Perlambatan pemulihan pascabedah

Perlambatan pemulihan pascabedah merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai pemanjangan jumlah hari pascabedah untuk memulai dan melakukan aktivitas sehari-hari.

Diagnosis ini diberi kode D.0133, masuk dalam kategori lingkungan, subkategori keamanan dan proteksi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan perlambatan pemulihan pascabedah secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari tanda dan gejala yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Tanda dan Gejala

Untuk dapat mengangkat diagnosis perlambatan pemulihan pascabedah, Perawat harus memastikan bahwa tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

DS:

  • Mengeluh tidak nyaman

DO:

  • Area luka operasi terbuka
  • Waktu penyembuhan yang memanjang

Bila data diatas tidak tampak pada pasien, maka Perawat harus melihat kemungkinan masalah lain pada daftar diagnosis keperawatan, atau diagnosis keperawatan lain yang masuk dalam sub kategori keamanan dan proteksi pada SDKI.

Penyebab (Etiologi)

Penyebab (etiologi) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan.

Penyebab inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “berhubungan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan.

Penyebab (etiologi) untuk masalah perlambatan pemulihan pascabedah adalah:

  1. Skor klasifikasi status fisik American Society of Anesthesiologists (ASA) ≥ 3
  2. Hiperglikemia
  3. Edema pada lokasi pembedahan
  4. Prosedur pembedahan ekstensif (luas)
  5. Usia ekstrem
  6. Riwayat perlambatan penyembuhan luka
  7. Gangguan mobilitas
  8. Malnutrisi
  9. Obesitas
  10. Infeksi luka perioperatif
  11. Mual/muntah persisten
  12. Respon emosional pascaoperasi
  13. Pemanjangan proses operasi
  14. Gangguan psikologis pascaoperasi
  15. Kontaminasi bedah
  16. Trauma pada luka operasi
  17. Efek agen farmakologis

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya menggunakan metode tiga bagian, yaitu:

[masalah] + [penyebab][tanda/gejala].

Contoh:

Perlambatan pemulihan pascabedah berhubungan dengan riwayat perlambatan penyembuhan luka dibuktikan dengan mengeluh tidak nyaman, area luka operasi terbuka, waktu penyembuhan yang memanjang.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Perlambatan pemulihan pascabedah b.d riwayat perlambatan penyembuhan luka d.d mengeluh tidak nyaman, area luka operasi terbuka, waktu penyembuhan yang memanjang.

Perhatikan:

  1. Masalah = Perlambatan pemulihan pascabedah
  2. Penyebab = Riwayat perlambatan penyembuhan luka
  3. Tanda/gejala = mengeluh tidak nyaman, dst.
  4. b.d = berhubungan dengan
  5. d.d = dibuktikan dengan

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis perlambatan pemulihan pascabedah adalah: “pemulihan pascabedah meningkat.”

Pemulihan pascabedah meningkat diberi kode L.14129 dalam SLKI.

Pemulihan pascabedah meningkat berarti meningkatnya proses penyembuhan setelah menjalani pembedahan untuk memulai dan melakukan aktivitas sehari-hari.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa pemulihan pascabedah meningkat adalah:

  1. Kenyamanan meningkat
  2. Waktu penyembuhan menurun
  3. Area luka operasi membaik

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka pemulihan pascabedah meningkat, dengan kriteria hasil:

  1. Kenyamanan meningkat
  2. Waktu penyembuhan menurun
  3. Area luka operasi membaik

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka pemulihan pascabedah
  2. Ekspektasi = Meningkat
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst.

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis perlambatan pemulihan pascabedah adalah:

  • Dukungan perawatan diri
  • Manajemen nutrisi
  • Manajemen nyeri
  • Perawatan luka

Dukungan Perawatan Diri (I.11348)

Intervensi dukungan perawatan diri dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.11348).

Dukungan perawatan diri adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk memfasilitasi pemenuhan kebutuhan perawatan diri.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi dukungan perawatan diri berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
  • Monitor tingkat kemandirian
  • Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan makan

Terapeutik

  • Sediakan lingkungan yang terapeutik (mis: suasana hangat, rileks, privasi)
  • Siapkan keperluan pribadi (mis: parfum sikat gigi, dan sabun mandi)
  • Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
  • Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
  • Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan perawatan diri
  • Jadwalkan rutinitas perawatan diri

Edukasi

  • Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan

Manajemen Nutrisi (I.03119)

Intervensi manajemen nutrisi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.03119).

Manajemen nutrisi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen nutrisi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi status nutrisi
  • Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
  • Identifikasi makanan yang disukai
  • Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
  • Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
  • Monitor asupan makanan
  • Monitor berat badan
  • Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

  • Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
  • Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis: piramida makanan)
  • Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
  • Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
  • Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
  • Berikan suplemen makanan, jika perlu
  • Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastik jika asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi

  1. Ajarkan posisi duduk, jika mampu
  2. Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

  1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis: Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
  2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

Manajemen Nyeri (I.08238)

Intervensi manajemen nyeri dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.08238).

Manajemen nyeri adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen nyeri berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
  • Identifikasi skala nyeri
  • Idenfitikasi respon nyeri non verbal
  • Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
  • Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
  • Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
  • Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
  • Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
  • Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik

  • Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis: TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
  • Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
  • Fasilitasi istirahat dan tidur
  • Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi

  • Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
  • Jelaskan strategi meredakan nyeri
  • Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
  • Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
  • Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi nyeri

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Perawatan Luka (I.14564)

Intervensi perawatan luka dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.14564).

Perawatan luka adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan meningkatkan penyembuhan luka serta mencegah terjadinya komplikasi luka.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi perawatan luka berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Monitor karakteristik luka (mis: drainase, warna, ukuran , bau)
  • Monitor tanda-tanda infeksi

Terapeutik

  • Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
  • Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
  • Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan
  • Bersihkan jaringan nekrotik
  • Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
  • Pasang balutan sesuai jenis luka
  • Pertahankan Teknik steril saat melakukan perawatan luka
  • Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
  • Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien
  • Berikan diet dengan kalori 30 – 35 kkal/kgBB/hari dan protein 1,25 – 1,5 g/kgBB/hari
  • Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis: vitamin A, vitamin C, Zinc, asam amino), sesuai indikasi
  • Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transcutaneous), jika perlu

Edukasi

  • Jelaskan tanda dan gejala infeksi
  • Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
  • Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri

Kolaborasi

  • Kolaborasi prosedur debridement (mis: enzimatik, biologis, mekanis, autolitik), jika perlu
  • Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori lingkungan dan subkategori keamanan dan proteksi adalah:

  1. Gangguan integritas kulit/jaringan
  2. Hipertermia
  3. Hipotermia
  4. Perilaku kekerasan
  5. Risiko alergi
  6. Risiko bunuh diri
  7. Risiko cedera
  8. Risiko cedera pada ibu
  9. Risiko cedera pada janin
  10. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan
  11. Risiko hipotermia
  12. Risiko hipotermia perioperatif
  13. Risiko infeksi
  14. Risiko jatuh
  15. Risiko luka tekan
  16. Risiko mutilasi diri
  17. Risiko perilaku kekerasan
  18. Risiko perlambatan pemulihan pascabedah
  19. Risiko termoregulasi tidak efektif
  20. Termoregulasi tidak efektif

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *