Hipotermia

Hipotermia merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai suhu tubuh berada dibawah rentang normal tubuh.

Diagnosis ini diberi kode D.0131, masuk dalam kategori lingkungan, subkategori keamanan dan proteksi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan hipotermia secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari tanda dan gejala yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Tanda dan Gejala

Untuk dapat mengangkat diagnosis hipotermia, Perawat harus memastikan bahwa tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

DS:

  • Tidak tersedia

DO:

  • Kulit teraba dingin
  • Menggigil
  • Suhu tubuh dibawah nilai normal

Bila data diatas tidak tampak pada pasien, maka Perawat harus melihat kemungkinan masalah lain pada daftar diagnosis keperawatan, atau diagnosis keperawatan lain yang masuk dalam sub kategori keamanan dan proteksi pada SDKI.

Penyebab (Etiologi)

Penyebab (etiologi) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan.

Penyebab inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “berhubungan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan.

Penyebab (etiologi) untuk masalah hipotermia adalah:

  1. Kerusakan hipotalamus
  2. Konsumsi alkohol
  3. Berat badan ekstrim
  4. Kekurangan lemak subkutan
  5. Terpapar suhu lingkungan rendah
  6. Malnutrisi
  7. Pemakaian pakaian tipis
  8. Penurunan laju metabolisme
  9. Tidak beraktivitas
  10. Transfer panas (mis: konduksi, konveksi, evaporasi, radiasi)
  11. Trauma
  12. Proses penuaan
  13. Efek agen farmakologis
  14. Kurang terpapar informasi tentang pencegahan hipotermia

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya menggunakan metode tiga bagian, yaitu:

[masalah] + [penyebab][tanda/gejala].

Contoh:

Hipotermia berhubungan dengan terpapar suhu lingkungan rendah dibuktikan dengan kulit teraba dingin, mengigil, suhu tubuh 35°C.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Hipotermia b.d terpapar suhu lingkungan rendah d.d kulit teraba dingin, mengigil, suhu tubuh 35°C.

Perhatikan:

  1. Masalah = hipotermia
  2. Penyebab = terpapar suhu lingkungan rendah
  3. Tanda/gejala = kulit teraba dingin, mengigil, suhu tubuh 35°C.
  4. b.d = berhubungan dengan
  5. d.d = dibuktikan dengan

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis hipotermia adalah: “termoregulasi membaik.”

Termoregulasi membaik diberi kode L.14134 dalam SLKI.

Termoregulasi membaik berarti membaiknya pengaturan suhu tubuh agar tetap berada pada rentang normal.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa termoregulasi membaik adalah:

  1. Menggigil menurun
  2. Suhu tubuh membaik
  3. Suhu kulit membaik

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1 x 24 jam, maka termoregulasi membaik, dengan kriteria hasil:

  1. Menggigil menurun
  2. Suhu tubuh membaik
  3. Suhu kulit membaik

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka termoregulasi
  2. Ekspektasi = Membaik
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis hipotermiaadalah:

  • Manajemen hipotermia
  • Terapi paparan panas

Manajemen Hipotermia (I.14507)

Intervensi manajemen hipotermia dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.14507).

Manajemen hipotermia adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola suhu tubuh dibawah rentang normal.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen hipotermia berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Monitor suhu tubuh
  • Identifikasi penyebab hipotermia (mis: terpapar suhu lingkungan rendah, pakaian tipis, kerusakan hipotalamus, penurunan laju metabolisme, kekurangan lemak subkutan)
  • Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia (mis: hipotermia ringan: takipnea, disartria, menggigil, hipertensi, diuresis; hipotermia sedang: aritmia, hipotensi, apatis, koagulopati, refleks menurun; hipotermia berat: oliguria, refleks menghilang, edema paru, asam-basa abnormal)

Terapeutik

  • Sediakan lingkungan yang hangat (mis: atur suhu ruangan, inkubator)
  • Ganti pakaian dan/atau linen yang basah
  • Lakukan penghangatan pasif (mis: selimut, menutup kepala, pakaian tebal)
  • Lakukan penghangatan aktif eksternal (mis: kompres hangat, botol hangat, selimut hangat, perawatan metode kangguru)
  • Lakukan penghangatan aktif internal (mis: infus cairan hangat, oksigen hangat, lavase peritoneal dengan cairan hangat)

Edukasi

  • Anjurkan makan/minum hangat

Terapi Paparan Panas (I.14586)

Intervensi terapi paparan panas dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.14586).

Terapi paparan panas adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk menstimulasi kulit dan jaringan di bawahnya dengan panas untuk mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan lainnya.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi terapi paparan panas berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi kontraindikasi penggunaan terapi (mis: penurunan atau tidak adanya sensasi, penurunan sirkulasi)
  • Monitor suhu alat terapi
  • Monitor kondisi kulit selama terapi
  • Monitor kondisi umum, kenyamanan, dan keamanan selama terapi
  • Monitor respon pasien terhadap terapi

Terapeutik

  • Pilih metode stimulasi yang nyaman dan mudah didapatkan (mis: botol air panas, bantal panas listrik, lilin paraffin, lampu)
  • Pilih lokasi stimulus yang sesuai
  • Bungkus alat terapi dengan menggunakan kain
  • Gunakan kain lembab di sekitar area terapi
  • Tentukan durasi terapi sesuai dengan respon pasien
  • Hindari melakukan terapi pada daerah yang mendapatkan terapi radiasi

Edukasi

  • Ajarkan cara mencegah kerusakan jaringan
  • Ajarkan cara menyesuaikan suhu secara mandiri

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori lingkungan dan subkategori keamanan dan proteksi adalah:

  1. Gangguan integritas kulit/jaringan
  2. Hipertermia
  3. Perilaku kekerasan
  4. Perlambatan pemulihan pascabedah
  5. Risiko alergi
  6. Risiko bunuh diri
  7. Risiko cedera
  8. Risiko cedera pada ibu
  9. Risiko cedera pada janin
  10. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan
  11. Risiko hipotermia
  12. Risiko hipotermia perioperatif
  13. Risiko infeksi
  14. Risiko jatuh
  15. Risiko luka tekan
  16. Risiko mutilasi diri
  17. Risiko perilaku kekerasan
  18. Risiko perlambatan pemulihan pascabedah
  19. Risiko termoregulasi tidak efektif
  20. Termoregulasi tidak efektif

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *