Risiko cedera

Risiko cedera merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai berisiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam kondisi baik.

Diagnosis ini diberi kode D.0136, masuk dalam kategori lingkungan, subkategori keamanan dan proteksi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan risiko cedera secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari faktor risiko yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Faktor Risiko

Faktor risiko adalah kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan pasien mengalami masalah Kesehatan.

Faktor risiko inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “dibuktikan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan risiko.

Faktor risiko untuk masalah risiko cedera terbagi menjadi faktor risiko eksternal dan faktor risiko internal.

Faktor risiko eksternal cedera:

  1. Terpapar patogen
  2. Terpapar zat kimia toksik
  3. Terpapar agen nosokomial
  4. Ketidakamanan transportasi

Faktor risiko internal cedera:

  1. Ketidaknormalan profil darah
  2. Perubahan orientasi afektif
  3. Perubahan sensasi
  4. Disfungsi autoimun
  5. Disfungsi biokimia
  6. Hipoksia jaringan
  7. Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh
  8. Malnutrisi
  9. Perubahan fungsi psikomotor
  10. Perubahan fungsi kognitif

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan risiko, yang berarti penulisannya menggunakan metode dua bagian, yaitu:

[masalah] + [faktor risiko]

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Risiko cedera dibuktikan dengan terpapar agen nosokomial

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Risiko cedera d.d terpapar agen nosokomial

Perhatikan:

  1. Masalah = Risiko cedera
  2. Faktor risiko = terpapar agen nosokomial
  3. d.d = dibuktikan dengan
  4. Diagnosis risiko tidak menggunakan berhubungan dengan (b.d) karena tidak memiliki etiologi.

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis risiko cedera adalah “tingkat cedera menurun”.

Luaran tingkat cedera menurun diberi kode L.14136 dalam SLKI.

Tingkat cedera menurun berarti menurunnya keparahan dari cedera yang diamati atau dilaporkan.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa tingkat cedera menurun adalah:

  1. Kejadian cedera menurun
  2. Luka/lecet menurun

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka tingkat cedera menurun, dengan kriteria hasil:

  1. Kejadian cedera menurun

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka tingkat cedera
  2. Ekspektasi = Menurun
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis risiko cedera adalah:

  1. Manajemen keselamatan lingkungan
  2. Pencegahan cidera

Manajemen Keselamatan Lingkungan (I.14513)

Intervensi manajemen keselamatan lingkungan dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.14513).

Manajemen keselamatan lingkungan adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola lingkungan fisik untuk meningkatkan keselamatan.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen keselamatan lingkungan berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis: kondisi fisik, fungsi kognitif, dan Riwayat perilaku)
  • Monitor perubahan status keselamatan lingkungan

Terapeutik

  • Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan (mis: fisik, biologi, kimia), jika memungkinkan
  • Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan risiko
  • Sediakan alat bantu keamanan lingkungan (mis: commode chair dan pegangan tangan)
  • Gunakan perangkat pelindung (mis: pengekangan fisik, rel samping, pintu terkunci, pagar)
  • Hubungi pihak berwenang sesuai masalah komunitas (mis: puskesmas, polisi, damkar)
  • Fasilitasi relokasi ke lingkungan yang aman
  • Lakukan program skrining bahaya lingkungan (mis: timbal)

Edukasi

  • Ajarkan individu, keluarga, dan kelompok risiko tinggi bahaya lingkungan

Pencegahan Cedera (I.14537)

Intervensi pencegahan cedera dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.14537).

Pencegahan cedera adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan menurunkan risiko pasien mengalami bahaya atau kerusakan fisik.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi pencegahan cedera berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera
  • Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
  • Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada ekstremitas bawah

Terapeutik

  • Sediakan pencahayaan yang memadai
  • Gunakan lampu tidur selama jam tidur
  • Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan ruang rawat (mis: penggunaan telepon, tempat tidur, penerangan ruangan, dan lokasi kamar mandi)
  • Gunakan alas kaki jika berisiko mengalami cedera serius
  • Sediakan alas kaki antislip
  • Sediakan pispot dan urinal untuk eliminasi di tempat tidur, jika perlu
  • Pastikan bel panggilan atau telepon mudah terjangkau
  • Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau
  • Pertahankan posisi tempat tidur di posisi terendah saat digunakan
  • Pastikan roda tempat tidur atau kursi roda dalam kondisi terkunci
  • Gunakan pengaman tempat tidur sesuai dengan kebijakan fasilitas pelayanan Kesehatan
  • Pertimbangkan penggunaan alarm elektronik pribadi atau alarm sensor pada tempat tidur atau kursi
  • Diskusikan mengenai latihan dan terapi fisik yang diperlukan
  • Diskusikan mengenai alat bantu mobilitas yang sesuai (mis: tongkat atau alat bantu jalan)
  • Diskusikan Bersama anggota keluarga yang dapat mendampingi pasien
  • Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai kebutuhan

Edukasi

  • Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan keluarga
  • Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama beberapa menit sebelum berdiri

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori lingkungan, subkategori keamanan dan proteksi adalah:

  1. Gangguan integritas kulit/jaringan
  2. Hipertermia
  3. Hipotermia
  4. Perilaku kekerasan
  5. Perlambatan pemulihan pascabedah
  6. Risiko alergi
  7. Risiko bunuh diri
  8. Risiko cedera pada ibu
  9. Risiko cedera pada janin
  10. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan
  11. Risiko hipotermia
  12. Risiko hipotermia perioperatif
  13. Risiko infeksi
  14. Risiko jatuh
  15. Risiko luka tekan
  16. Risiko mutilasi diri
  17. Risiko perilaku kekerasan
  18. Risiko perlambatan pemulihan pascabedah
  19. Risiko termoregulasi tidak efektif
  20. Termoregulasi tidak efektif

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply