Risiko infeksi

Risiko infeksi merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.

Diagnosis ini diberi kode D.0142, masuk dalam kategori lingkungan, subkategori keamanan dan proteksi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan risiko infeksi secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari faktor risiko yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Faktor Risiko

Faktor risiko adalah kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan pasien mengalami masalah Kesehatan.

Faktor risiko inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “dibuktikan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan risiko.

Faktor risiko untuk masalah risiko infeksi adalah:

  1. Penyakit kronis (mis: diabetes melitus)
  2. Efek prosedur invasif
  3. Malnutrisi
  4. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
  5. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer (gangguan peristaltik; kerusakan integritas kulit; perubahan sekresi pH; penurunan kerja siliaris; ketuban pecah lama; ketuban pecah sebelum waktunya; merokok; statis cairan tubuh)
  6. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder (penurunan hemoglobin; imunosupresi; leukopenia; supresi respon inflamasi; vaksinasi tidak adekuat)

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan risiko, yang berarti penulisannya menggunakan metode dua bagian, yaitu:

[masalah] + [faktor risiko]

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Risiko infeksi dibuktikan dengan ketuban pecah sebelum waktunya

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Risiko infeksi d.d ketuban pecah sebelum waktunya

Perhatikan:

  1. Masalah = Risiko infeksi
  2. Faktor risiko = Ketuban pecah sebelum waktunya
  3. d.d = dibuktikan dengan
  4. Diagnosis risiko tidak menggunakan berhubungan dengan (b.d) karena tidak memiliki etiologi.

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis risiko infeksi adalah “tingkat infeksi menurun”.

Luaran tingkat infeksi menurun menurun diberi kode L.14137 dalam SLKI.

Tingkat infeksi menurun berarti menurunnya derajat infeksi berdasarkan observasi atau sumber informasi.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa tingkat infeksi menurun adalah:

  1. Demam menurun
  2. Kemerahan menurun
  3. Nyeri menurun
  4. Bengkak menurun
  5. Kadar sel darah putih membaik

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka tingkat infeksi menurun, dengan kriteria hasil:

  1. Demam menurun
  2. Kemerahan menurun
  3. Nyeri menurun
  4. Bengkak menurun
  5. Kadar sel darah putih membaik

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka tingkat infeksi
  2. Ekspektasi = Menurun
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis risiko infeksi adalah:

  1. Manajemen imunisasi/vaksinasi
  2. Pencegahan infeksi

Manajemen Imunisasi/Vaksinasi (I.14508)

Intervensi manajemen imunisasi/vaksinasi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.14508).

Manajemen imunisasi/vaksinasi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola pemberian kekebalan tubuh secara aktif dan pasif.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen imunisasi/vaksinasi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi Riwayat Kesehatan dan Riwayat alergi
  • Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi (mis: reaksi anafilaksis terhadap vaksin sebelumnya dan/atau sakit parah dengan atau tanpa demam)
  • Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke pelayanan kesehatan

Terapeutik

  • Berikan suntikan pada bayi di bagian paha anterolateral
  • Dokumentasikan informasi vaksinasi (mis: nama produsen, tanggal kadaluarsa)
  • Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat

Edukasi

  • Jelaskan tujuan, manfaat, reaksi yang terjadi, jadwal, dan efek samping
  • Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah (mis: hepatitis B, BCG, difteri, tetanus, pertussis, H. influenza, polio, campak, measles, rubela)
  • Infromasikan imunisasi yang melindungi terhadap penyakit namun saat ini tidak diwajibkan pemerintah (mis: influenza, pneumokokus)
  • Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus (mis: rabies, tetanus)
  • Informasikan penundaan pemberian imunisasi tidak berarti mengulang jadwal imunisasi Kembali
  • Informasikan penyedia layanan Pekan Imunisasi Nasional yang menyediakan vaksin gratis

Pencegahan Infeksi (I.14539)

Intervensi pencegahan infeksi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.14539).

Pencegahan infeksi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan menurunkan risiko terserang organisme patogenik.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi pencegahan infeksi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik

Terapeutik

  • Batasi jumlah pengunjung
  • Berikan perawatan kulit pada area edema
  • Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
  • Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi

Edukasi

  • Jelaskan tanda dan gejala infeksi
  • Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
  • Ajarkan etika batuk
  • Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
  • Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
  • Anjurkan meningkatkan asupan cairan

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori lingkungan, subkategori keamanan dan proteksi adalah:

  1. Gangguan integritas kulit/jaringan
  2. Hipertermia
  3. Hipotermia
  4. Perilaku kekerasan
  5. Perlambatan pemulihan pascabedah
  6. Risiko alergi
  7. Risiko bunuh diri
  8. Risiko cedera
  9. Risiko cedera pada ibu
  10. Risiko cedera pada janin
  11. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan
  12. Risiko hipotermia
  13. Risiko hipotermia perioperatif
  14. Risiko jatuh
  15. Risiko luka tekan
  16. Risiko mutilasi diri
  17. Risiko perilaku kekerasan
  18. Risiko perlambatan pemulihan pascabedah
  19. Risiko termoregulasi tidak efektif
  20. Termoregulasi tidak efektif

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply