Askep TB Paru SDKI

perawat.org | Askep TB paru (SDKI, SLKI, SIKI).

Penyakit tuberculosis paru (TB Paru) menempati peringkat ke-7 sebagai penyebab kematian tertinggi di seluruh dunia untuk negara berpenghasilan rendah, dan menengah ke bawah (WHO, 2019).

Hingga saat ini TBC masih menjadi prioritas utama di dunia dan menjadi salah satu tujuan dalam SDGs (Sustainability Development Goals) (Kemenkes RI, 2018).

Oleh karena itu sangat penting bagi perawat untuk mengetahui tentang Askep TB Paru.

Daftar Isi

Definisi

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis.

Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain:

  • Mycobacterium tuberculosis
  • Mycobacterium africanum
  • Mycobacterium bovis
  • Mycobacterium Leprae
  • Dsb

Mycobacterium tuberculosis juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).

Kelompok bakteri mycobacterium selain mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TBC.

Faktor Risiko TB Paru

Resiko penyakit tuberkulosis dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya sebagai berikut (Mar’iyah & Zulkarnain, 2021):

  • Umur
  • Jenis kelamin
  • Kebiasaan merokok
  • Pekerjaan
  • Status ekonomi
  • Faktor lingkungan

Umur

Umur menjadi faktor utama resiko terkena penyakit tuberkulosis karena kasus tertinggi penyakit ini terjadi pada usia muda hingga dewasa. Indonesia sendiri di perkirakan 75% penderita berasal dari kelompok usia produktif (15-49 tahun).

Jenis kelamin

Penyakit ini lebih banyak menyerang laki-laki daripada wanita, karena sebagian besar laki laki mempunyai kebiasaan merokok.

Kebiasaan merokok

Kebiasaan merokok dapat menurunkan daya tahan tubuh, sehingga mudah untuk terserang penyakit terutama pada laki-laki yang mempunyai kebiasaan merokok dan meminum alkohol.

Pekerjaan

Risiko penularan tuberkulosis pada suatu pekerjaan adalah seorang tenaga kesehatan yang secara kontak langsung dengan pasien walaupun masih ada beberapa pekerjaan yang dapat menjadi faktor risiko yaitu seorang tenaga pabrik.

Status ekonomi

Masyarakat yang memiliki pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat layak memenuhi syarat-syarat kesehatan.

Faktor lingkungan

Merupakan salah satu yang memengaruhi pencahayaaan rumah, kelembapan, suhu, kondisi atap, dinding, lantai rumah serta kepadatan hunian.

Bakteri M. tuberculosis dapat masuk pada rumah yang memiliki bangunan yang gelap dan tidak ada sinar matahari yang masuk.

Etiologi

Tuberkulosis disebabkan oleh paparan mycobacterium tuberculosis.

Insiden tuberkulosis tinggi pada orang yang tinggal dipemukiman padat penduduk, ventilasi yang buruk, sanitasi yang buruk, alkoholik,  pengguna narkoba suntik, lansia, dan ODHA. (Lippincott Williams & Wilkins, 2013).

Patofisiologi

Setelah inhalasi, nukleus percik renik terbawa menuju percabangan trakea-bronkial dan dideposit di dalam bronkiolus respiratorik atau alveolus, di mana nukleus percik renik tersebut akan dicerna oleh makrofag alveolus yang kemudian akan memproduksi sebuah respon nonspesifik terhadap basilus.

Infeksi bergantung pada kapasitas virulensi bakteri dan kemampuan bakterisid makrofag alveolus yang mencernanya.

Apabila basilus dapat bertahan melewati mekanisme pertahanan awal ini, basilus dapat bermultiplikasi di dalam makrofag.

Tuberkel bakteri akan tumbuh perlahan dan membelah setiap 23-32 jam sekali di dalam makrofag.

Mycobacterium tidak memiliki endotoksin ataupun eksotoksin, sehingga tidak terjadi reaksi imun segera pada host yang terinfeksi.

Bakteri kemudian akan terus tumbuh dalam 2-12 minggu dan jumlahnya akan mencapai 103-104, yang merupakan jumlah yang cukup untuk menimbulkan sebuah respon imun seluler yang dapat dideteksi dalam reaksi pada uji tuberkulin skin test.

Bakteri kemudian akan merusak makrofag dan mengeluarkan produk berupa tuberkel basilus dan kemokin yang kemudian akan menstimulasi respon imun.

Sebelum imunitas seluler berkembang, tuberkel basili akan menyebar melalui sistem limfatik menuju nodus limfe hilus, masuk ke dalam aliran darah dan menyebar ke organ lain.

Beberapa organ dan jaringan diketahui memiliki resistensi terhadap replikasi basili ini.

Sumsum tulang, hepar dan limpa ditemukan hampir selalu mudah terinfeksi oleh Mycobacteria.

Organisme akan dideposit di bagian atas (apeks) paru, ginjal, tulang, dan otak, di mana kondisi organ-organ tersebut sangat menunjang pertumbuhan bakteri Mycobacteria.

Pada beberapa kasus, bakteri dapat berkembang dengan cepat sebelum terbentuknya respon imun seluler spesifik yang dapat membatasi multiplikasinya.

Tanda dan Gejala

Setelah terpapar mycobacterium tuberculosis dan berkembang aktif, penderita akan mengeluh (Lippincott Williams & Wilkins, 2013):

  • Demam pada malam hari
  • Batuk lebih dari dua minggu
  • Obstruksi jalan nafas.
  • Tuberkulosis dapat menyebabkan  kerusakan jaringan paru, dengan inflamasi dan nekrosis jaringan.
  • Fistula bronkopleura dapat muncul karena kerusakan jaringan paru.

Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan (2019), tanda dan gejala klinis TB paru terdiri dari:

  • Batuk ≥ 2 minggu
  • Batuk berdahak
  • Batuk berdahak dapat bercampur darah
  • Dapat disertai nyeri dada
  • Sesak napas

Dengan gejala lain meliputi :

  • Malaise
  • Penurunan berat badan
  • Menurunnya nafsu makan
  • Menggigil
  • Demam
  • Berkeringat di malam hari

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis tb paru pada pasien, antara lain (Lippincott Williams & Wilkins, 2013):

  • Pemeriksaan BTA (Basil Tahan Asam)
  • Rontgen thorax menunjukkan lesi nodular, infiltrat khususnya di lobus atas, jaringan parut
  • Skin test tuberkulosis menunjukkan infeksi tetapi bukan mengindikasikan penyakit yang aktif
  • Kultur sputum menunjukkan basili yang sensitif terhadap panas, aerob.
  • CT atau MRI Scan untuk mengevaluasi kerusakan paru dan mengkonfirmasi diagnosis yang sulit
  • Bronkoskopi menunjukkan inflamasi dan gangguan jaringan paru. bronkoskopi juga dapat dilakukan jika pasien tidak dapat memberikan spesimen sputum.

Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis untuk Askep pasien TB paru adalah dengan obat anti-tuberculosis (OAT) (Kemenkes, 2019).

Tujuan pengobatan TB adalah :

  1. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas pasien
  2. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
  3. Mencegah kekambuhan TB
  4. Mengurangi penularan TB kepada orang lain
  5. Mencegah perkembangan dan penularan resistan obat

Prinsip Pengobatan TB :

Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:

  1. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
  2. Diberikan dalam dosis yang tepat
  3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (pengawas menelan obat) sampai selesai masa pengobatan.
  4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.

Obat-obatan TB Paru

Beberapa obat OAT yang digunakan adalah:

  1. Isoniazid
  2. Rifampisin
  3. Pirazinamid
  4. Etambutol
  5. Streptomisin

Komplikasi

Beberapa komplikasi TB paru (Nurrasyidah, 2018), antara lain:

  1. Batuk darah
  2. Pneumothoraks
  3. Efusi pleura
  4. Luluh paru
  5. Penyebaran TB ke organ lain

Batuk Darah

Batuk darah berasal dari saluran napas bagian bawah.

Batuk yang terjadi pada usia produktif kebanyakan disebabkan oleh TB.

Batuk darah merupakan keadaan yang menakutkan bagi penderita dan keluarganya sehingga sering menyebabkan beban mental dan gelisah.

Edukasi agar penderita tentang dan tidak takut untuk batuk dapat mengurangi ancaman terjadinya gagal napas akibat tersumbatnya saluran napas atas.;

Batuk darah lebih dari 600 cc dalam 24 jam merupakan batuk darah massif yang mungkin membutuhkan terapi operatif.

Pneumothoraks

Pneumothoraks adalah terkumpulnya udara di rongga pleura, sehingga menyebabkan jaringan paru kolaps.

Pada pasien TB, pneumothoraks terjadi karena adanya kerusakan pada jaringan paru, sehingga dinding dan lapisannya menjadi lemah, mudah robek.

Pneumothoraks biasanya terjadi setelah pasien batuk hebat atau mengangkat beban berat.

Gejala yang terjadi adalah sesak napas, nyeri pada dada yang sakit, gejala ini dapat timbul perlahan atau mendadak berat.

Pneumothorax ventil dapat mengancam jiwa karena dapat mengganggu sistem kardiovaskular.

Efusi pleura

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan di rongga pleura.

Kondisi ini menyebabkan pasien merasa sesak napas, tidur lebih nyaman ke sisi yang sakit dan nyeri dada.

Pengeluaran cairan akan membantu meringankan keluhan pasien, dan jika penyebab efusi pleura adalah TB paru, maka pengobatan TB akan dapat menyembuhkan.

Jika cairan yang terdapat dirongga pleura berupa nanah, kondisi ini disebut empyema.

Pada kasus empyema, pasien terlihat sakit berat, sesak napas hebat, demam tinggi, dan nyeri dada.

Pengeluaran nanah dengan thorax drain adalah terapi definitive pada empyema.

Empyema sering menyebabkan sepsis atau infeksi berat yang dapat mengancam jiwa.

Luluh paru

Luluh paru adalah gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, terdiri dari atelectasis, ektasis/multikaviti, dan fibrosis parenkim paru.

Sulit untuk menilai aktivitilesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi  tersebut.

Setelah terapi TB paru selesai, kondisi luluh paru biasanya menetap, kerusakan anatomis tidak dapat Kembali normal.

Kondisi luluh paru akan menyebabkan pasien merasa sesak. Pemberian oksigen dan bronkodilator merupakan salah satu terapi yang dapat diberikan.

Penyebaran TB ke Organ Lain

TB selain menyerang paru, dapat juga menginfeksi organ lain yang dikenal dengan TB ekstra paru.

TB Ekstra Paru yang sering terjadi adalah meningitis TB, limfadenitis TB, dan spondylitis TB.

Pengkajian Keperawatan

Askep TB Paru dimulai dari Pengkajian Keperawatan.

Pengkajian yang harus dilakukan kepada pasien dengan tuberkulosis paru adalah sebagai berikut (Hogan-Quigley, Palm, & Bickley, 2012):

  1. Riwayat Kesehatan
  2. Riwayat Kesehatan masa lalu
  3. Riwayat Kesehatan keluarga
  4. Gaya hidup dan kebiasaan
  5. Pemeriksaan fisik
  6. Saturasi oksigen

Riwayat kesehatan

Kaji apakah ada kesulitan bernafas, batuk, batuk disertai darah, nyeri dada, demam dan kelemahan

Riwayat kesehatan masa lalu

Kaji apakah pernah menderita penyakit pernafasan sebelumnya, dilakukan pembedahan thorax, skin test, rontgen thorax, dan kaji hasilnya jika pernah.

Riwayat kesehatan keluarga

Kaji apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit pernafasan, terutama asma dan kanker. Kaji apakah ada perokok dalam rumah tempat tinggalnya

Gaya hidup dan kebiasaan

Kaji apakah klien perokok, dan sudah merokok berapa tahun. Kaji apakah klien pernah menggunakan terapi respiratori sebelumnya, seperti oksigen atau nebulizer dirumah

Pemeriksaan fisik

Inspeksi

Lihat apakah klien ada kesulitan bernafas, kesimetrisan lapang paru, ada scar pembedahan, bentuk dada, ekspresi wajah, tingkat kesadaran.

Palpasi

Kaji fremitus taktil

Perkusi

Perkusi semua lapang paru (baik didepan maupun dibelakang) kaji apakah suara paru dullness, resonance atau hyperresonance.

Auskultasi

Kaji suara nafas tambahan

Pemeriksaan tambahan

Kaji saturasi oksigen

Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada Askep pasien TB Paru, antara lain (Smeltzer & Bare, 2009; Timby & Smith, 2010; PPNI, 2017):

  1. Bersihan jalan napas tidak efektif
  2. Gangguan pertukaran gas
  3. Defisit nutrisi
  4. Intoleransi aktivitas

*Klik link pada diagnosis diatas untuk penjelasan selengkapnya.

Discharge Planning

Discharge planning Askep pasien TB paru menurut Smeltzer & Bare (2009), antara lain:

  1. Evaluasi bersama klien, lingkungan, termasuk rumah, tempat bekerja dan orang-orang yang kontak dengan klien sewaktu TB masih aktif untuk mengidentifikasi faktor resiko penyebaran infeksi dan infeksi berulang
  2. Evaluasi status fisik dan psikis klien dan kemampuan untuk patuh pada program pengobatan
  3. Evaluasi kembali pengetahuan klien terhadap topik edukasi yang telah diberikan sebelumnya
  4. Diskusikan bersama klien tentang jadwal pemeriksaan ulang di rumah sakit
  5. Berikan klien sumber untuk promosi kesehatan dan pemeriksaan kesehatan.

Referensi

  1. Hogan-Quigley, B., Palm, M.L., & Bickley, L (2012). Bates’ Nursing Guide to Physical Examination and History Taking (2nd ed). Wolters Kluwer.
  2. Kemenkes RI (2018). InfoDATIN Tuberkulosis. Diakses pada 23 Juni 2022 di https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-tuberkulosis-2018.pdf
  3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/755/2019 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis.
  4. Lippincott Williams & Wilkins. (2013). Pathophysiology Made Incredibly Easy (5th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
  5. Mar’iyah, K., & Zulkarnain. (2021). Patofisiologi penyakit infeksi tuberculosis. Prosiding Biologi Achieving the Sustainable Development Goals with Biodiversity in Confronting Climate Change Gowa, 08 November 2021. http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/psb
  6. Nurrasyidah, I. (2018). Komplikasi TB Paru. ULIN News Edisi 062/Maret-April 2018.
  7. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2009). Brunner & Suddarth’s: Textbook of Medical-Surgical Nursing (10th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
  8. Timby, B. K., & Smith, N. E. (2010). Introductory Medical-Surgical Nursing (10th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
  9. WHO (2019). The top 10 causes of death. Diakses pada 23 Juni 2022, di https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/the-top-10-causes-of-death

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *