Hipertermia merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh.
Diagnosis ini diberi kode D.0130, masuk dalam kategori lingkungan, subkategori keamanan dan proteksi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).
Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan hipertermia secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.
Kita akan mempelajari tanda dan gejala yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.
Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:
- Tanda dan Gejala
- Penyebab (Etiologi)
- Penulisan Diagnosis
- Luaran (HYD)
- Intervensi
- Diagnosis Terkait
- Referensi
Tanda dan Gejala
Untuk dapat mengangkat diagnosis hipertermia, Perawat harus memastikan bahwa tanda dan gejala dibawah ini muncul pada pasien, yaitu:
DS:
- Tidak tersedia
DO:
- Suhu tubuh diatas nilai normal
Bila data diatas tidak tampak pada pasien, maka Perawat harus melihat kemungkinan masalah lain pada daftar diagnosis keperawatan, atau diagnosis keperawatan lain yang masuk dalam sub kategori keamanan dan proteksi pada SDKI.
Penyebab (Etiologi)
Penyebab (etiologi) dalam diagnosis keperawatan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan.
Penyebab inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “berhubungan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan.
Penyebab (etiologi) untuk masalah hipertermia adalah:
- Dehidrasi
- Terpapar lingkungan panas
- Proses penyakit (mis: infeksi, kanker)
- Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
- Peningkatan laju metabolisme
- Respon trauma
- Aktivitas berlebihan
- Penggunaan inkubator
Penulisan Diagnosis
Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan aktual, yang berarti penulisannya menggunakan metode tiga bagian, yaitu:
[masalah] + [penyebab] + [tanda/gejala].
Contoh:
Hipertermia berhubungan dengan infeksi dibuktikan dengan suhu tubuh 38°C.
Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:
Hipertermia b.d infeksi d.d suhu tubuh 38°C.
Perhatikan:
- Masalah = hipertermia
- Penyebab = infeksi
- Tanda/gejala = suhu tubuh 38°C.
- b.d = berhubungan dengan
- d.d = dibuktikan dengan
Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”
Luaran (HYD)
Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis hipertermia adalah: “termoregulasi membaik.”
Termoregulasi membaik diberi kode L.14134 dalam SLKI.
Termoregulasi membaik berarti membaiknya pengaturan suhu tubuh agar tetap berada pada rentang normal.
Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa termoregulasi membaik adalah:
- Menggigil menurun
- Suhu tubuh membaik
- Suhu kulit membaik
Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:
[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].
Contoh:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1 x 24 jam, maka termoregulasi membaik, dengan kriteria hasil:
- Suhu tubuh membaik
Perhatikan:
- Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka termoregulasi
- Ekspektasi = Membaik
- Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,
Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”
Intervensi
Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.
Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.
Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.
Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.
Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis hipertermiaadalah:
- Manajemen hipertermia
- Regulasi temperatur
Manajemen Hipertermia (I.15506)
Intervensi manajemen hipertermia dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.15506).
Manajemen hipertermia adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola peningkatan suhu tubuh akibat disfungsi termoregulasi.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen hipertermia berdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
- Identifikasi penyebab hipertermia (mis: dehidrasi, terpapar lingkungan panas, penggunaan inkubator)
- Monitor suhu tubuh
- Monitor kadar elektrolit
- Monitor haluaran urin
- Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang dingin
- Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Berikan cairan oral
- Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hyperhidrosis (keringat berlebih)
- Lakukan pendinginan eksternal (mis: selimut hipotermia atau kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
- Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
Regulasi Temperatur (I.14578)
Intervensi regulasi temperatur dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.14578).
Regulasi temperatur adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal.
Tindakan yang dilakukan pada intervensi regulasi temperatur berdasarkan SIKI, antara lain:
Observasi
- Monitor suhu tubuh bayi sampai stabil (36,5 – 37,5°C)
- Monitor suhu tubuh anak tiap 2 jam, jika perlu
- Monitor tekanan darah, frekuensi pernapasan dan nadi
- Monitor warna dan suhu kulit
- Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia atau hipertermia
Terapeutik
- Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
- Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
- Bedong bayi segera setelah lahir untuk mencegah kehilangan panas
- Masukkan bayi BBLR ke dalam plastic segera setelah lahir (mis: bahan polyethylene, polyurethane)
- Gunakan topi bayi untuk mencegah kehilangan panas pada bayi baru lahir
- Tempatkan bayi baru lahir di bawah radiant warmer
- Pertahankan kelembaban incubator 50% atau lebih untuk mengurangi kehilangan panas karena proses evaporasi
- Atur suhu incubator sesuai kebutuhan
- Hangatkan terlebih dahulu bahan-bahan yang akan kontak dengan bayi (mis: selimut, kain bedongan, stetoskop)
- Hindari meletakkan bayi di dekat jendela terbuka atau di area aliran pendingin ruangan atau kipas angin
- Gunakan matras penghangat, selimut hangat, dan penghangat ruangan untuk menaikkan suhu tubuh, jika perlu
- Gunakan Kasur pendingin, water circulating blankets, ice pack, atau gel pad dan intravascular cooling cathetherization untuk menurunkan suhu tubuh
- Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
Edukasi
- Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion dan heat stroke
- Jelaskan cara pencegahan hipotermi karena terpapar udara dingin
- Demonstrasikan Teknik perawatan metode kanguru (PMK) untuk bayi BBLR
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu
Diagnosis Terkait
Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori lingkungan dan subkategori keamanan dan proteksi adalah:
- Gangguan integritas kulit/jaringan
- Hipotermia
- Perilaku kekerasan
- Perlambatan pemulihan pascabedah
- Risiko alergi
- Risiko bunuh diri
- Risiko cedera
- Risiko cedera pada ibu
- Risiko cedera pada janin
- Risiko gangguan integritas kulit/jaringan
- Risiko hipotermia
- Risiko hipotermia perioperatif
- Risiko infeksi
- Risiko jatuh
- Risiko luka tekan
- Risiko mutilasi diri
- Risiko perilaku kekerasan
- Risiko perlambatan pemulihan pascabedah
- Risiko termoregulasi tidak efektif
- Termoregulasi tidak efektif
Referensi
- PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
- PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
- PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.