Risiko disfungsi seksual merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai berisiko mengalami perubahan fungsi seksual selama fase respon seksual berupa hasrat, terangsang, orgasme dan relaksasi yang dipandang tidak memuaskan, tidak bermakna/tidak adekuat.
Diagnosis ini diberi kode D.0072, masuk dalam kategori fisiologis, subkategori reproduksi dan seksualitas dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).
Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan risiko disfungsi seksual secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.
Kita akan mempelajari faktor risiko yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.
Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:
Faktor Risiko
Faktor risiko adalah kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan pasien mengalami masalah Kesehatan.
Faktor risiko inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “dibuktikan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan risiko.
Faktor risiko untuk masalah risiko disfungsi seksual terbagi menjadi 3, yaitu faktor risiko biologis, psikologis, dan situasional:
Faktor risiko biologis
- Gangguan neurologi
- Gangguan urologi
- Gangguan endokrin
- Keganasan
- Faktor ginekologi (mis: kehamilan, pasca persalinan)
- Efek agen farmakologis
Faktor risiko psikologis
- Depresi
- Kecemasan
- Penganiayaan psikologis/seksual
- Penyalahgunaan obat/zat
Faktor risiko situasional
- Konflik hubungan
- Kurangnya privasi
- Pola seksual pasangan menyimpang
- Ketiadaan pasangan
- Ketidakadekuatan edukasi
- Konflik nilai personal dalam keluarga, budaya, dan agama
Penulisan Diagnosis
Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan risiko, yang berarti penulisannya menggunakan metode dua bagian, yaitu:
[masalah] + [faktor risiko]
Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:
Risiko disfungsi seksual dibuktikan dengan gangguan urologi.
Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:
Risiko disfungsi seksual d.d gangguan urologi.
Perhatikan:
- Masalah = Risiko disfungsi seksual
- Faktor risiko = Gangguan urologi
- d.d = dibuktikan dengan
- Diagnosis risiko tidak menggunakan berhubungan dengan (b.d) karena tidak memiliki etiologi.
Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”
Luaran (HYD)
Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis risiko disfungsi seksual adalah: “fungsi seksual membaik.”
Fungsi seksual membaik diberi kode L.07055 dalam SLKI.
Fungsi seksual membaik berarti integrasi aspek fisik dan sosioemosional terkait penyaluran dan kinerja seksual membaik.
Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa fungsi seksual membaik adalah:
- Kepuasan hubungan seksual meningkat
- Verbalisasi aktivitas seksual berubah menurun
- Verbalisasi eksitasi seksual berubah menurun
- Verbalisasi peran seksual berubah menurun
- Verbalisasi fungsi seksual berubah menurun
- Keluhan nyeri saat berhubungan seksual (dispareunia) menurun
- Hasrat seksual membaik
- Orientasi seksual membaik
Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:
[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].
Contoh:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka fungsi seksual membaik, dengan kriteria hasil:
- Kepuasan hubungan seksual meningkat
- Verbalisasi aktivitas seksual berubah menurun
- Verbalisasi eksitasi seksual berubah menurun
- Verbalisasi peran seksual berubah menurun
- Verbalisasi fungsi seksual berubah menurun
- Keluhan nyeri saat berhubungan seksual (dispareunia) menurun
- Hasrat seksual membaik
- Orientasi seksual membaik
Perhatikan:
- Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka fungsi seksual
- Ekspektasi = Membaik
- Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,
Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”
Intervensi
Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.
Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.
Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.
Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.
Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis risiko disfungsi seksual adalah:
- Edukasi seksualitas
- Konseling seksualitas
Edukasi Seksualitas (I.12447)
Intervensi edukasi seksualitas dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.12447).
Edukasi seksualitas adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk memberikan informasi dalam memahami dimensi fisik dan psikososial seksualitas.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi edukasi seksualitas berdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Terapeutik
- Sediakan materi dan media Pendidikan Kesehatan
- Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
- Fasilitasi kesadaran keluarga terhadap anak dan remaja serta pengaruh media
Edukasi
- Jelaskan anatomi dan fisiologi sistem reproduksi laki-laki dan perempuan
- Jelaskan perkembangan seksualitas sepanjang siklus kehidupan
- Jelaskan perkembangan emosi masa anak dan remaja
- Jelaskan pengaruh tekanan kelompok dan sosial terhadap aktivitas seksual
- Jelaskan konsekuensi negatif mengasuh anak pada usia dini (mis: kemiskinan, kehilangan karir dan Pendidikan)
- Jelaskan risiko tertular penyakit menular seksual dan AIDS akibat seks bebas
- Anjurkan orang tua menjadi educator seksualitas bagi anak-anaknya
- Anjurkan anak/remaja tidak melakukan aktivitas seksual di luar nikah
- Ajarkan keterampilan komunikasi asertif untuk menolak tekanan teman sebaya dan sosial dalam aktivitas seksual
Konseling Seksualitas (I.07214)
Intervensi konseling seksualitas dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.07214).
Konseling seksualitas adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk memberikan bimbingan seksual pada pasangan sehingga mampu menjalankan fungsinya secara optimal.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi konseling seksualitas berdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
- Identifikasi tingkat pengetahuan, masalah sistem reproduksi, masalah seksualitas, dan penyakit menular seksual
- Identifikasi waktu disfungsi seksual dan kemungkinan penyebab
- Monitor stres, kecemasan, depresi, dan penyebab disfungsi seksual
Terapeutik
- Fasilitasi komunikasi antara pasien dan pasangan
- Berikan kesempatan kepada pasangan untuk menceritakan permasalahan seksual
- Berikan pujian terhadap perilaku yang benar
- Berikan saran yang sesuai kebutuhan pasangan dengan menggunakan Bahasa yang mudah diterima, dipahami, dan tidak menghakimi
Edukasi
- Jelaskan efek pengobatan, Kesehatan dan penyakit terhadap disfungsi seksual
- Informasikan pentingnya modifikasi pada aktivitas seksual
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan spesialis seksologi, jika perlu
Diagnosis Terkait
Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori fisiologis dan subkategori reproduksi dan seksualitas adalah:
Referensi
- PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
- PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
- PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.