Cara menulis diagnosis keperawatan

Cara menulis diagnosis keperawatan sudah distandarisasi oleh PPNI dalam buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya, baik yang berlangsung aktual maupun potensial.

Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.

Baca juga: “Cara Menulis Luaran Keperawatan.”

Baca keseluruhan artikel, atau langsung baca cara menulis diagnosis keperawatan pada daftar isi dibawah:

Klasifikasi Diagnosis Keperawatan

Klasifikasi diagnosis keperawatan pada buku SDKI mengadopsi klasifikasi diagnosis keperawatan dari ICN (International Council of Nurses, 1994).

Klasifikasi diagnosis keperawatan
Klasifikasi diagnosis keperawatan (PPNI, 2017).

Ada total 149 diagnosis keperawatan dalam SDKI, yang terbagi menjadi 5 kategori dan 14 subkategori.

5 Kategori Diagnosis Keperawatan

5 kategori diagnosis keperawatan berdasarkan SDKI adalah:

  1. Fisiologis
  2. Psikologis
  3. Perilaku
  4. Relasional
  5. Lingkungan

14 Subkategori Diagnosis Keperawatan

14 subkategori diagnosis keperawatan berdasarkan SDKI adalah:

  1. Respirasi
  2. Sirkulasi
  3. Nutrisi dan cairan
  4. Eliminasi
  5. Aktivitas dan istirahat
  6. Neurosensori
  7. Reproduksi dan seksualitas
  8. Nyeri dan kenyamanan
  9. Integritas ego
  10. Pertumbuhan dan perkembangan
  11. Kebersihan diri
  12. Penyuluhan dan pembelajaran
  13. Interaksi sosial
  14. Keamanan dan proteksi

149 Diagnosis Keperawatan

149 diagnosis keperawatan berdasarkan SDKI antara lain:

  1. Bersihan jalan napas tidak efektif
  2. Gangguan penyapihan ventilator
  3. Gangguan pertukaran gas
  4. Gangguan ventilasi spontan
  5. Pola napas tidak efektif
  6. Risiko aspirasi
  7. Gangguan sirkulasi spontan
  8. Penurunan Curah Jantung
  9. Perfusi Perifer Tidak Efektif
  10. Risiko Gangguan Sirkulasi Spontan
  11. Risiko penurunan curah jantung
  12. Risiko perdarahan
  13. Risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif
  14. Risiko perfusi miokard tidak efektif
  15. Risiko perfusi perifer tidak efektif
  16. Risiko perfusi renal tidak efektif
  17. Risiko perfusi serebral tidak efektif
  18. Berat badan lebih
  19. Defisit nutrisi
  20. Diare
  21. Disfungsi motilitas gastrointestinal
  22. Hypervolemia
  23. Hypovolemia
  24. Ikterik neonatus
  25. Kesiapan peningkatan keseimbangan cairan
  26. Kesiapan peningkatan nutrisi
  27. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
  28. Menyusui efektif
  29. Menyusui tidak efektif
  30. Obesitas
  31. Risiko berat badan lebih
  32. Risiko deficit nutrisi
  33. Risiko disfungsi motilitas gastrointestinal
  34. Risiko hypovolemia
  35. Risiko ikterik neonatus
  36. Risiko ketidakseimbangan cairan
  37. Risiko ketidakseimbangan elektrolit
  38. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
  39. Risiko syok
  40. Gangguan Eliminasi Urin.
  41. Inkontinensia Fekal.
  42. Inkontinensia Urin Berlanjut.
  43. Inkontinensia Urin Berlebih.
  44. Inkontinensia Urin Fungsional.
  45. Inkontinensia Urin Refleks.
  46. Inkontinensia Urin Stres.
  47. Inkontinensia Urine Urgensi.
  48. Kesiapan Peningkatan Eliminasi Urin.
  49. Konstipasi.
  50. Retensi Urin.
  51. Risiko Inkontinensia Urin Urgensi.
  52. Risiko Konstipasi.
  53. Disorganisasi Perilaku Bayi.
  54. Gangguan Mobilitas Fisik.
  55. Gangguan Pola Tidur.
  56. Intoleransi Aktivitas.
  57. Keletihan.
  58. Kesiapan Peningkatan Tidur.
  59. Risiko Disorganisasi Perilaku Bayi.
  60. Risiko Intoleransi Aktivitas.
  61. Disrefleksia Otonom.
  62. Gangguan Memori.
  63. Gangguan Menelan.
  64. Konfusi Akut.
  65. Konfusi Kronis.
  66. Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial.
  67. Risiko Disfungsi Neurovaskuler Perifer.
  68. Risiko Konfusi Akut.
  69. Disfungsi Seksual.
  70. Kesiapan Persalinan.
  71. Pola Seksual Tidak Efektif.
  72. Risiko Disfungsi Seksual.
  73. Risiko Kehamilan Tidak Dikehendaki.
  74. Gangguan Rasa Nyaman.
  75. Ketidaknyamanan Pasca Partum.
  76. Nausea.
  77. Nyeri Akut.
  78. Nyeri Kronis.
  79. Nyeri Melahirkan.
  80. Ansietas.
  81. Berduka.
  82. Distres Spiritual.
  83. Gangguan Citra Tubuh.
  84. Gangguan Identitas Diri.
  85. Gangguan Persepsi Sensori.
  86. Harga Diri Rendah Kronis.
  87. Harga Diri Rendah Situasional.
  88. Keputusasaan.
  89. Kesiapan Peningkatan Konsep Diri.
  90. Kesiapan Peningkatan Koping Keluarga.
  91. Kesiapan Peningkatan Koping Komunitas.
  92. Ketidakberdayaan.
  93. Ketidakmampuan Koping Keluarga.
  94. Koping Defensif.
  95. Koping Komunitas Tidak Efektif.
  96. Koping Tidak Efektif.
  97. Penurunan Koping Keluarga.
  98. Penyangkalan Tidak Efektif.
  99. Perilaku Kesehatan Cenderung Berisiko.
  100. Risiko Distres Spiritual.
  101. Risiko Harga Diri Rendah Kronis.
  102. Risiko Harga Diri Rendah Situasional.
  103. Risiko Ketidakberdayaan.
  104. Sindrom Pasca Trauma.
  105. Waham
  106. Gangguan Tumbuh Kembang.
  107. Risiko Gangguan Perkembangan.
  108. Risiko Gangguan Pertumbuhan.
  109. Defisit Perawatan Diri.
  110. Defisit Kesehatan Komunitas.
  111. Defisit Pengetahuan.
  112. Kesiapan Peningkatan Manajemen Kesehatan.
  113. Kesiapan Peningkatan Pengetahuan.
  114. Ketidakpatuhan.
  115. Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif.
  116. Manajemen Kesehatan Tidak Efektif.
  117. Pemeliharaan Kesehatan Tidak Efektif.
  118. Gangguan Interaksi Sosial.
  119. Gangguan Komunikasi Verbal.
  120. Gangguan Proses Keluarga.
  121. Isolasi Sosial.
  122. Keseiapan Peningkatan Menjadi Orang Tua.
  123. Kesiapan Peningkatan Proses Keluarga.
  124. Ketegangan Peran Pemberi Asuhan.
  125. Penampilan Peran Tidak Efektif.
  126. Pencapaian Peran Menjadi Orang Tua.
  127. Risiko Gangguan Perlekatan.
  128. Risiko Proses Pengasuhan Tidak Efektif.
  129. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan.
  130. Hipertermia.
  131. Hipotermia.
  132. Perilaku Kekerasan.
  133. Perlambatan Pemulihan Pascabedah.
  134. Risiko Alergi.
  135. Risiko Bunuh Diri.
  136. Risiko Cedera.
  137. Risiko Cedera Pada Ibu.
  138. Risiko Cedera Pada Janin.
  139. Risiko Gangguan Integritas Kulit/Jaringan.
  140. Risiko Hipotermia.
  141. Risiko Hipotermia Perioperatif.
  142. Risiko Infeksi.
  143. Risiko Jatuh.
  144. Risiko Luka Tekan.
  145. Risiko Mutilasi Diri.
  146. Risiko Perilaku Kekerasan.
  147. Risiko Perlambatan Pemulihan Pascabedah.
  148. Risiko Termoregulasi Tidak Efektif.
  149. Termoregulasi Tidak Efektif.

Jenis Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu: (1) diagnosis negatif; dan (2) diagnosis positif.

Diagnosis negatif dibagi kembali menjadi 2 jenis, yaitu diagnosis aktual dan diagnosis risiko, sedangkan diagnosis positif adalah diagnosis promosi Kesehatan.

Jenis diagnosis keperawatan
Jenis diagnosis keperawatan (PPNI, 2017)

Diagnosis Negatif

Diagnosis negatif adalah diagnosis yang menunjukkan bahwa klien dalam kondisi sakit (aktual) atau beresiko mengalami sakit (risiko).

Penegakkan diagnosis ini mengarahkan kepada intervensi yang bersifat menyembuhkan (kuratif), pemulihan (rehabilitatif), dan pencegahan (preventif).

Diagnosis Aktual

Diagnosis aktual adalah diagnosis keperawatan yang menggambarkan respons klien terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupannya yang menyebabkan klien mengalami masalah kesehatan.

Pada diagnosis aktual, tanda dan/atau gejala mayor maupun minor dapat ditemukan dan divalidasi pada klien.

Contohnya diagnosis “Penurunan Curah Jantung“, “Gangguan Ventilasi Spontan“, “Defisit Nutrisi” dan lain-lain.

Diagnosis Risiko

Diagnosis risiko adalah diagnosis keperawatan yang menggambarkan respons klien terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupannya yang dapat menyebabkan klien berisiko mengalami masalah kesehatan.

Pada diagnosis risiko tidak ditemukan tanda/gejala pada klien, namun klien memiliki faktor risiko mengalami masalah kesehatan.

Contohnya diagnosis “Risiko Perfusi Renal Tidak Efektif“, atau “Risiko Perdarahan

Diagnosis Positif

Diagnosis positif adalah diagnosis yang menunjukkan bahwa klien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai kondisi yang lebih sehat atau optimal.

Penegakkan diagnosis ini mengarahkan pada intervensi yang bersifat edukasi (promotif), oleh karena itu diagnosis positif ini juga disebut dengan diagnosis promosi kesehatan.

Diagnosis promosi kesehatan

Diagnosis promosi kesehatan adalah diagnosis keperawatan yang menggambarkan adanya keinginan dan motivasi klien untuk meningkatkan kondisi kesehatannya ke tingkat yang lebih baik atau optimal.

Contohnya diagnosis “Kesiapan peningkatan keseimbangan cairan” dan “kesiapan peningkatan nutrisi

Komponen Diagnosis Keperawatan

Komponen diagnosis keperawatan terdiri dari 2 yaitu: (1) masalah/problem; dan (2) indikator diagnostik.

Masalah (problem)

Masalah merupakan label diagnosis keperawatan yang menggambarkan inti dari respons pasien terhadap kondisi Kesehatan atau proses kehidupannya.

Label diagnosis ini terdiri dari deskriptor (penjelas) dan fokus diagnostik (lihat tabel dibawah)

NoContoh DiagnosisDeskriptorFokus Diagnostik
1Defisit nutrisiDefisitNutrisi
2Disfungsi motilitas gastrointestinalDisfungsiMotilitas gastrointestinal
3Gangguan sirkuasi spontanGangguanSirkulasi spontan
4Berat badan lebihLebihBerat badan
5Penurunan curah jantungPenurunanCurah jantung
6Harga diri rendah kronisRendahHarga diri
7Menyusui efektifEfektifMenyusui
8Menyusui tidak efektifTidak efektifMenyusui
Contoh deskriptor dan fokus diagnostik pada diagnosis keperawatan
NoDeksriptorDefinisiContoh Diagnosis
1DefisitTidak cukup, tidak adekuatDefisit nutrisi
2DisfungsiTidak berfungsi secara normalDisfungsi motilitas gastrointestinal
3GangguanMengalami hambatan atau kerusakanGangguan sirkuasi spontan
4LebihBerada di atas nilai normal atau yang diperlukanBerat badan lebih
5PenurunanBerkurang baik dalam ukuran, jumlah, maupun derajatPenurunan curah jantung
6RendahBerada di bawah nilai normal atau yang diperlukanHarga diri rendah kronis
7EfektifMenimbulkan efek yang diinginkanMenyusui efektif
8Tidak efektifTidak menimbulkan efek yang diinginkanMenyusui tidak efektif
Deskriptor, definisi deskriptor, dan contoh diagnosis keperawatannya

Indikator Diagnostik

Ada 3 jenis indikator diagnostik dalam Diagnosis keperawatan, yaitu: penyebab; tanda dan gejala; dan faktor risiko.

Penyebab

Penyebab adalah merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan. Penyebab dalam diagnosis keperawatan dapat mencakup empat kategori, antara lain: (1) fisiologis, biologis, atau psikologis; (2) efek terapi atau tindakan; (3) situasional seperti lingkungan atau personal; dan (4) maturasional.

Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala adalah data subyektif dan data obyektif yang diperoleh dari pengkajian (anamnesis dan pemeriksaan fisik). Tanda dan gejala dikelompokkan menjadi dua: (1) mayor; dan (2) minor.

Tanda dan gejala mayor wajib ditemukan sekitar 80-100% untuk validasi diagnosis, sedangkan tanda dan gejala minor tidak perlu ditemukan, tetapi dapat mendukung penegakkan diagnosis.

Faktor Risiko

Faktor risiko adalah kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan klien mengalami masalah kesehatan.

Proses penegakkan diagnosis keperawatan

Proses penegakkan diagnosis keperawatan berdasarkan SDKI terdiri dari 3 tahap, yaitu:

  1. Analisis data
  2. Identifikasi masalah
  3. Perumusan diagnosis
Proses penegakkan diagnosis keperawatan
Proses penegakkan diagnosis keperawatan

Analisis data

Analisis data dilakukan dengan membandingkan data-data (DS dan DO) yang telah didapatkan dari hasil pengkajian dengan nilai-nilai normal, kemudian mengidentifikasi tanda dan gejala yang bermakna.

Tanda dan gejala yang bermakna kemudian dikelompokkan berdasarkan pola kebutuhan dasar (lihat 14 kategori diagnosis keperawatan diatas).

Identifikasi masalah

Langkah kedua adalah identifikasi masalah. Langkah ini dilakukan untuk menentukan apakah masalah yang muncul merupakan masalah aktual, risiko, atau promosi Kesehatan.

Perumusan diagnosis keperawatan

Setelah mengelompokkan data-data bermakna dan mengidentifikasi masalahnya. Selanjutnya adalah merumuskan diagnosis keperawatan.

Perumusan diagnosis keperawatan berbeda antara diagnosis aktual, diagnosis risiko, dan diagnosis promosi Kesehatan.

Pelajari caranya pada Langkah-langkah dibawah:

Cara Menulis Diagnosis Keperawatan

Cara menulis diagnosis keperawatan disesuaikan dengan jenis diagnosis keperawatan (aktual, risiko, atau promosi kesehatan).

Penulisan diagnosis keperawatan actual, risiko, dan promosi Kesehatan berbeda-beda satu sama lain.

Cara menulis diagnosis keperawatan aktual

Cara menulis diagnosis keperawatan aktual adalah dengan metode penulisan 3 bagian, yaitu:

[masalah] b.d [penyebab] d.d [tanda/gejala]

Contoh:

Hipovolemia b.d kekurangan intake cairan d.d frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urin menurun.

Perhatikan!

  1. Hipovolemia adalah [masalah]
  2. Kekurangan intake cairan adalah [penyebab]
  3. b.d = berhubungan dengan
  4. d.d = dibuktikan dengan
  5. Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urin menurun adalah [tanda/gejala]

Cara menulis diagnosis keperawatan risiko

Cara menulis diagnosis keperawatan risiko adalah dengan metode penulisan 2 bagian, yaitu:

[masalah] d.d [faktor risiko]

Contoh:

Risiko infeksi d.d imunosupresi

Perhatikan!

  1. Risiko infeksi adalah [masalah].
  2. Imunosupresi adalah [faktor risiko].
  3. d.d = dibuktikan dengan
  4. Diagnosis risiko tidak menggunakan berhubungan dengan (b.d) karena tidak memiliki etiologi (penyebab)

Cara menulis diagnosis keperawatan promosi kesehatan.

Cara menulis diagnosis keperawatan promosi kesehatan adalah dengan metode penulisan 2 bagian, yaitu:

[masalah] d.d [tanda/gejala]

Contoh:

Kesiapan peningkatan eliminasi urin d.d mengungkapkan keinginan untuk meningkatkan eliminasi urin, jumlah urin normal, karakteristik urin normal.

Perhatikan!

  1. Kesiapan peningkatan eliminasi urin adalah [masalah]
  2. Mengungkapkan keinginan untuk meningkatkan eliminasi urin, jumlah urin normal, karakteristik urin normal adalah [faktor risiko].
  3. d.d = dibuktikan dengan
  4. Diagnosis promosi kesehatan tidak menggunakan berhubungan dengan (b.d) karena tidak memiliki etiologi (penyebab)

Referensi

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI

Leave a Reply