9 diagnosis keperawatan jiwa

perawat.org | 9 diagnosis keperawatan jiwa yang sering ditemukan pada pasien.

Menurut WHO, gangguan jiwa atau mental terdiri dari berbagai masalah, dengan berbagai gejala, namun umumnya dicirikan oleh beberapa kombinasi abnormal pada pikiran, emosi, perilaku, dan hubungan dengan orang lain.

Contohnya adalah skizofrenia, depresi, cacat intelektual, dan gangguan karena penyalahgunaan narkoba, gangguan afektif bipolar, demensia, dan gangguan perkembangan.

Pada konteks Kesehatan jiwa, dikenal 2 istilah untuk orang-orang dengan gangguan kejiwaan, yaitu orang dengan masalah kejiwaan (ODMK), dan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) (Ayuningtyas, Misnaniarti, & Rayhani, 2018).

ODMK merupakan orang yang memiliki masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko gangguan jiwa.

Sedangkan ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.

Pasien dengan masalah kejiwaan tidak hanya dapat ditemukan di RS Jiwa saja, namun juga di RS Umum, sehingga sangat penting bagi perawat untuk mengetahui asuhan keperawatan kejiwaan.

Dalam buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), ada 9 diagnosis keperawatan yang termasuk dalam diagnosis keperawatan jiwa, antara lain:

  1. Ansietas
  2. Gangguan persepsi sensori
  3. Harga diri rendah
  4. Sindrom pasca trauma
  5. Waham
  6. Isolasi sosial
  7. Risiko bunuh diri
  8. Risiko mutilasi diri
  9. Risiko perilaku kekerasan

Dalam artikel ini, kita akan membahas garis besar ke-9 diagnosis keperawatan jiwa diatas.

Anda dapat mempelajari lebih lengkap pada artikel masing-masing diagnosis yang dicantumkan dalam penjelasan.

Ansietas

Ansietas adalah kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.

Pasien dengan ansietas akan mengalami tanda gejala seperti:

  • Merasa bingung
  • Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
  • Sulit berkonsentrasi
  • Tampak gelisah
  • Tampak tegang
  • Sulit tidur

Diagnosis ansietas disebabkan oleh berbagai macam keadaan, dari disfungsi sistem keluarga, hingga penyalahgunaan zat (narkoba).

Perawat dapat memberikan terapi reduksi ansietas dan terapi relaksasi untuk menangani masalah ansietas pasien.

Pelajari lebih lanjut tentang diagnosis ansietas pada artikel ansietas ini.

Gangguan persepsi sensori

Gangguan persepsi sensori adalah perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan, atau terdistorsi.

Tanda dan gejala khas pasien yang mengalami masalah gangguan persepsi sensori, antara lain:

  • Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan
  • Merasakan sesuatu melalui indera penciuman, perabaan, atau pengecapan
  • Distorsi sensori
  • Respons tidak sesuai
  • Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba, atau mencium sesuatu

Diagnosis keperawatan gangguan persepsi sensori dapat diangkat pada pasien-pasien dengan masalah kejiwaan halusinasi.

Oleh karena itu, intervensi keperawatan yang dapat diberikan kepada pasien adalah:

  • Manajemen halusinasi
  • Minimalisasi rangsangan
  • Pengekangan kimiawi

Pelajari lebih lanjut tentang diagnosis gangguan persepsi sensori pada artikel gangguan persepsi sensori berikut.

Harga diri rendah

Harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri.

Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), diagnosis keperawatan harga diri rendah dibagi menjadi 2, yaitu:

  1. Harga diri rendah kronis
  2. Harga diri rendah situasional

Perbedaan diantara kedua diagnosis diatas adalah pada jangka waktu masalah itu terjadi.

Harga diri rendah kronis adalah masalah yang terjadi dalam waktu lama dan terus menerus, sedangkan harga diri rendah situasional, masalahnya terjadi ada pada situasi saat itu saja.

Adapun tanda dan gejala yang muncul pada pasien dengan harga diri rendah kronis adalah:

  • Menilai diri negatif (mis: tidak berguna, tidak tertolong)
  • Merasa malu/bersalah
  • Merasa tidak mampu melakukan apapun
  • Meremehkan kemampuan mengatasi masalah kehilangan
  • Merasa tidak memiliki kelebihan atau kemampuan positif
  • Melebih-lebihkan penilaian negatif tentang diri sendiri
  • Menolak menilaian positif tentang diri sendiri
  • Enggan mencoba hal baru
  • Berjalan menunduk
  • Postur tubuh menunduk

Sedangkan tanda dan gejala yang muncul pada pasien dengan harga diri rendah situasional adalah:

  • Menilai diri negatif (mis: tidak berguna, tidak tertolong)
  • Merasa malu/bersalah
  • Melebih-lebihkan penilaian negatif tentang diri sendiri
  • Menolak menilaian positif tentang diri sendiri
  • Berbicara pelan dan lirih
  • Menolak berinteraksi dengan orang lain
  • Berjalan menunduk
  • Postur tubuh menunduk

Pelajari selengkapnya pada artikel diagnosis harga diri rendah kronis, dan harga diri rendah situasional.

Sindrom pasca trauma

Sindrom pasca trauma adalah respon maladaptif yang berkelanjutan terhadap kejadian trauma.

Masalah ini sering terjadi pada orang-orang yang telah mengalami kejadian traumatik seperti bencana, perang, menyaksikan atau menjadi korban tindak kriminal, dan lain sebagainya.

Orang dengan masalah keperawatan sindrom pasca trauma mungkin akan memiliki tanda dan gejala sebagai berikut:

  • Mengungkapkan secara berlebihan atau menghindari pembicaraan kejadian trauma
  • Merasa cemas
  • Teringat Kembali kejadian traumatis
  • Memori masa lalu terganggu
  • Mimpi buruk berulang
  • Ketakutan berulang
  • Menghindari aktivitas, tempat, atau orang yang membangkitkan kejadian trauma

Pelajari selengkapnya pada artikel berikut.

Waham

Waham merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai keyakinan yang keliru tentang isi pikiran yang dipertahankan secara kuat atau terus menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan.

Tanda gejala pada orang dengan masalah waham adalah:

  • Mengungkapkan isi waham
  • Menunjukkan perilaku sesuai isi waham
  • Isi pikir tidak sesuai realitas
  • Isi pembicaraan sulit dimengerti

Perawatan pada pasien waham adalah untuk memperbaiki keyakinannya sehingga sesuai dengan kenyataan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, perawat dapat memberikan intervensi seperti manajemen waham, dan orientasi realita.

Pelajari tentang waham pada artikel waham.

Isolasi sosial

Isolasi sosial adalah ketidakmampuan untuk membina hubungan yang erat, hangat, terbuka, dan interdependen dengan orang lain.

Orang-orang dengan masalah isolasi sosial mungkin akan memberikan tanda gejala sebagai berikut:

  • Merasa ingin sendirian
  • Merasa tidak aman di tempat umum
  • Menarik diri
  • Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan

Perawat memberikan asuhan keperawatan dalam rangka meningkatkan kemampuan pasien untuk membina hubungan dengan orang lain.

Hal itu dicapai dengan intervensi keperawatan promosi sosialisasi dan terapi aktivitas.

Pelajari selengkapnya pada artikel isolasi sosial.

Risiko bunuh diri

Risiko bunuh diri dapat diangkat pada orang-orang yang berisiko melakukan upaya menyakiti diri sendiri untuk mengakhiri kehidupan.

Biasanya orang yang berisiko bunuh diri akan memperlihatkan beberapa tanda, seperti:

  • Mengatakan ingin bunuh diri
  • Tampak ada tanda-tanda (isyarat) untuk bunuh diri
  • Mengancam ingin bunuh diri
  • Mengatakan rencana bunuh diri

Adapun faktor risiko yang meningkatkan risiko ini adalah:

  • Euphoria mendadak setelah depresi
  • Perilaku mencari senjata berbahaya
  • Membeli obat dalam jumlah banyak
  • Membuat surat warisan
  • Lansia
  • Status perceraian
  • Janda/duda
  • Ekonomi rendah
  • Pengangguran
  • Nyeri kronis
  • Penyakit terminal
  • Berduka
  • Tidak berdaya
  • Putus asa
  • Kesepian
  • Kehilangan hubungan yang penting
  • Isolasi sosial
  • Penganiayaan masa kanak-kanak
  • Riwayat bunuh diri sebelumnya
  • Remaja homoseksual
  • Gangguan psikiatrik
  • Penyakit psikiatrik
  • Penyalahgunaan zat

Perawat harus membantu pasien untuk meningkatkan kemampuan mengendalikan atau mengatur emosi, pikiran, dan perilakunya dalam menghadapi masalah.

Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah manajemen mood dan pencegahan bunuh diri.

Selengkapnya dalam artikel risiko bunuh diri.

Risiko mutilasi diri

Mutilasi diri yang dimaksud dalam diagnosis ini bukanlah mutilasi yang parah seperti memotong jari atau tangan.

Orang atau pasien yang mengatakan akan melukai diri sendiri saja sudah cukup untuk dikatakan berisiko mutilasi diri.

Risiko mutilasi diri adalah berisiko sengaja mencederai diri yang menyebabkan kerusakan fisik untuk memperoleh pemulihan ketegangan.

Risiko ini tampak dengan adanya gejala-gejala seperti mengatakan ingin melukai diri sendiri, alam perasaan depresi, dan perilaku agresif.

Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko mutilasi diri antara lain:

  • Perkembangan remaja
  • Individu autistik
  • Gangguan kepribadian
  • Penyakit keturunan
  • Penganiayaan (mis: fisik, psikologis, seksual)
  • Gangguan hubungan interpersonal
  • Perceraian keluarga
  • Keterlambatan perkembangan
  • Riwayat perilaku mencederai diri
  • Ancaman kehilangan hubungan yang bermakna
  • Ketidakmampuan mengungkapkan ketegangan secara verbal
  • Ketidakmampuan mengatasi masalah
  • Harga diri rendah
  • Peningkatan ketegangan yang tidak dapat ditoleransi

Untuk mencegah terjadinya mutilasi diri pada pasien dengan gangguan kejiwaan, perawat dapat memberikan intervensi seperti:

  • Edukasi manajemen stress
  • Kontrak perilaku positif
  • Manajemen pengendalian marah

Pelajari selengkapnya pada artikel risiko mutilasi diri

Risiko perilaku kekerasan

Diagnosis terakhir dalam 9 diagnosis keperawatan jiwa adalah risiko perilaku kekerasan.

Risiko perilaku kekerasan merupakan berisiko membahayakan secara fisik, emosi, dan/atau seksual pada diri sendiri atau orang lain.

Pasien dengan risiko perilaku kekerasan biasanya akan memberikan tanda-tanda seperti mengancam orang lain, mengumpat, bersuara keras, dan berbicara ketus.

Perawat harus membantu pasien untuk mengendalikan emosi, pikiran, dan perilakunya sehingga masalah risiko perilaku kekerasan tidak terjadi.

Intervensi keperawatan yang dapat diberikan kepada pasien adalah pencegahan perilaku kekerasan dan promosi koping.

Pelajari selengkapnya pada artikel ini.

Referensi

  1. Ayuningtyas, D., Misnaniarti., & Rayhani, M. (2018). Analisis situasi Kesehatan mental pada masyarakat di Indonesia dan strategi penanggulangannya. Jurnal ilmu Kesehatan masyarakat. 9 (1): 1-10. DOI: https://doi.org/10.26553/jikm.2018.9.1.1-10
  2. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  4. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *