau kesalahan penulisan di daftar taut.
Sehingga Perawat.Org mengganti intervensi pengontrolan perdarahan menjadi manajemen perdarahan sebagai penjelasan, hingga terbit buku SIKI terbaru dari PPNI.
Manajemen Perdarahan (I.02040)
Intervensi manajemen perdarahan dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.02040).
Manajemen perdarahan adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola kehilangan darah saat terjadi perdarahan.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen perdarahan berdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
- Identifikasi penyebab perdarahan
- Periksa adanya darah pada muntah, sputum, feses, urin, pengeluaran NGT, dan drainase luka, jika perlu
- Periksa ukuran dan karakteristik hematoma, jika ada
- Monitor terjadinya perdarahan (sifat dan jumlah)
- Monitor nilai hemoglobin dan hematokrit sebelum dan setelah kehilangan darah
- Monitor tekanan darah dan parameter hemodinamik (tekanan vena sentral dan tekanan baji kapiler atau arteri pulmonal), jika ada
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor koagulasi darah (prothrombin time (PT), partial tromboplastin time (PTT), fibrinogen, degradasi fibrin, dan jumlah trombosit), jika ada
- Monitor deliveri oksigen jaringan (mis: PaO2, SaO2, hemoglobin, dan curah jantung)
- Monitor tanda dan gejala perdarahan masif
Terapeutik
- Istirahatkan area yang mengalami perdarahan
- Berikan kompres dingin, jika perlu
- Lakukan penekanan atau balut tekan, jika perlu
- Tinggikan ekstremitas yang mengalami perdarahan
- Pertahankan akses IV
Edukasi
- Jelaskan tanda-tanda perdarahan
- Anjurkan melapor jika menemukan tanda-tanda perdarahan
- Anjurkan membatasi aktivitas
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan, jika perlu
- Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
Konseling Nutrisi (I.03094)
Intervensi konseling nutrisi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.03094).
Konseling nutrisi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk memberikan bimbingan kepada pasien dalam melakukan modifikasi asupan nutrisi.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi konseling nutrisi berdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
- Identifikasi kebiasaan makan dan perilaku makan yang akan diubah
- Identifikasi kemajuan modifikasi diet secara regular
- Monitor intake dan output cairan, nilai hemoglobin, tekanan darah, kenaikan berat badan, dan kebiasaan membeli makanan
Terapeutik
- Bina hubungan terapeutik
- Sepakati lama waktu pemberian konseling
- Tetapkan tujuan jangka pendek dan jangka Panjang yang realistis
- Gunakan standar nutrisi sesuai program diet dalam mengevaluasi kecukupan asupan makanan
- Pertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan gizi (mis. Usia, tahap pertumbuhan dan perkembangan, penyakit)
Edukasi
- Informasikan perlunya modifikasi diet (misal: penurunan atau penambahan berat badan, pembatasan natrium atau cairan, pengurangan kolesterol
- Jelaskan program gizi dan persepsi pasien terhadap diet yang diprogramkan
Kolaborasi
- Rujuk pada ahli gizi, jika perlu
Diagnosis Terkait
Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori sirkulasi adalah:
- Gangguan sirkulasi spontan
- Penurunan curah jantung
- Perfusi perifer tidak efektif
- Risiko gangguan sirkulasi spontan
- Risiko penurunan curah jantung
- Risiko perdarahan
- Risiko perfusi miokard tidak efektif
- Risiko perfusi perifer tidak efektif
- Risiko perfusi renal tidak efektif
- Risiko perfusi serebral tidak efektif
Referensi
- PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
- PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
- PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.