gangguan interaksi sosial

Gangguan interaksi sosial merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai kuantitas dan/atau kualitas sosial yang kurang atau berlebih.

Diagnosis ini diberi kode D.0118, masuk dalam kategori relasional, subkategori interaksi sosial dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan gangguan interaksi sosialsecara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari tanda dan gejala yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Tanda dan Gejala

Untuk dapat mengangkat diagnosis gangguan interaksi sosial, Perawat harus memastikan bahwa tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:

DS:

  • Merasa tidak nyaman dengan situasi sosial
  • Merasa sulit menerima atau mengkomunikasikan perasaan

DO:

  • Kurang responsive atau tertarik pada orang lain
  • Tidak berminat melakukan kontak emosi dan fisik

Bila data diatas tidak tampak pada pasien, maka Perawat harus melihat kemungkinan masalah lain pada daftar diagnosis keperawatan, atau diagnosis keperawatan lain yang masuk dalam sub kategori interaksi sosial pada SDKI.

Penyebab (Etiologi)

Penyebab (etiologi) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan.

Penyebab inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “berhubungan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan.

Penyebab (etiologi) untuk masalah gangguan interaksi sosialadalah:

  1. Defisiensi bicara
  2. Hambatan perkembangan/maturase
  3. Ketiadaan orang terdekat
  4. Perubahan neurologis (mis: kelahiran prematur, distres fetal, persalinan cepat, atau persalinan lama)
  5. Disfungsi sistem keluarga
  6. Ketidakteraturan atau kekacauan lingkungan
  7. Penganiayaan atau pengabaian anak
  8. Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
  9. Model peran negatif
  10. Impulsif
  11. Perilaku menentang
  12. Perilaku agresif
  13. Keengganan berpisah dengan orang terdekat

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya menggunakan metode tiga bagian, yaitu:

[masalah] + [penyebab][tanda/gejala].

Contoh:

Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan impulsif dibuktikan dengan merasa tidak nyaman dengan situasi sosial, merasa sulit menerima atau mengkomunikasikan perasaan, kurang responsive atau tertarik pada orang lain, tidak berminat melakukan kontak emosi atau fisik.

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Gangguan interaksi sosialb.d impulsif d.d merasa tidak nyaman dengan situasi sosial, merasa sulit menerima atau mengkomunikasikan perasaan, kurang responsive atau tertarik pada orang lain, tidak berminat melakukan kontak emosi atau fisik.

Perhatikan:

  1. Masalah = gangguan interaksi sosial
  2. Penyebab = impulsif
  3. Tanda/gejala = merasa tidak nyaman dengan situasi sosial., dst
  4. b.d = berhubungan dengan
  5. d.d = dibuktikan dengan

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis gangguan interaksi sosialadalah: “interaksi sosial meningkat.”

Interaksi sosial meningkat diberi kode L.13115 dalam SLKI.

Interaksi sosial meningkat berarti meningkatnya kuantitas dan/atau kualitas hubungan sosial yang cukup.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa interaksi sosial meningkat adalah:

  1. Perasaan nyaman dengan situasi sosial meningkat
  2. Perasaan mudah menerima atau mengkomunikasikan perasaan meningkat
  3. Responsif pada orang lain meningkat
  4. Minat melakukan kontak emosi meningkat
  5. Minat melakukan kontak fisik meningkat

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka interaksi sosial meningkat, dengan kriteria hasil:

  1. Perasaan nyaman dengan situasi sosial meningkat
  2. Perasaan mudah menerima atau mengkomunikasikan perasaan meningkat
  3. Responsif pada orang lain meningkat
  4. Minat melakukan kontak emosi meningkat
  5. Minat melakukan kontak fisik meningkat

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka interaksi sosial
  2. Ekspektasi = Meningkat
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis gangguan interaksi sosialadalah:

  • Modifikasi perilaku keterampilan sosial
  • Promosi sosialisasi

Modifikasi Perilaku Keterampilan Sosial (I.13484)

Intervensi modifikasi perilaku keterampilan sosial dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.13484).

Modifikasi perilaku keterampilan sosial adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengubah pengembangan atau peningkatan keterampilan sosial interpersonal.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi modifikasi perilaku keterampilan sosial berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi penyebab kurangnya keterampilan sosial
  • Identifikasi focus pelatihan keterampilan sosial

Terapeutik

  • Motivasi untuk berlatih keterampilan sosial
  • Beri umpan balik positif (mis: pujian atau penghargaan) terhadap kemampuan sosialisasi
  • Libatkan keluarga selama Latihan keterampilan sosial, jika perlu

Edukasi

  • Jelaskan tujuan melatih keterampilan sosial
  • Jelaskan respons dan konsekuensi keterampilan sosial
  • Anjurkan mengungkapkan perasaan akibat masalah yang dialami
  • Anjurkan mengevaluasi pencapaian setiap interaksi
  • Edukasi keluarga untuk dukungan keterampilan sosial
  • Latih keterampilan sosial secara bertahap

Promosi Sosialisasi (I.13498)

Intervensi promosi sosialisasi dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.13498).

Promosi sosialisasi adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk meningkatkan kemampuan pasien untuk berinteraksi dengan orang lain.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi promosi sosialisasi berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi kemampuan melakukan interaksi dengan orang lain
  • Identifikasi hambatan melakukan interaksi dengan orang lain

Terapeutik

  • Motivasi meningkatkan keterlibatan dalam suatu hubungan
  • Motivasi kesabaran dalam mengembangkan suatu hubungan
  • Motivasi berpartisipasi dalam aktivitas baru dan kegiatan kelompok
  • Motivasi berinteraksi di luar lingkungan (mis: jalan-jalan, ke toko buku)
  • Diskusikan kekuatan dan keterbatasan dalam berkomunikasi dengan orang lain
  • Diskusikan perencanaan kegiatan di masa depan
  • Berikan umpan balik positif dalam perawatan diri
  • Berikan umpan balik positif pada setiap peningkatan kemampuan

Edukasi

  • Anjurkan berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
  • Anjurkan ikut serta kegiatan sosial dan kemasyarakatan
  • Anjurkan berbagi pengalaman dengan orang lain
  • Anjurkan meningkatkan kejujuran diri dan menghormati hak orang lain
  • Anjurkan penggunaan alat bantu (mis: kacamata dan alat bantu dengar)
  • Anjurkan membuat perencanaan kelompok kecil untuk kegiatan khusus
  • Latih bermain peran untuk meningkatkan keterampilan komunikasi
  • Latih mengekspresikan marah dengan tepat

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori relasional dan subkategori interaksi sosial adalah:

  1. Gangguan komunikasi verbal
  2. Gangguan proses keluarga
  3. Isolasi sosial
  4. Kesiapan peningkatan menjadi orang tua
  5. Kesiapan peningkatan proses keluarga
  6. Ketegangan peran pemberi asuhan
  7. Penampilan peran tidak efektif
  8. Pencapaian peran menjadi orang tua
  9. Risiko gangguan perlekatan
  10. Risiko proses pengasuhan tidak efektif

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply