Gangguan integritas kulit/jaringan

Gangguan integritas kulit/jaringan merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi, dan/atau ligamen).

Diagnosis ini diberi kode D.0129, masuk dalam kategori lingkungan, subkategori keamanan dan proteksi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan gangguan integritas kulit/jaringan secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari tanda dan gejala yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Tanda dan Gejala

Untuk dapat mengangkat diagnosis gangguan integritas kulit/jaringan, Perawat harus memastikan bahwa tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

DS:

  • Tidak tersedia

DO:

  • Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit

Bila data diatas tidak tampak pada pasien, maka Perawat harus melihat kemungkinan masalah lain pada daftar diagnosis keperawatan, atau diagnosis keperawatan lain yang masuk dalam sub kategori keamanan dan proteksi pada SDKI.

Penyebab (Etiologi)

Penyebab (etiologi) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan.

Penyebab inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “berhubungan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan.

Penyebab (etiologi) untuk masalah gangguan integritas kulit/jaringan adalah:

  1. Perubahan sirkulasi
  2. Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
  3. Kekurangan/kelebihan volume cairan
  4. Penurunan mobilitas
  5. Bahan kimia iritatif
  6. Suhu lingkungan yang ekstrim
  7. Faktor mekanis (mis: penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau faktor elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi)
  8. Efek samping terapi radiasi
  9. Kelembaban
  10. Proses penuaan
  11. Neuropati perifer
  12. Perubahan pigmentasi
  13. Perubahan hormonal
  14. Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi integritas jaringan

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya menggunakan metode tiga bagian, yaitu:

[masalah] + [penyebab][tanda/gejala].

Contoh:

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penakanan pada tonjolan tulang dibuktikan dengan kerusakan lapisan kulit.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Gangguan integritas kulit/jaringan b.d penekanan pada tonjolan tulang d.d kerusakan lapisan kulit

Perhatikan:

  1. Masalah = gangguan integritas kulit/jaringan
  2. Penyebab = penekanan pada tonjolan tulang
  3. Tanda/gejala = kerusakan lapisan kulit.
  4. b.d = berhubungan dengan
  5. d.d = dibuktikan dengan

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis gangguan integritas kulit/jaringan adalah: “integritas kulit/jaringan meningkat.”

integritas kulit/jaringanmeningkat diberi kode L.14125 dalam SLKI.

Integritas kulit/jaringan meningkat berarti meningkatnya keutuhan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi, dan/atau ligamen).

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa integritas kulit/jaringan meningkat adalah:

  1. Kerusakan jaringan menurun
  2. Kerusakan lapisan kulit menurun

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka integritas kulitmeningkat, dengan kriteria hasil:

  1. Kerusakan lapisan kulit menurun

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka integritas kulit
  2. Ekspektasi = Meningkat
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis gangguan integritas kulit/jaringanadalah:

  • Perawatan integritas kulit
  • Perawatan luka

Perawatan Integritas Kulit (I.11353)

Intervensi perawatan integritas kulit dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.11353).

Perawatan integritas kulit adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan merawat kulit pasien untuk menjaga keutuhan, kelembaban, dan mencegah perkembangan mikroorganisme.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi perawatan integritas kulit berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis: perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrim, penurunan mobilitas)

Terapeutik

  • Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring
  • Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
  • Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare
  • Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering
  • Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitive
  • Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering

Edukasi

  • Anjurkan menggunakan pelembab (mis: lotion, serum)
  • Anjurkan minum air yang cukup
  • Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
  • Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
  • Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim
  • Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada diluar rumah
  • Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya

Perawatan Luka (I.14564)

Intervensi perawatan luka dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.14564).

Perawatan luka adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan meningkatkan penyembuhan luka serta mencegah terjadinya komplikasi luka.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi perawatan luka berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Monitor karakteristik luka (mis: drainase, warna, ukuran , bau)
  • Monitor tanda-tanda infeksi

Terapeutik

  • Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
  • Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
  • Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan
  • Bersihkan jaringan nekrotik
  • Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
  • Pasang balutan sesuai jenis luka
  • Pertahankan Teknik steril saat melakukan perawatan luka
  • Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
  • Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien
  • Berikan diet dengan kalori 30 – 35 kkal/kgBB/hari dan protein 1,25 – 1,5 g/kgBB/hari
  • Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis: vitamin A, vitamin C, Zinc, asam amino), sesuai indikasi
  • Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transcutaneous), jika perlu

Edukasi

  • Jelaskan tanda dan gejala infeksi
  • Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
  • Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri

Kolaborasi

  • Kolaborasi prosedur debridement (mis: enzimatik, biologis, mekanis, autolitik), jika perlu
  • Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori lingkungan dan subkategori keamanan dan proteksi adalah:

  1. Hipertermia
  2. Hipotermia
  3. Perilaku kekerasan
  4. Perlambatan pemulihan pascabedah
  5. Risiko alergi
  6. Risiko bunuh diri
  7. Risiko cedera
  8. Risiko cedera pada ibu
  9. Risiko cedera pada janin
  10. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan
  11. Risiko hipotermia
  12. Risiko hipotermia perioperatif
  13. Risiko infeksi
  14. Risiko jatuh
  15. Risiko luka tekan
  16. Risiko mutilasi diri
  17. Risiko perilaku kekerasan
  18. Risiko perlambatan pemulihan pascabedah
  19. Risiko termoregulasi tidak efektif
  20. Termoregulasi tidak efektif

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply