Gangguan memori merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai ketidakmampuan mengingat beberapa informasi atau perilaku.
Diagnosis ini diberi kode D.0062, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori neurosensori dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).
Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan gangguan memori secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.
Kita akan mempelajari tanda dan gejala yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.
Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:
- Tanda dan Gejala
- Penyebab (Etiologi)
- Penulisan Diagnosis
- Luaran (HYD)
- Intervensi
- Diagnosis Terkait
- Referensi
Tanda dan Gejala
Untuk dapat mengangkat diagnosis gangguan memori, Perawat harus memastikan bahwa minimal 80% dari tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:
DS:
- Melaporkan pernah mengalami pengalaman lupa
- Tidak mampu mempelajari keterampilan baru
- Tidak mampu mengingat informasi faktual
- Tidak mampu mengingat perilaku tertentu yang pernah dilakukan
- Tidak mampu mengingat peristiwa
DO:
- Tidak mampu melakukan kemampuan yang dipelajari sebelumnya
Bila data diatas tidak tampak pada pasien, atau yang muncul hanya satu atau dua saja (kurang dari 80%), maka Perawat harus melihat kemungkinan masalah lain pada daftar diagnosis keperawatan, atau diagnosis keperawatan lain yang masuk dalam sub kategori neurosensori pada SDKI.
Penyebab (Etiologi)
Penyebab (etiologi) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan.
Penyebab inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “berhubungan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan.
Penyebab (etiologi) untuk masalah gangguan memori adalah:
- Ketidakadekuatan stimulasi intelektual
- Gangguan sirkulasi ke otak
- Gangguan volume cairan dan/atau elektrolit
- Proses penuaan
- Hipoksia
- Gangguan neurologis (mis: EEG positif, cidera kepala, gangguan kejang)
- Efek agen farmakologis
- Penyalahgunaan zat
- Faktor psikologis (mis: kecemasan, depresi, stress berlebihan, berduka, gangguan tidur)
- Distraksi lingkungan
Penulisan Diagnosis
Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya menggunakan metode tiga bagian, yaitu:
[masalah] + [penyebab] + [tanda/gejala].
Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:
Gangguan memori berhubungan dengan proses penuaan dibuktikan dengan melaporkan pernah mengalami pengalaman lupa, tidak mampu mempelajari keterampilan baru, tidak mampu mengingat informasi factual, tidak mampu mengingat perilaku tertentu yang pernah dilakukan, tidak mampu mengingat peristiwa, tidak mampu melakukan kemampuan yang dipelajari sebelumnya
Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:
Gangguan memori b.d proses penuaan d.d melaporkan pernah mengalami pengalaman lupa, tidak mampu mempelajari keterampilan baru, tidak mampu mengingat informasi factual, tidak mampu mengingat perilaku tertentu yang pernah dilakukan, tidak mampu mengingat peristiwa, tidak mampu melakukan kemampuan yang dipelajari sebelumnya
Perhatikan:
- Masalah = Gangguan memori
- Penyebab = Proses penuaan
- Tanda/gejala = melaporkan pernah mengalami pengalaman lupa, dst.
- b.d = berhubungan dengan
- d.d = dibuktikan dengan
Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”
Luaran (HYD)
Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis gangguan memori adalah: “memori meningkat.”
Memori meningkat diberi kode L.09079 dalam SLKI.
Memori meningkat berarti kemampuan mengingat beberapa informasi atau perilaku meningkat.
Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa memori meningkat adalah:
- Verbalisasi kemampuan mempelajari hal baru meningkat
- Verbalisasi kemampuan mengingat informasi faktual meningkat
- Verbalisasi kemampuan mengingat perilaku tertentu yang pernah dilakukan meningkat
- Verbalisasi kemampuan mengingat peristiwa meningkat
- Verbalisasi pengalaman lupa menurun
Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:
[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].
Contoh:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka memori meningkat, dengan kriteria hasil:
- Verbalisasi kemampuan mempelajari hal baru meningkat
- Verbalisasi kemampuan mengingat informasi faktual meningkat
- Verbalisasi kemampuan mengingat perilaku tertentu yang pernah dilakukan meningkat
- Verbalisasi kemampuan mengingat peristiwa meningkat
- Verbalisasi pengalaman lupa menurun
Perhatikan:
- Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka memori
- Ekspektasi = Meningkat
- Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,
Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”
Intervensi
Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.
Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.
Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.
Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.
Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis gangguan memori adalah:
- Latihan memori
- Orientasi realita
Latihan Memori (I.06188)
Intervensi latihan memori dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.06188).
Latihan memori menurut SIKI adalah intervensi yang dilakukan untuk mengajarkan pasien suatu kemampuan untuk meningkatkan daya ingat.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi latihan memori berdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
- Identifikasi masalah memori yang dialami
- Identifikasi kesalahan terhadap orientasi
- Monitor perilaku dan perubahan memori selama terapi
Terapeutik
- Rencanakan metode mengajar sesuai kemampuan pasien
- Stimulasi memori dengan mengulang pikiran yang terakhir kali diucapkan, jika perlu
- Koreksi kesalahan orientasi
- Fasilitasi mengingat Kembali pengalaman masa lalu, jika perlu
- Fasilitasi tugas pembelajaran (mis: mengingat informasi verbal dan gambar)
- Fasilitasi kemampuan konsentrasi (mis: bermain kartu pasangan), jika perlu
- Stimulasi menggunakan memori pada peristiwa yang baru terjadi (mis: bertanya ke mana saja ia pergi akhir-akhir ini), jika perlu
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur Latihan
- Ajarkan Teknik memori yang tepat (mis: imajinasi visual, perangkat mnemonic, permainan memori, isyarat memori, Teknik asosiasi, membuat daftar, computer, papan nama)
Kolaborasi
- Rujuk pada terapi okupasi, jika perlu
Orientasi Realita (I.09297)
Intervensi orientasi realita dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.09297).
Orientasi realita adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk meningkatkan kesadaran terhadap identitas diri, waktu, dan lingkungan.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi orientasi realita berdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
- Monitor perubahan orientasi
- Monitor perubahan kognitif dan perilaku
Terapeutik
- Perkenalkan nama saat memulai interaksi
- Orientasikan orang, tempat, dan waktu
- Hadirkan realita (mis: beri penjelasan alternatif, hindari perdebatan)
- Sediakan lingkungan dan rutinitas secara konsisten
- Atur stimulus sensorik dan lingkungan (mis: kunjungan, pemandangan, suara, pencahayaan, bau, dan sentuhan)
- Gunakan simbol dalam mengorientasikan lingkungan (mis: tanda, gambar, warna)
- Libatkan dalam terapi kelompok orientasi
- Berikan waktu istirahat dan tidur yang cukup, sesuai kebutuhan
- Fasilitasi akses informasi (mis: televisi, surat kabad, radio), jika perlu
Edukasi
- Anjurkan perawatan diri secara mandiri
- Anjurkan penggunaan alat bantu (mis: kacamata, alat bantu dengar, gigi palsu)
- Ajarkan keluarga dalam perawatan orientasi lansia
Diagnosis Terkait
Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori neurosensori adalah:
- Disrefleksia otonom
- Gangguan menelan
- Konfusi akut
- Konfusi kronis
- Penurunan kapasitas adaptif intrakranial
- Risiko disfungsi neurovaskuler perifer
- Risiko konfusi akut
Referensi
- PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
- PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
- PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.