Risiko jatuh merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai berisiko mengalami kerusakan fisik dan gangguan kesehatan akibat terjatuh.
Diagnosis ini diberi kode D.0143, masuk dalam kategori lingkungan, subkategori keamanan dan proteksi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).
Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan risiko jatuh secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.
Kita akan mempelajari faktor risiko yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.
Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:
Faktor Risiko
Faktor risiko adalah kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan pasien mengalami masalah Kesehatan.
Faktor risiko inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “dibuktikan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan risiko.
Faktor risiko untuk masalah risiko jatuh adalah:
- Usia ≥ 65 tahun (pada dewasa) atau ≤ 2 tahun (pada anak)
- Riwayat jatuh
- Anggota gerak bawah prosthesis (buatan)
- Penggunaan alat bantu berjalan
- Penurunan tingkat kesadaran
- Perubahan fungsi kognitif
- Lingkungan tidak aman (mis: licin, gelap, lingkungan asing)
- Kondisi pasca operasi
- Hipotensi ortostatik
- Perubahan kadar glukosa darah
- Anemia
- Kekuatan otot menurun
- Gangguan pendengaran
- Gangguan keseimbangan
- Gangguan penglihatan (mis: glaucoma, katarak, ablasio retina, neuritis optikus)
- Neuropati
- Efek agen farmakologis (mis: sedasi, alkohol, anestesi umum)
Penulisan Diagnosis
Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan risiko, yang berarti penulisannya menggunakan metode dua bagian, yaitu:
[masalah] + [faktor risiko]
Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:
Risiko jatuh dibuktikan dengan usia > 65 tahun
Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:
Risiko jatuh d.d usia > 65 tahun
Perhatikan:
- Masalah = Risiko jatuh
- Faktor risiko = Usia > 65 tahun
- d.d = dibuktikan dengan
- Diagnosis risiko tidak menggunakan berhubungan dengan (b.d) karena tidak memiliki etiologi.
Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”
Luaran (HYD)
Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis risiko jatuh adalah “tingkat jatuh menurun”.
Luaran tingkat jatuh menurun menurun diberi kode L.14138 dalam SLKI.
Tingkat jatuh menurun berarti menurunnya derajat jatuh berdasarkan observasi atau sumber informasi.
Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa tingkat jatuh menurun adalah:
- Jatuh dari tempat tidur menurun
- Jatuh saat berdiri menurun
- Jatuh saat duduk menurun
- Jatuh saat berjalan menurun
Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:
[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].
Contoh:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka tingkat jatuh menurun, dengan kriteria hasil:
- Jatuh dari tempat tidur menurun
- Jatuh saat berdiri menurun
- Jatuh saat duduk menurun
- Jatuh saat berjalan menurun
Perhatikan:
- Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka tingkat jatuh
- Ekspektasi = Menurun
- Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,
Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”
Intervensi
Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.
Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.
Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.
Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.
Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis risiko jatuh adalah:
- Pencegahan jatuh
- Manajemen keselamatan lingkungan
Pencegahan Jatuh (I.14540)
Intervensi pencegahan jatuh dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.14540).
Pencegahan jatuh adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan menurunkan risiko pasien terjatuh akibat perubahan kondisi fisik, atau psikologis.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi pencegahan jatuh berdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
- Identifikasi faktor jatuh (mis: usia > 65 tahun, penurunan tingkat kesadaran, defisit kognitif, hipotensi ortostatik, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, neuropati)
- Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau sesuai dengan kebijakan institusi
- Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh (mis: lantai licin, penerangan kurang)
- Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (mis: fall morse scale, humpty dumpty scale), jika perlu
- Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda dan sebaliknya
Terapeutik
- Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga
- Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam kondisi terkunci
- Pasang handrail tempat tidur
- Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
- Tempatkan pasien berisiko tinggi jatuh dekat dengan pantauan perawat dari nurse station
- Gunakan alat bantu berjalan (mis: kursi roda, walker)
- Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
Edukasi
- Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk berpindah
- Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
- Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh
- Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan keseimbangan saat berdiri
- Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk memanggil perawat
Manajemen Keselamatan Lingkungan (I.14513)
Intervensi manajemen keselamatan lingkungan dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.14513).
Manajemen keselamatan lingkungan adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola lingkungan fisik untuk meningkatkan keselamatan.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen keselamatan lingkungan berdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
- Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis: kondisi fisik, fungsi kognitif, dan Riwayat perilaku)
- Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
Terapeutik
- Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan (mis: fisik, biologi, kimia), jika memungkinkan
- Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan risiko
- Sediakan alat bantu keamanan lingkungan (mis: commode chair dan pegangan tangan)
- Gunakan perangkat pelindung (mis: pengekangan fisik, rel samping, pintu terkunci, pagar)
- Hubungi pihak berwenang sesuai masalah komunitas (mis: puskesmas, polisi, damkar)
- Fasilitasi relokasi ke lingkungan yang aman
- Lakukan program skrining bahaya lingkungan (mis: timbal)
Edukasi
- Ajarkan individu, keluarga, dan kelompok risiko tinggi bahaya lingkungan
Diagnosis Terkait
Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori lingkungan, subkategori keamanan dan proteksi adalah:
- Gangguan integritas kulit/jaringan
- Hipertermia
- Hipotermia
- Perilaku kekerasan
- Perlambatan pemulihan pascabedah
- Risiko alergi
- Risiko bunuh diri
- Risiko cedera
- Risiko cedera pada ibu
- Risiko cedera pada janin
- Risiko gangguan integritas kulit/jaringan
- Risiko hipotermia
- Risiko hipotermia perioperatif
- Risiko infeksi
- Risiko luka tekan
- Risiko mutilasi diri
- Risiko perilaku kekerasan
- Risiko perlambatan pemulihan pascabedah
- Risiko termoregulasi tidak efektif
- Termoregulasi tidak efektif
Referensi
- PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
- PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
- PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.