isolasi sosial

Isolasi sosial merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk membina hubungan yang erat, hangat, terbuka, dan interdependen dengan orang lain.

Diagnosis ini diberi kode D.0121, masuk dalam kategori relasional, subkategori interaksi sosial dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan isolasi sosialsecara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari tanda dan gejala yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Tanda dan Gejala

Untuk dapat mengangkat diagnosis isolasi sosial, Perawat harus memastikan bahwa tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

DS:

  • Merasa ingin sendirian
  • Merasa tidak aman di tempat umum

DO:

  • Menarik diri
  • Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan

Bila data diatas tidak tampak pada pasien, maka Perawat harus melihat kemungkinan masalah lain pada daftar diagnosis keperawatan, atau diagnosis keperawatan lain yang masuk dalam sub kategori interaksi sosial pada SDKI.

Penyebab (Etiologi)

Penyebab (etiologi) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan.

Penyebab inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “berhubungan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan.

Penyebab (etiologi) untuk masalah isolasi sosialadalah:

  1. Keterlambatan perkembangan
  2. Ketidakmampuan menjalin hubungan yang memuaskan
  3. Ketidaksesuaian minat dengan tahap perkembangan
  4. Ketidaksesuaian nilai-nilai dengan norma
  5. Ketidaksesuaian perilaku sosial dengan norma
  6. Perubahan penampilan fisik
  7. Perubahan status mental
  8. Ketidakadekuatan sumber daya personal (mis: disfungsi berduka, pengendalian diri buruk)

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya menggunakan metode tiga bagian, yaitu:

[masalah] + [penyebab][tanda/gejala].

Contoh:

Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental dibuktikan dengan merasa ingin sendirian, merasa tidak aman ditempat umum, menarik diri, menolak berinteraksi dengan orang lain.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Isolasi sosialb.d perubahan status mental d.d merasa ingin sendirian, merasa tidak aman ditempat umum, menarik diri, menolak berinteraksi dengan orang lain.

Perhatikan:

  1. Masalah = isolasi sosial
  2. Penyebab = perubahan status mental
  3. Tanda/gejala = merasa ingin sendirian., dst
  4. b.d = berhubungan dengan
  5. d.d = dibuktikan dengan

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis isolasi sosial  adalah: “keterlibatan sosial meningkat.”

Keterlibatan sosial meningkat diberi kode L.13116 dalam SLKI.

Keterlibatan sosial meningkat berarti meningkatnya kemampuan untuk membina hubungan yang erat, hangat, terbuka, dan independent dengan orang lain.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa keterlibatan sosial meningkat adalah:

  1. Minat interaksi meningkat
  2. Verbalisasi isolasi menurun
  3. Verbalisasi ketidakamanan ditempat umum menurun
  4. Perilaku menarik diri menurun

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka keterlibatan sosial meningkat, dengan kriteria hasil:

  1. Minat interaksi meningkat
  2. Verbalisasi isolasi menurun
  3. Verbalisasi ketidakamanan ditempat umum menurun
  4. Perilaku menarik diri menurun

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka keterlibatan sosial
  2. Ekspektasi = Meningkat
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis isolasi sosial adalah:

  • Promosi sosialisasi
  • Terapi aktivitas

Promosi Sosialisasi (I.13498)

Intervensi promosi sosialisasi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.13498).

Promosi sosialisasi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk meningkatkan kemampuan pasien untuk berinteraksi dengan orang lain.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi promosi sosialisasi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi kemampuan melakukan interaksi dengan orang lain
  • Identifikasi hambatan melakukan interaksi dengan orang lain

Terapeutik

  • Motivasi meningkatkan keterlibatan dalam suatu hubungan
  • Motivasi kesabaran dalam mengembangkan suatu hubungan
  • Motivasi berpartisipasi dalam aktivitas baru dan kegiatan kelompok
  • Motivasi berinteraksi di luar lingkungan (mis: jalan-jalan, ke toko buku)
  • Diskusikan kekuatan dan keterbatasan dalam berkomunikasi dengan orang lain
  • Diskusikan perencanaan kegiatan di masa depan
  • Berikan umpan balik positif dalam perawatan diri
  • Berikan umpan balik positif pada setiap peningkatan kemampuan

Edukasi

  • Anjurkan berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
  • Anjurkan ikut serta kegiatan sosial dan kemasyarakatan
  • Anjurkan berbagi pengalaman dengan orang lain
  • Anjurkan meningkatkan kejujuran diri dan menghormati hak orang lain
  • Anjurkan penggunaan alat bantu (mis: kacamata dan alat bantu dengar)
  • Anjurkan membuat perencanaan kelompok kecil untuk kegiatan khusus
  • Latih bermain peran untuk meningkatkan keterampilan komunikasi
  • Latih mengekspresikan marah dengan tepat

Terapi Aktivitas (I.01026)

Intervensi terapi aktivitas dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.01026).

Terapi aktivitas adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat dalam menggunakan aktivitas fisik, kognitif, sosial, dan spiritual tertentu untuk memulihkan keterlibatan, frekuensi, atau durasi aktivitas individu atau kelompok.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi terapi aktivitas berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi defisit tingkat aktivitas
  • Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
  • Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
  • Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
  • Identifikasi makna aktivitas rutin (mis: bekerja) dan waktu luang
  • Monitor respons emosional, fisik, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas

Terapeutik

  • Fasilitasi fokus pada kemampuan, bukan defisit yang dialami
  • Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan rentang aktivitas
  • Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang konsisten sesuai kemampuan fisik, psikologis, dan sosial
  • Koordinasikan pemilhan aktivitas sesuai usia
  • Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
  • Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas, jika sesuai
  • Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan lingkungan untuk mengakomodasi aktivitas yang dipilih
  • Fasilitasi aktivitas rutin (mis: ambulasi, mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai kebutuhan
  • Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami keterbatasan waktu, energi, atau gerak
  • Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk pasien hiperaktif
  • Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara berat badan, jika sesuai
  • Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
  • Fasilitasi aktivitas aktivitas dengan komponen memori implisit dan emosional (mis: kegiatan keagamaan khusus) untuk pasien demensia, jika sesuai
  • Libatkan dalam permainan kelompok yang tidak kompetitif, terstruktur, dan aktif
  • Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas rekreasi dan diversifikasi untuk menurunkan kecemasan (mis: vocal group, bola voli, tenis meja, jogging, berenang, tugas sederhana, permainan sederhana, tugas rutin, tugas rumah tangga, perawatan diri, dan teka-teki dan kartu)
  • Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu
  • Fasilitasi mengembangkan motivasi dan penguatan diri
  • Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan
  • Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
  • Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas

Edukasi

  • Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu
  • Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
  • Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual, dan kognitif dalam menjaga fungsi dan Kesehatan
  • Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika sesuai
  • Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas

Kolaborasi

  • Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan memonitor program aktivitas, jika sesuai
  • Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori relasional dan subkategori interaksi sosial adalah:

  1. Gangguan interaksi sosial
  2. Gangguan komunikasi verbal
  3. Gangguan proses keluarga
  4. Kesiapan peningkatan menjadi orang tua
  5. Kesiapan peningkatan proses keluarga
  6. Ketegangan peran pemberi asuhan
  7. Penampilan peran tidak efektif
  8. Pencapaian peran menjadi orang tua
  9. Risiko gangguan perlekatan
  10. Risiko proses pengasuhan tidak efektif

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply