proses terjadinya nyeri

Perawat.Org | Proses terjadinya nyeri

Nyeri adalah pengalaman subjektif dengan dua aspek yang saling melengkapi: pertama, nyeri adalah sensasi lokal di bagian tubuh tertentu, dan yang kedua, nyeri adalah rasa yang tidak menyenangkan dari berbagai tingkat keparahan yang umumnya terkait dengan perilaku yang diarahkan untuk menghilangkan atau mengakhiri pengalaman tersebut.

Jenis Nyeri

Ada lima jenis nyeri sakit yang paling umum, antara lain:

  1. Nyeri akut
  2. Nyeri kronis
  3. Nyeri neuropatik
  4. Nyeri nosiseptif
  5. Nyeri radikuler

Nyeri Akut

Nyeri akut adalag nyeri yang memiliki durasi yang pendek (secara relatif). Nyeri akut berlangsung dari beberapa menit hingga sekitar tiga bulan (kadang-kadang hingga enam bulan).

Nyeri akut juga cenderung terkait dengan cidera jaringan lunak atau penyakit yang bersifat sementara, sehingga nyeri akut biasanya mereda setelah cidera atau penyakitnya sembuh.

Nyeri akut akibat cidera dapat berkembang menjadi nyeri kronis jika cidera tidak sembuh dengan benar atau jika nyeri menandakan kerusakan.

Nyeri Kronis

Nyeri kronis adalah nyeri yang memiliki durasi yang lebih lama dari nyeri akut. Nyeri kronis bisa konstan (selalu ada) atau intermiten (datang dan pergi).

Misalnya, sakit kepala dapat dianggap sebagai nyeri kronis ketika terus berlanjut selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun (bahkan jika rasa sakitnya tidak selalu muncul).

Nyeri kronis seringkali disebabkan oleh kondisi kesehatan, seperti radang sendi, fibromyalgia, atau kondisi tulang belakang.

Nyeri Neuropatik

Nyeri neuropatik disebabkan oleh kerusakan saraf atau bagian lain dari sistem saraf. Nyeri neuropatik sering digambarkan sebagai rasa sakit yang menusuk, atau membakar, atau rasanya seperti tertusuk jarum.

Hal ini juga dapat mempengaruhi kepekaan terhadap sentuhan dan dapat membuat seseorang mengalami kesulitan merasakan sensasi panas atau dingin.

Nyeri neuropatik merupakan salah satu jenis nyeri kronis yang umum. Ini mungkin intermiten (datang dan pergi), dan bisa sangat parah sehingga membuat tugas sehari-hari menjadi sulit.

Karena nyeri neuropatik dapat mengganggu gerakan normal, maka dapat menyebabkan masalah mobilitas.

Nyeri Nosiseptif

Nyeri nosiseptif adalah jenis nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan tubuh. Pasien sering menggambarkan nyeri nosiseptif sebagai rasa sakit yang tajam, pegal, atau berdenyut.

Nyeri nosiseptif sering disebabkan oleh cedera eksternal. Misalnya, bila siku terbentur, jari kaki tersandung, pergelangan kaki terpelintir, atau jatuh, lutut tergores, dsb.

Jenis nyeri ini sering dialami pada persendian, otot, kulit, tendon, dan tulang, dan dapat bersifat akut atau kronis.

Nyeri Radikuler

Nyeri radikular adalah jenis nyeri yang sangat spesifik yang dapat terjadi ketika saraf tulang belakang tertekan atau mengalami peradangan.

Nyeri ini menyebar dari punggung dan pinggul ke kaki melalui tulang belakang dan akar saraf tulang belakang. Pasien yang mengalami nyeri radikuler mungkin mengalami kesemutan, mati rasa, dan kelemahan otot.

Nyeri yang menjalar dari punggung dan ke kaki disebut radikulopati. Ini umumnya dikenal sebagai nyeri panggul (linu) karena rasa sakitnya disebabkan oleh saraf panggul yang terpengaruh.

Nyeri radikulopati adalah salah satu bentuk paling umum dari nyeri radikuler.

Proses Terjadinya Nyeri

Ada empat proses utama terjadinya nyeri, yaitu transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.

Transduksi mengacu pada proses dimana rangsangan yang merusak jaringan menyentuh ujung saraf. Transmisi mengacu pada fungsi relay dimana pesan dibawa dari lokasi jaringan yang cidera ke bagian otak yang mengatur persepsi. Modulasi adalah proses saraf yang bertindak khusus untuk mengurangi aktivitas dalam sistem transmisi. Sedangkan persepsi adalah kesadaran subjektif yang dihasilkan oleh sinyal sensorik.

Mari kita bahas satu persatu proses terjadinya nyeri.

Transduksi

Ada tiga jenis rangsangan dapat mengaktifkan reseptor nyeri di jaringan perifer, yaitu mekanis (tekanan, cubitan), panas, dan kimia.

Rangsangan mekanis dan panas biasanya singkat, sedangkan rangsangan kimia biasanya berlangsung lama.

Berbagai senyawa penghasil rasa sakit dalam tubuh kemudian mengaktifkan atau mensensitisasi nosiseptor aferen primer (Bisgaard dan Kristensen, 1985; Juan dan Lembeck, 1974; Keele, 1966).

Beberapa senyawa tersebut antaranya, seperti potasium, histamin, dan serotonin, dapat dilepaskan oleh sel-sel jaringan yang rusak atau oleh sel-sel darah yang bersirkulasi yang bermigrasi keluar dari pembuluh darah ke area kerusakan jaringan.

Bahan kimia lain, seperti bradikinin, prostaglandin, dan leukotrien, disintesis oleh enzim yang diaktifkan oleh kerusakan jaringan (Armstrong, 1970; Ferreira, 1972; Moncada et al., 1985; Vane, 1971).

Semua senyawa penghasil rasa sakit ini ditemukan dalam konsentrasi yang meningkat di daerah peradangan serta rasa sakit.

Saat nosiseptor merasakan adanya rangsang nyeri di jaringan, selanjutnya masuk ke tahap transmisi.

Transmisi

Pesan nosiseptif ditransmisikan dari perifer ke sistem saraf pusat oleh akson nosiseptor aferen primer.

Neuron ini memiliki badan selnya di ganglion akar dorsal dan proses yang panjang, akson, yang membelah dan mengirimkan satu cabang ke perifer dan satu lagi ke sumsum tulang belakang.

Nosiseptor dicirikan oleh responsnya terhadap panas, tekanan, atau rangsangan kimia yang berbahaya.

Pesan “nyeri” dikodekan dalam pola dan frekuensi impuls di akson nosiseptor aferen primer, lalu dikirimkan ke sumsum tulang belakang (atau jika rangsang nyeri muncul dari kepala, ke medula oblongata batang otak).

Di sumsum tulang belakang, nosiseptor aferen primer berakhir di dekat sel saraf orde kedua di tanduk dorsal materi abu-abu (dorsal horn of the gray matter) (Willis, 1985).

Nosiseptor aferen primer melepaskan zat pemancar kimia dari terminal tulang belakangnya. Kemudian tersebut ini mengaktifkan sel transmisi nyeri orde kedua.

Akson dari beberapa sel orde kedua tersebut menyeberang ke sisi berlawanan dari sumsum tulang belakang dan dikirimkan kembali ke batang otak dan thalamus.

Di thalamus, pesan nyeri dapat berhenti di dua tempat, yaitu: ventrocaudal dan medial.

Talamus ventrocaudal menerima input nosiseptif langsung dari neuron spinal yang diproyeksikan.

Sedangkan talamus medial menerima beberapa pesan tidak langsung dari sumsum tulang belakang, tetapi sebagai tambahan, ia menerima masukan utama dari daerah formasio retikuler batang otak dimana neuron spinoreticular nosiseptif diproyeksikan.

Saat pesan nyeri berhenti di talamus medial, nyeri kemudian diproyeksikan ke daerah otak depan, termasuk korteks somatosensori (Jones dan Leavitt, 1974).

Jadi ada dua jalur menaik utama untuk nyeri: pertama, melalui jalur spinotalamikus lateral langsung dan jalur spinoretikulotalamikus medial tidak langsung.

Diperkirakan bahwa jalur lateral dari sumsum tulang belakang ke thalamus ventrocaudal dan ke korteks bertanggung jawab terutama untuk rasa sakit yang tajam dan terlokalisasi yang muncul di dekat permukaan tubuh.

Sedangkan jalur spinoreticulothalamic medial lebih merespon pada rangsang nyeri di struktur somatik dan viseral yang dalam (mis. Lambung, otot, sendi, dsb).

Modulasi

Proses nyeri yang dibahas sebelumnya adalah proses nyeri yang terjadi mulai dari munculnya rangsang nyeri (tekanan, panas, dan kimia), hingga pesan nyeri tersebut disampaikan ke otak.

Faktanya, korelasi yang sangat baik antara intensitas stimulus, impuls pada nosiseptor aferen primer, dan

Namun pada kenyataannya dilapangan, intensitas nyeri yang dilaporkan atau yang ditunjukkan oleh pasien seringkali berbeda.

Banyak kasus dimana pasien-pasien yang seharusnya mengalami cedera yang seharusnya sangat menyakitkan justru mengatakan tidak ada rasa sakit yang signifikan (Beecher, 1959).

Hal tersebut terjadi karena adanya analgesia spontan yang muncul ketika terdapat stimulasi listrik dari daerah otak tertentu yang menghalangi respon terhadap rangsangan nyeri (Basbaum dan Fields, 1978).

Fenomena ini disebut dengan Stimulasi-Produced Analgesia (SPA) (Hosobuchi et al., 1977; Richardson dan Akil, 1977).

Itulah sebabnya mengapa tingkat ketahanan terhadap nyeri pada setiap orang berbeda-beda.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa SPA dimediasi oleh jaringan saraf diskrit yang berjalan dari otak tengah ke medula dan kemudian ke sumsum tulang belakang (Basbaum dan Fields, 1978, 1984).

Persepsi

Persepsi merupakan tahap terakhir dari proses terjadinya nyeri.

Persepsi adalah kesadaran subjektif yang dihasilkan oleh sinyal sensorik; itu melibatkan integrasi banyak pesan sensorik ke dalam keseluruhan yang koheren dan bermakna.

Persepsi adalah fungsi kompleks dari beberapa proses, termasuk perhatian, harapan, dan interpretasi.

Pada tahap inilah pasien bisa melaporkan nyeri yang dirasakannya, yang biasa dikaji dengan pengkajian nyeri, atau pengkajian nyeri PQRST.

Referensi

  1. Armstrong, D. Bradykinin, Kallidin and Kallikrein. Vol. 25 of Handbook of Experimental Pharmacology (Erdos, E.G., editor. , ed.). Berlin: Springer-Verlag, 1970.
  2. Basbaum, A.I., and Fields, H.L. Endogenous pain control systems: brainstem spinal pathways and endorphin circuitry. Annual Review of Neuroscience 7:309-338, 1984. [PubMed]
  3. Basbaum, A.I., and Fields, H.L. Endogenous pain control mechanisms: review and hypothesis. Annals of Neurology 4:451-462, 1978. [PubMed]
  4. Beechef, H.K. The Measurement of Subjective Responses. New York: Oxford University Press, 1959.
  5. Bisgaard, H., and Kristensen, J.K. Leukotriene B4 produces hyperalgesia in humans. Prostaglandins 30:791-797, 1985. [PubMed]
  6. Ferreira, S.H. Prostaglandins, aspirin-like drugs and analgesia. Nature 240:200-203, 1972. [PubMed]
  7. Hosobuchi, Y., Adams, J.E., and Lichitz, R. Pain relief by electrical stimulation of the central gray matter in humans and its reversal by naloxone. Science 197:183-186, 1977. [PubMed]
  8. Jones, E.G., and Leavitt, R.Y. Retrograde axonal transport and the demonstration of non-specific projections to the cerebral cortex and striatum from thalamic intralaminar nuclei in the rat, cat and monkey. Journal of Comparative Neurology 154:349-378, 1974. [PubMed]
  9. Juan, H., and Lembeck, F. Action of peptides and other algesic agents on paravascular pain receptors of the isolated perfused rabbit ear. Naunyn-Schmiedeberg’s Archives of Pharmacology 283:151-164, 1974. [PubMed]
  10. Keele, C.A. Measurement of responses to chemically induced pain. In: Touch Heat and Pain (De Reuck, A.V.S., editor; , and Knight, J., editor. , eds.). Boston: Little, Brown, 1966.
  11. Moncada, S., Flower, R.J., and Vane, J.R. Prostaglandins, prostacyclin, thromboxane A2 and leukotrienes. In: The Pharmacological Basis of Therapeutics, 7th Ed. (Goodman, L.S., editor; , and Gilman, A.G., editor. , eds.) New York: Macmillan, 1985.
  12. Richardson, D.E., and Akil, H. Pain reduction by electrical brain stimulation in man. Journal of Neurosurgery 47:178-183, 1977. [PubMed]
  13. Vane, J.R. Inhibition of prostaglandin synthesis as a mechanism of action for aspirinlike drugs. Nature (LondonNew Biology 231:232-235, 1971. [PubMed]
  14. White, J.C., Sweet, W.H., Hawkins, R., and Nilges, R.G. Anterolateral cordotomy: results, complications and causes of failure. Brain 73:346-367, 1950. [PubMed]
  15. Willis, W.D. The Pain System. Basel: S. Karger, 1985.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *