Risiko hipotermia

Risiko hipotermia merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai berisiko mengalami kegagalan termoregulasi yang dapat mengakibatkan suhu tubuh berada di bawah rentang normal.

Diagnosis ini diberi kode D.0140, masuk dalam kategori lingkungan, subkategori keamanan dan proteksi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan risiko hipotermia secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari faktor risiko yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Faktor Risiko

Faktor risiko adalah kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan pasien mengalami masalah Kesehatan.

Faktor risiko inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “dibuktikan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan risiko.

Faktor risiko untuk masalah risiko hipotermia adalah:

  1. Berat badan ekstrem
  2. Kerusakan hipotalamus
  3. Konsumsi alkohol
  4. Kurangnya lapisan lemak subkutan
  5. Suhu lingkungan rendah
  6. Malnutrisi
  7. Pemakaian pakaian yang tipis
  8. Penurunan laju metabolisme
  9. Terapi radiasi
  10. Tidak beraktivitas
  11. Transfer panas (mis: konduksi, konveksi, evaporasi, radiasi)
  12. Trauma
  13. Prematuritas
  14. Penuaan
  15. Bayi baru lahir
  16. Berat badan lahir rendah
  17. Kurang terpapar informasi tentang pencegahan hipotermia
  18. Efek agen farmakologis

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan risiko, yang berarti penulisannya menggunakan metode dua bagian, yaitu:

[masalah] + [faktor risiko]

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Risiko hipotermia dibuktikan dengan bayi baru lahir

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Risiko hipotermia d.d bayi baru lahir

Perhatikan:

  1. Masalah = Risiko hipotermia
  2. Faktor risiko = bayi baru lahir
  3. d.d = dibuktikan dengan
  4. Diagnosis risiko tidak menggunakan berhubungan dengan (b.d) karena tidak memiliki etiologi.

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis risiko hipotermia adalah: “termoregulasi membaik.”

Termoregulasi membaik diberi kode L.14134 dalam SLKI.

Termoregulasi membaik berarti membaiknya pengaturan suhu tubuh agar tetap berada pada rentang normal.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa termoregulasi membaik adalah:

  1. Menggigil menurun
  2. Suhu tubuh membaik
  3. Suhu kulit membaik

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1 x 24 jam, maka termoregulasi membaik, dengan kriteria hasil:

  1. Menggigil menurun
  2. Suhu tubuh membaik
  3. Suhu kulit membaik

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka termoregulasi
  2. Ekspektasi = Membaik
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis risiko hipotermia adalah:

  1. Manajemen hipotermia
  2. Regulasi temperatur

Manajemen Hipotermia (I.14507)

Intervensi manajemen hipotermia dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.14507).

Manajemen hipotermia adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola suhu tubuh dibawah rentang normal.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen hipotermia berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Monitor suhu tubuh
  • Identifikasi penyebab hipotermia (mis: terpapar suhu lingkungan rendah, pakaian tipis, kerusakan hipotalamus, penurunan laju metabolisme, kekurangan lemak subkutan)
  • Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia (mis: hipotermia ringan: takipnea, disartria, menggigil, hipertensi, diuresis; hipotermia sedang: aritmia, hipotensi, apatis, koagulopati, refleks menurun; hipotermia berat: oliguria, refleks menghilang, edema paru, asam-basa abnormal)

Terapeutik

  • Sediakan lingkungan yang hangat (mis: atur suhu ruangan, inkubator)
  • Ganti pakaian dan/atau linen yang basah
  • Lakukan penghangatan pasif (mis: selimut, menutup kepala, pakaian tebal)
  • Lakukan penghangatan aktif eksternal (mis: kompres hangat, botol hangat, selimut hangat, perawatan metode kangguru)
  • Lakukan penghangatan aktif internal (mis: infus cairan hangat, oksigen hangat, lavase peritoneal dengan cairan hangat)

Edukasi

  • Anjurkan makan/minum hangat

Regulasi Temperatur (I.14578)

Intervensi regulasi temperatur dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.14578).

Regulasi temperatur adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi regulasi temperatur berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Monitor suhu tubuh bayi sampai stabil (36,5 – 37,5°C)
  • Monitor suhu tubuh anak tiap 2 jam, jika perlu
  • Monitor tekanan darah, frekuensi pernapasan dan nadi
  • Monitor warna dan suhu kulit
  • Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia atau hipertermia

Terapeutik

  • Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
  • Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
  • Bedong bayi segera setelah lahir untuk mencegah kehilangan panas
  • Masukkan bayi BBLR ke dalam plastic segera setelah lahir (mis: bahan polyethylene, polyurethane)
  • Gunakan topi bayi untuk mencegah kehilangan panas pada bayi baru lahir
  • Tempatkan bayi baru lahir di bawah radiant warmer
  • Pertahankan kelembaban incubator 50% atau lebih untuk mengurangi kehilangan panas karena proses evaporasi
  • Atur suhu incubator sesuai kebutuhan
  • Hangatkan terlebih dahulu bahan-bahan yang akan kontak dengan bayi (mis: selimut, kain bedongan, stetoskop)
  • Hindari meletakkan bayi di dekat jendela terbuka atau di area aliran pendingin ruangan atau kipas angin
  • Gunakan matras penghangat, selimut hangat, dan penghangat ruangan untuk menaikkan suhu tubuh, jika perlu
  • Gunakan Kasur pendingin, water circulating blankets, ice pack, atau gel pad dan intravascular cooling cathetherization untuk menurunkan suhu tubuh
  • Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien

Edukasi

  • Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion dan heat stroke
  • Jelaskan cara pencegahan hipotermi karena terpapar udara dingin
  • Demonstrasikan Teknik perawatan metode kanguru (PMK) untuk bayi BBLR

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori lingkungan, subkategori keamanan dan proteksi adalah:

  1. Gangguan integritas kulit/jaringan
  2. Hipertermia
  3. Hipotermia
  4. Perilaku kekerasan
  5. Perlambatan pemulihan pascabedah
  6. Risiko alergi
  7. Risiko bunuh diri
  8. Risiko cedera
  9. Risiko cedera pada ibu
  10. Risiko cedera pada janin
  11. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan
  12. Risiko hipotermia perioperatif
  13. Risiko infeksi
  14. Risiko jatuh
  15. Risiko luka tekan
  16. Risiko mutilasi diri
  17. Risiko perilaku kekerasan
  18. Risiko perlambatan pemulihan pascabedah
  19. Risiko termoregulasi tidak efektif
  20. Termoregulasi tidak efektif

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply